• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Selasa, 14 Mei 2024

Fragmen

Dinamika Studi Club (DSC): Pergulatan PMII 1980-an dan Tahap Perumusan NDP

Dinamika Studi Club (DSC): Pergulatan PMII 1980-an dan Tahap Perumusan NDP
Buku 'Fragmen Seperempat Abad PMII' yang ditulis oleh DSC PMII Surakarta (Dok. NU Online Jateng/ Joko)
Buku 'Fragmen Seperempat Abad PMII' yang ditulis oleh DSC PMII Surakarta (Dok. NU Online Jateng/ Joko)

Tanggal 22 Januari 2021 yang lalu, penulis bertemu secara langsung untuk pertama kali dengan KH Nukhbatul Mankhub, yang tidak lain merupakan Ketua Cabang PMII Kota Surakarta masa khidmat 1982-1983. Sosok yang tercatat berlamamater Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mulai pada tahun 1979 itu kini berdomisili di Desa Gombang, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat dan menjadi salah satu pengajar serta Wakil Ketua I Bidang Administrasi di Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Ali (STAIMA) Cirebon.

 

Sosok yang dalam masa studinya menempuh di dua jurusan, saat bercerita awal pada pertemuan tersebut dengan kalimat kurang lebihnya. “Saya itu kalau pagi di Keguruan (FKIP), kalau siang di FISIP, Mas,” kata Kiai Nukhbah.

 

Pak Nukhbah, begitu penulis akrab memanggilnya menyampaikan banyak cerita terkait kondisi PMII hingga dinamika yang terjadi pada waktu itu. Termasuk adalah sebuah fakta, ia menjadi ketua cabang PMII Kota Surakarta saat masih menempuh semester empat. Tepatnya melanjutkan Pak Azhari Muhtar (Ketua Cabang PMII Surakarta 1981-1982), putra KH. Muchtar Rosyidi, salah satu anggota DPR RI periode 1982-1987. Pak Azhari yang notabene merupakan mahasiswa ekonomi Universitas Sebelas Maret saat masih menjabat menjadi ketua kemudian lulus dan kemudian keterima menjadi pegawai di Departemen Perdagangan.

 

“Ya Allah, semester empat kok mpun dados pegawai cabang,” kenang Pak Nukhbah.

 

Lain hal itu, secara mengalir percakapan demi percakapan yang ada, tibalah Pak Nukhbah bercerita mengenai keberadaan Dinamika Studi Club (DSC), sebuah komunitas diskusi yang dinaungi oleh PMII Kota Surakarta sampai tikik awal ide maupun usulan perumusan dan penyempurnaan terkait Nilai Dasar Pergerakan (NDP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Yang mana, keberadaan DSC tersebut menjadi sebuah ruang aktualisasi pemikiran, momentum refleksi, dan penyusunan strategi dan taktik dalam pengembangan PMII. Hampir tiap hari dari malam hingga suntuk, DSC melakukan pertemuan yang berpusat di Kantor PCNU Kota Surakarta.

 

Saking herannya warga masyarakat sekitar melihat aktivis PMII tersebut dan bertanya-tanya, sebenarnya ada acara apa di kantor PCNU karena bisa dikatakan dari pagi hingga malam mesti ada orang yang beraktivitas di sana. Sampailah kemudian, anak-anak PMII pada waktu itu dikenal yang “menguasai” maupun “menduduki” kantor PCNU. Tentu menarik, melihat bagaimana sedikit gambaran dinamika dan aktivitas PMII pada zaman itu. Tidak melulu membicarakan perkara yang berat-berat, DSC justru menjadi sebuah wadah untuk ssaling berbagi, evaluasi kegiatan, dan sarana silaturahmi di kalangan kader PMII.

 

Ada dua fakta penting yang kemudian menjadi bagian yang menyusun peradaban PMII. Pertama, DSC secara langsung memiliki peran dalam perumusan awal NDP yang ada di dalam PMII. Itu yang juga disampaikan oleh Pak Nukhbah dalam sebuah dialog.

 

Berpuluh-puluh tahun, sejak tahun 1960, PMII itu nggak punya NDP, hanya punya garis-garis besar mawon. Terus kula kok mangkel. Pas Kongres VIII di Bandung, kula mengajukan. Pas dalam forum ada yang merespon: ‘Udah, Nukhbah. Nanti dibicarakan di Kongres selanjutnya saja. Lha kamu datang terlambat’. Pas Kongres selanjutnya di Surabaya, kula mpun siap materine. Ternyata alhamdulillah yang diterima itu Rancangan NDP dari Solo. Padahal waktu niku kula mpun berkeluarga, nyambut damel teng Banyumas,” ujarnya.

 

Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa perumusan NDP dalam PMII tidak main-main. Ia membutuhkan proses panjang yang menyaratkan konsistensi dan keteguhan dalam merumuskan. Fakta itu tentu terkait dengan sejarah usulan awal akan urgensi perumusan NDP bagi PMII yang tidak lain merupakan amanah sejarah sejak Kongres V di Ciloto, Bogor, Jawa Barat pada tahun 1973. Sebagaimana dijelaskan oleh Pak Fauzan Alfas dalam buku PMII dalam Simpul-simpul Sejarah Perjuangan (2015), dengan bercermin kepada sejarah PMII sejak 1973, maka PB PMII telah mengeluarkan keputusan yang memberikan kepercayaan pada cabang-cabang tertentu, seperti cabang PMII Jember, cabang PMII Yogyakarta, dan Cabang PMII Surakarta.

 

Adapun beberapa rumusan NDP yang menjadi pembahasan dalam forum-forum nasional PMII yaitu saat Musyawarah Kerja Nasional PMII pada 1-5 Mei 1976 di Bandung, Kongres VII PMII di Cibubur pada 1-4 April 1981, serta Kongres VIII PMII di Bandung pada 15-20 Mei 1985 di Bandung. Sampai pada akhirnya secara resmi NDP PMII ditetapkan di Kongres IX PMII yang berlangsung pada 14-19 September 1988 di Surabaya. PMII Kota Surakarta dengan formasi struktur sebagai tim pembantu penyiap bahan NDP PMII diberikan SK pada April 1986, yang mana KH Nukhbatul Mankhub didaulat menjadi ketuanya dibantu beberapa pengurus cabang PMII Surakarta pada zamannya dalam beberapa bidang yang dibutuhkan.

 

Keberadaan DSC menjadi vital dengan berbagai pertemuan kegiatan yang dilakukan. Selain melakukan rumusan demi rumusan penyempurnaan NDP, di sana juga ada aktivitas yang tak dapat dilupakan. Ia berupa mendatanmgkan beberapa ulama yang menjadi narasumber dalam pembahasan NDP. Adapun beberapa tokoh ulama yang dihadirkan berdasarkan SK Nomor: 019/PB-IX/IV/1986 yakni: KH. Abdurrohim. KH. Yasin, KH. Baidlawi, KH. Lukman Suryani, KH. Slamet Iskandar, KH. Sholeh Mahfud, dan KH. Nurtontowi. Kemudian dalam tahap demi tahap tersebut, dilaksanakan pula lokakarya dengan dua cabang yang terjaring, yakni PMII Semarang dan PMII Yogyakarta.

 

Dokumen nama-nama penyusun buku 'Fragmen Seperempat Abad PMII'

 

Aktivitas demi aktivitas yang ada di DSC PMII Kota Surakarta menjadi bagian penting dalam tahap demi tahap perumusan dan penyempurnaan NDP, hingga kemudian pada tahun 1987 melalui Surat Keputusan tertanggal 30 September 1987—SK Nomor: 099/SK/PB-IX/VIII/1987, PB PMII memberikan mandat tim inti dalam penyempurnaan NDP yang dikoordinatori oleh Pak M. Fajrul Falaakh, aktivis PMII—putra dari KH. Tolhah Mansyur yang kemudian menjadi salah satu pakar hukum tata negara. Hingga kemudian sampailah pada kongres IX PMII di Surabaya pada 14-19 September 1988, NDP PMII diputuskan. Untuk menyusun NDP setidaknya berkaca pada sejarah butuh waktu kurang lebih lima belas tahun. Waktu yang cukup lama menguras energi, pikiran, dan tenaga tentunya bagi kader PMII.

 

Kedua, fakta penting yang ditorehkan dengan keberadaan NDP yakni berupa penulisan naskah historis dinamika dan perkembangan PMII dalam kurun waktu 1960-1985. Naskah tersebut berjudulkan Fragmen Seperempat Abad PMII. Naskah yang dalam pengakuan KH. Nukhbatul Mankhub belum cukup dikatakan lengkap dan sempurna tersebut, menjadi salah satu karya penting dalam kepenulisan sejarah PMII. Salah satu alasan mendasar yang diungkapkan oleh Pak Nukhbah adalah para penyusun sudah beraktivitas lain, menjalankan profesinya, yang kemudian membuat penyusunan naskah tersebut terhenti.

 

Kendati demikian, saat beberapa kader PMII Surakarta, termasuk penulis berkesempatan memfotokopi naskah yang masih dipegang Pak Nukhbah pada peringatan Harlah ke-60 PMII di tahun 2020, membaca karya tersebut bagi penulis sangat luar biasa. Akan bagaimana ada sebuah catatan historis yang ditinggalkan dan kemudian menjadi bagian penting dalam menelusur sejarah demi sejarah yang ada di dalam PMII. Karya itu pada zamannya tentunya bersaman juga dengan karya Pak Otong Abdurrahman, yang mana ia melakukan diskursus PMII ke dalam skripsinya saat menempuh studi di jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Sunan Kalijaga. Pak Otong menyelesaikan skripsi pada tahun 1987 dengan berjudulkan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dalam Sejarah Indonesia 1960-1985.

 

Kesadaran kader PMII memberikan perhatian pada aspek menulis kemudian diungkapkan oleh Pak Nukhbah, “sejak saat itu, semangat menulis di PMII tinggi”. Ungkapan tersebut setidaknya menekankan pada pentingnya kader PMII dalam menjalankan aktivitasnya yang sejatinya memiliki tanggung jawab baik itu intelektualitas, spiritualitas, moral, dan sosial. Menulis kemudian menjadi sebuah hal yang mestinya dilatih, ditekuni, dan dilakukan dari zaman ke zaman. Mungkin saja, untuk memulainya itu semua terkadang harus melewati keberanian dalam memaksa diri.

 

Berkaca pada dua fakta yang pernah dilakukan oleh kader PMII pada zaman tersebut, tentulah membawa sebuah refleksi panjang akan keberadaan PMII. Pertama adalah pengabdian panjang yang tak terkira sebagai generasi yang memikul tanggung jawab terhadap organisasi pada zamannya. PMII menjadi ruang aktualisasi pemikiran dari tiap kader untuk merumuskan keadaan terhadap tantangan maupun ancaman yang dilalui tiap zamannya. Kedua, tentu saja adalah keistikamahan. Hal itu penting mengingat kesadaran dalam ber-PMII tidak melulu pada saat menjadi aktivis PMII. Melainkan dari itu, tiap masa dan tiap kondisi apapun, tiap orang yang berproses di PMII haruslah mengamalkan nilai, prinsip, dan keyakinan yang diajarkan di dalam PMII.

 

Hal itu akan berimplikasi pada keberadaan PMII, bahwa tiap sikap maupun laku yang dilakukan oleh orang yang pernah berproses di PMII akan menjadi citra dari PMII itu sendiri. Dalam masa demi masa yang dilalui oleh PMII pastinya menghadapi berbagai dinamika yang berbeda-beda dan berubah-ubah. Kita tidak bisa menyamakan maupun membandingkan dengan apa yang pernah terjadi. Akan tetapi, satu hal yang pasti ditanamkan tiap kader di PMII adalah akan bagaimana terus memiliki semangat dalam menjaga tradisi lama yang baik, dan menerima tradisi baru yang lebih baik. Begitu.


Kontributor: Joko Priyono

Editor: Ajie Najmuddin


Fragmen Terbaru