Oleh: Slamet Sukamto
Apakah ada keterkaitan antara seni, budaya, dan agama?
Secara istilah, agama adalah sistem peribadatan manusia kepada Tuhannya yang mencakup aspek ritual dan muamalah. Namun dalam praktiknya, agama tidak hanya hadir dalam bentuk doktrin dan perintah, melainkan juga melebur menjadi budaya luhur yang mengakar kuat di tengah kehidupan masyarakat.
Agama menjadi sempurna ketika nilai-nilainya membumi dalam tradisi, menjadi bagian dari kesadaran kolektif masyarakat. Nilai-nilai spiritual yang dahulu hanya berada pada tataran konsep dan teks, kini hadir dalam bentuk nyata: adat, kebiasaan, hingga seni pertunjukan. Ketika ajaran agama dipahami dan diamalkan dengan benar, maka ia akan menampakkan wajahnya dalam bentuk budaya yang adiluhung penuh kasih, menjunjung tinggi martabat, dan mengedepankan kebijaksanaan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (tradisi yang baik), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (QS. Al-A’raf: 199)
Dalam konteks ini, seni budaya menjadi salah satu saluran ajaran agama yang paling efektif dan membumi. Salah satu contohnya adalah kesenian Ebeg, seni pertunjukan tradisional yang berkembang di wilayah Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Pemalang dan sekitarnya.
Makna Tasawuf dalam Gerak Ebeg
Baca Juga
Budaya Sambang Orang Sakit
Dalam perspektif tasawuf, Ebeg bukan sekadar pertunjukan kuda lumping atau hiburan rakyat. Ia adalah simbol perjalanan spiritual manusia dalam mengelola hawa nafsunya.
Pada awal tarian, posisi Ebeg masih berada di antara selangkangan penari. Ini melambangkan kondisi manusia yang masih mampu mengendalikan nafsunya. Iringan gamelan dan tembang sinden menggambarkan gemerlap dunia yang menggoda tahta, harta, dan cinta, semuanya menguji batin manusia.
Namun, seiring meningkatnya irama musik dan kemerduan sinden, Ebeg pun terangkat ke dada bahkan kepala. Ini adalah perlambang ketika manusia mulai dikuasai hawa nafsu, hingga akhirnya kehilangan kendali. Di puncak pertunjukan, banyak penari mengalami kesurupan, bertingkah di luar kendali, menabrak sana-sini, tidak peduli lingkungan sekitarnya. Inilah simbol betapa bahayanya ketika nafsu sepenuhnya menguasai diri manusia.
Laku manusia yang tak lagi peduli akan etika, kemanusiaan, dan tanggung jawab sosial, digambarkan dalam kondisi kesurupan ini. Mereka bisa mencuri, korupsi, menipu, hingga berbuat zalim tanpa rasa empati. Ini adalah fase kejatuhan manusia yang paling dalam, di mana akal sehat telah tertutup nafsu yang membabi buta.
Menjelang akhir pertunjukan, sinden menyanyikan lagu berjudul "Eling-eling, wis tuwa balia maning," yang berarti: "Ingatlah, kita sudah tua, kembalilah ke jalan yang benar." Lagu ini menjadi pengingat agar manusia kembali sadar, kembali eling, bahwa kematian bisa datang kapan saja, dan kehidupan bukan semata-mata soal kenikmatan duniawi.
Ritual penyembuhan oleh sang dalang menjadi simbol doa dan permohonan kepada Allah agar manusia senantiasa diberi petunjuk dan kekuatan dalam mengendalikan hawa nafsu.
Warisan Budaya yang Penuh Nilai
Kesenian Ebeg adalah warisan budaya yang sarat makna dan nilai-nilai luhur. Di dalamnya tersimpan filosofi kehidupan, spiritualitas, serta nasihat moral yang dalam. Ia bukan sekadar tontonan, tapi juga tuntunan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Thabrani)
Ebeg menjadi salah satu bentuk manfaat tersebut. Ia adalah media dakwah kultural, ajang sosialisasi, sekaligus sarana refleksi spiritual di tengah masyarakat modern yang semakin individualistik.
Di tengah arus budaya global yang kerap melenakan, kesenian seperti Ebeg layak dilestarikan sebagai bagian dari jati diri bangsa. Keindahan gerak, harmoni musik, dan kedalaman makna spiritualnya adalah bukti kecerdasan para leluhur dalam mengejawantahkan nilai-nilai agama ke dalam bentuk yang membumi.
Mari kita rawat dan lestarikan seni budaya lokal sebagai bagian dari benteng moral bangsa dan sebagai warisan spiritual yang tak ternilai.
Terpopuler
1
Enam PAC ISNU Dilantik, ISNU Pekalongan Siap Jadi Garda Terdepan Moderasi dan Persatuan
2
ISNU dan BPIP Gelar Seminar Nasional, Bahas Aktualisasi Nilai Ketuhanan dan Moderasi Beragama
3
MI Tahassus Ma’arif NU Pedan Ukir Prestasi dan Teguhkan Komitmen Pendidikan Karakter
4
Rais Syuriyah PWNU Jateng dan FKDT Tegas Tolak Full Day School, Demi Eksistensi Madrasah Diniyah
5
Khutbah Jumat: Pentingnya Menjaga Shalat Lima Waktu
6
5,5 Juta Antrean Berangkat Haji, BP Haji Siapkan Langkah Audit Data Antrean
Terkini
Lihat Semua