• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 5 Mei 2024

Opini

Mengenang Penulis Kitab 'Al-Lubab' Kiai Fakhruddin dan Semangat Nasyrul Ilmi

Mengenang Penulis Kitab 'Al-Lubab' Kiai Fakhruddin dan Semangat Nasyrul Ilmi
Kitab 'Al-Lubab' karya Kiai Fakhruddin Demak (Foto: Istimewa)
Kitab 'Al-Lubab' karya Kiai Fakhruddin Demak (Foto: Istimewa)

Secangkir kopi panas yang sedari tadi menemani saya belum juga berkurang, tetiba bunyi nada whatsapp mengalihakan perhatian. Sembari menikmati akhirnya saya buka pesan itu, ternyata dari teman saya di kala S1, kang Yusuf. 

 

Ia memberi kabar bahwa Kiai Ahmad Fakhruddin, sang penemu metode cepat membaca kitab kuning 6 jam asal Demak itu telah berpulang. Sontak pahit kopi yang biasanya terasa nikmat itu seketika berubah hambar.

 

Mautul ‘Alim Mautul Alam. Ungkapan ini agaknya tepat untuk fenomena akhir-akhir ini. Mengapa demikian? Seakan tak ada jeda, kabar duka kapundutnya ulama untuk kembali kepada Allah SWT terus berdatangan. Belasan Ahlul Ilmi telah dipanggil ke haribaan sang pencipta hanya dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. 

 

Kabar ini disamping menyisakan duka, namun juga memunculkan kekhawatiran. Apakah kita sebagai generasi penerus, mampu melanjutkan perjuangannya? Melanjutkan kabar tadi, kang Yusuf kemudian bercerita pengalamannya kala itu.  

 

Sekitar tahun 2014 silam, ia bersama dengan temanya sowan menemui Kiai Fakhruddin di kediamannya. Sebelum berpamitan, tak disangka bahwa ia dihadiahi satu paket buku 'Al-Lubab' lengkap dengan kumpulan video pengajaranya. 

 

Sang kiai memberikan itu dengan cuma-cuma, sembari mengijazahkan kepada kang Yusuf; “Mas, ini buku silahkan dibawa, dan file kumpulan video ini silahkan dicopy. Silahkan pelajari dan ajarkan kepada siapapun yang membutuhkan asal jangan dikomersilkan”. Sebuah kehormatan bagi kang Yusuf menerima amanah itu. Namun, siapa sangka ternyata perjumpaanya kala itu menjadi yang pertama dan terakhir.

 

Berbekal dari wejangan itu pulalah akhirnya kang Yusuf yang sekarang mengajar di Ma’had ‘Aly Amtsilati Jepara ini kemudian menulis kitab At-Taysir fit-Tarjamah, sebuah kitab berbahasa Arab mengenai strategi menerjemahkan Arab-Indonesia. Semangat ini tentu juga berawal dari Kiai Fakhruddin yang sudah memberikan uswah khasanah terutama bagi generasi muda untuk terus mengembangkan tradisi keilmuannya.

 

Almarhum Kiai Fakhrudin penulis kitab 'Al-Lubab'

 

Buku Al-Lubab dan Semangat Nasyrul ‘Ilmi


Karya hebat yang ditinggalkan beliau adalah Buku Al-Lubab. Buku ini berjudul 'Al-Lubab Ala Thariq al-Barqi fi Ta’lim al-Kitab'. Buku ini merupakan penemuan penting dalam khazanah keilmuan pesantren, karena mampu menjadi alternatif metode cepat cara membaca kitab kuning hanya dalam waktu 6 jam.   

 

Buku yang ternyata disarikan dari kitab Al-Jurmiyah ini juga sudah disowankan ke almarhum Almaghfurlah KH Maimoen Zubair Rembang. Wasilah buku ini pulalah yang kemudian membawa Kiai Fakhruddin keliling Indonesia bahkan ke berbagai negara di ASEAN. 

 

Penulisan buku ini dilatarbelakangi oleh kegundahan beliau terhadap realitas santri. Masih banyaknya santri yang menganggap Nahwu dan Shorof menjadi momok dalam belajar lumrah ditemui.  Selain itu, karya ini juga lahir atas dorongan amanat gurunya yaitu almaghfurlah KH Ma’ruf Zubair Dahlan. 

 

Sekitar 9 hari sebelum wafat, beliau memberikan amanat kepada Kiai Fakhruddin untuk Nasyrul Ilmi dan Ta’awun dalam Tholabul ‘Ilmi. Nampaknya hal ini yang kemudian mendorong K Fakhrufdin menulis buku yang bertujuan untuk membantu para santri dalam memahami kitab-kitab salaf.

 

Mengenai semangat 'Nasyrul Ilmi', hal serupa juga diungkapkan oleh Gus  Yusuf dalam salah satu tausyiahnya beliau menuturkan bahwa 'Santri niku kapan wangsul nggadahi kewajiban sing jenenge Nasyrul Ilmi, mbeber ilmune Allah' (Santri itu ketika sudah pulang mempunyai kewajiban yang namanya Nasyrul Ilmi, menyebarkan ilmunya Allah).

 

Kemudian beliau menceritakan bahwa dahulu ayahnya (KH Chudlori). Ketika ada santri yang pamit pulang, pesanya hanya satu yaitu 'Pegang dampar'. Pegang dampar ini hanyalah pesan simbolik, maksudnya adalah wajib hukumnya bagi seorang santri untuk mengamalkan ilmu yang sudah didapatkanya ketika nyantri di pondok pesantren. Karena bagi beliau, mengamalkan ilmu Allah SWT adalah tanda dari ilmu itu menjadi barakah.

 

Teringat sekitar 7 tahun yang lalu ketika masih nyantri di PP Raudlatut Thalibin Tugurejo, Semarang. Kiai saya Abah Kholiq yang kala itu sedang menjelaskan kitab Riyadhus Salihin, tetiba di tengah ngaji memberikan pesan kepada kami para santri. Pesan itu pada intinya adalah ketika kami nanti sudah pulang ke rumah dan tempat masing-masing, untuk senantiasa mengamalkan ilmu yang sudah dipelajarinya. Tidak peduli itu di mushala, masjid, ataupun rumah karena itu merupakan bukti bahwa ilmunya manfaat.

 

Al-Lubab menjadi bukti semangat Nasyrul Ilmi dari Kiai Fakhruddin. Kisah perjumpaan kang Yusuf dan sang kiai juga menunjukkan bahwa beliau tidak pelit terhadap ilmu yang dimilikinya. Karya ini mampu menjadi alternatif lain bagi para santri untuk mempelajari cara baca kitab kuning dengan singkat. 

 

Buku ini juga menjadi bukti bahwa kiai Nusantara tidak hanya menggunakan dakwah bi al-lisan dan bi al-hall dalam menyebarkan ajaranya, melainkan juga menggunakan jalan lain di antaranya adalah bi al-kitabah. Semangat literasi yang di ajarkan oleh beliau seyogianya harus ditiru dan kemudian diteruskan, agar khazanah keilmuan yang sudah di awali oleh para kyai bisa terus diamalkan.

 

Mahmud Yunus Mustofa, adalah anggota Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Batang dan pengajar di PP An-Nahdliyah Banyuputih, Batang


Opini Terbaru