• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 29 April 2024

Fragmen

Kilas Perjuangan Kiai Murtadho, Pejuang Hizbullah dari Kaliwungu Kendal

Kilas Perjuangan Kiai Murtadho, Pejuang Hizbullah dari Kaliwungu Kendal
KH Murtadho Kaliwungu Kendal (Dok. istimewa)
KH Murtadho Kaliwungu Kendal (Dok. istimewa)

Kaliwungu merupakan kota santri pesisir pantai utara yang terletak di sebelah barat Kota Semarang, Jawa Tengah. Daerah yang kaya dengan budaya dan kental dengan nuansa islami lantaran banyak berdiri pondok pesantren dan makan para wali. Sampai sekarang beberapa pondok dan majelis pengajian masih eksis mendidik para genersi muda yang akan meneruskan estafet kealiman para ulama dan kepemimpinan para pemimpin bangsa ini.

 

Pada suatu malam menjelang bulan Ramadhan, penulis sowan ke rumah Gus Rifqil Muslim di Pondok Pesantren Manbaul Hikmah Mororejo Kaliwungu, untuk mengulas perjuangan dan pergerakan Kiai Murtadho. Gus Rifqil Muslim adalah salah satu cucu Kiai Murtadho.

 

Dikisahkan dari Gus Rifqil, Kiai Murtadho adalah salah satu santri dari kiai kampung bernama Kiai Kostam dari Mororejo Kaliwungu. Meskipun kediaman antara Kiai Murtadho dan Kiai Kostam berdekatan namun tidak mengurangi rasa keingintahuan dan penasaranya dengan ilmu. Setelah cukup lama ia mengaji kepada guru-gurunya, kendati demikian masyarakat Mororejo berbondong-bondong untuk mengaji bersama Kiai Murtadho. Ia pun akhirnya mengabulkan keinginan masyarakat tersebut. Kemudian ia memutuskan dengan ngaji keliling dari majelis satu ke majelis lainya.


Kiai Murtadho merupakan sosok yang ulet, penyabar dan gigih menyebarkan nilai-nilai agama kepada masyarakat Mororejo. Layaknya kiai kampung pada umumnya ia istiqamah menjaga jama’ah sholat fardu bersama masyarakat di surau depan rumahnya. Selain kisah soal menyebarkan nilai-nilai moral kepada masyarakat ada juga kisah inspiratif perjuangan Kiai Murtadho dalam menjaga negara ini.

 

Kilas Perjuangan

Di masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, Kiai Murtadho adalah salah satu tentara Hizbullah yang memperjuangkan kemerdekaan Rebublik Indonesia ini. Tidak hanya membela bangsa dan negara ia juga gigih berdakwah menegakkan ajaran Islam ramah ala Ahlusunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyyah. Menjadi bagian dari tentara Hizbullah bukanlah hal yang mudah, di mana harus rela untuk mengorbankan tenaga, waktu, pikiran dan fisiknya untuk memikirkan strategi dan menahan kekuatan lawan.

 

Pada masa itu kekuatan kolonial sangatlah kuat perlakuan represif para penjajah disimbolkan dengan adanya ruang penjara. Gus Rifqil menyebutkan bahwa Kiai Murtadho beberapa kali keluar masuk penjara. Sudah menjadi rahasia umum ketika masuk dalam penjara para kolonial akan menyiksa tawanan mereka hal itu juga dirasakan oleh Kiai Murtadho. Beberapa aktivis pergerakan nasional juga mengalami hal serupa, baik dari kelompok intelektual, nasionalis dan para kiai. Namun semua perlakuan represif itu tidak membuatnya takut dan menyerah melainkan menambah kegigihanya untuk melawan kolonialisme di Indonesia.

 

Meski mendapat perlakuan yang keras dari penjajah, Kiai Murtadho tidak pernah mundur dari barisan perjuangan. Setelah ia keluar dari penjara bukan ketakutan yang menyelimutinya melainkan keberanian yang memuncak akhirnya beberapa kali ia bergerak kembali bersama pejuang dan kiai-kiai yang lain. Perjuangan ini berlangsung sampai usia senja. Gus Rifqil menambahkan ketika sudah sepuh pun Kiai Murtadho kembali masuk penjara dan terjadi perlakuan yang sadis beliau dihajar dan disiksa oleh kolonial sehingga giginya tanggal dan indera pendengaranya terganggu.

 


Di sela perhelatan obrolan yang semakin seru saya sempat membayangkan perjuangan ulama jaman dahulu begitu pelik dan akrab dengan kekerasan lantas bagaimana perjuangan dakwah di era sekarang. Gus Rifqil sesekali melemparkan humor, katanya goda’an dakwah jaman sekarang adalah dicaci netizen, kemudian kita pun diiringi tawa bersama. Begitulah kisah perjuangan ulama jaman dahulu terasa sangat berat, disamping mereka mengentaskan kebodohan umat juga menjaga kesetabilan kondisi keamanan dan ekonomi masyarakatnya.

 

Tidak berhenti sampai sini, ketika Indonesia sudah merdeka dan pemerintah memiliki inisiatif untuk memberi tunjangan kepada para pejuang yang tergabung dalam Hizbullah. Melalui pengurus tertentu pemerintah mendata untuk membuat sertifikat dan kartu keanggotaan Hizbullah beberapa pejuang daerah Kaliwungu, Kendal, Semarang. Hal ini membuat para pejuang antusias dan bergembira, lain dengan Kiai Murtadho yang cenderung tidak mau mengurusi upaya pemerintah tersebut.

 

Perjuangan seperti ini, menurut Gus Rifqil, yang membedakan antara orang zaman dahulu dan sekarang. Perbedaanya adalah orang zaman dahulu ketika berbuat baik cenderung ingin mastur (tertutup/tidak dikenal). Sedangkan orang sekarang kebanyakan ingin masyhur (terkenal) sedikit berbuat baik atau berjasa ia akan berupaya untuk dikenal banyak orang.

 

Peninggalan Kiai Murtadho    
Di usia senjanya Kiai Murtadho menghabiskan waktunya untuk mengajar santri dan masyarakat setempat. Pada masa itu para santri belum ada yang menetap melainkan masih pulang-pergi (santri kalong) waktu untuk mengaji Cuma di malam hari karena siangnya para santri berangkat bekerja ke sawah dan tambak ikan. Melalui pernikahanya dengan Nyai Hj Aminah dikaruniai enam putra-putri. Masing-masing anaknya dikirim ke berbagai pondok pesantren di Jawa untuk menuntut ilmu yang lebih luas agar kemudian bisa melanjutkan perjuangan abahnya.

 

Salah satu peninggalan Kiai Murtadho adalah musholla yang sekarang menjadi bagian dari pondok pesantren Manba’ul Hikmah. Kegiatan sehari-hari beliau mengajar ilmu agama di musholla itu, sampai tidak terasa dahaga ilmu warga kaliwungu dan sekitarnya meningkat akhirnya banyak yang ingin mengaji sama beliau. Setelah K.H Suyuthi Murtadho salah satu dari putra beliau pulang dari pesantren Tegalrejo Magelang ia diamanati abahnya untuk membantu mengajar para santri-santri yang terus bertambah.

 

Dua tahun menjelang Kiai Murtadho wafat KH. Suyuthi diizinkan untuk membuka atau mendirikan pondok pesantren tepatnya pada tahun 1982 M. Akhirnya berhasil mendirikan pondok pesantren bernama Manba’ul Hikmah. Gus Rifqil menambahi bahwa mendirikan pondok pesantren ini karena santri mulai tambah banyak dan butuh tempat yang memadai sedangkan embrionya sudah dimulai sejak masanya Kiai Murtadho.

 

Setelah dua tahun pondok pesantren Manba’ul Hikmah berdiri. Kiai Murtadho menutup umur terakhirnya tepatnya pada hari Selasa Kliwon 8 Mei 1984 M atau 7 Sya’ban 1404 H. Amalan dan riyadhoh peninggalan Kiai Murtadho yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh KH. Suyuthi Murtadho dan para santrinya adalah dzikir Dalailul Khairat dan Qiyamul Lail yang dilaksanakan dipertengahan malam dalam kegiatan Mujahadah. 


Kontributor: Abdullah Faiz

Editor: Ajie Najmuddin


Fragmen Terbaru