• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 18 Mei 2024

Opini

KH Agus Sunyoto Luruskan Keraguan terhadap Keberadaan Wali Songo

KH Agus Sunyoto Luruskan  Keraguan terhadap Keberadaan  Wali Songo
Ilustrasi
Ilustrasi

Kondisi geografis Indonesia yang begitu beragam menjadikan adanya perbedaan baik suku, agama, ras, maupun adat istiadat. Keberagaman ini tentunya menimbulkan banyak paradigma baru yang berdampak pada munculnya banyak opini yang berbeda baik dalam hal aqidah maupun syariah. Menurut KH Agus Sunyoto sebagaimana ditulisnya di dalam buku “Atlas Wali Songo” terdapat berbagai fakta kekeliruan dalam sebagian masyarakat yang meragukan keberadaan Walisongo.  


Dalam buku tersebut memang KH Agus Sunyoto tidak secara langsung membahas secara detail tentang  Wali Songo, namun menceritakan  dari mana nenek moyang penduduk Kepulauan Nusantara berasal. Hal ini sangat penting dan harus kita ketahui  mengingat ada beberapa orang merasa  ragu terhadap kebenaran ada tidaknya Walisongo.


KH Agus Sunyoto di dalam buku itu menulis  bahwa sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia berusaha dipelintir oleh oknum tertentu yang tampak bermaksud  menghilangkan jejak Wali Songo. Salah satu buktinya adalah tidak dicantumkan sedikitpun perihal Wali Songo di dalam buku Ensiklopedia terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve. 


Secara nalar, jika Wali Songo tidak pernah ada, bagaimana mungkin berbagai tempat yang diyakini sebagai makam mereka, masih diziarahi oleh umat Muslim Indonesia hingga saat ini ?  Dalam buku “Atlas Wali Songo”, sang penulis menjelaskan bagaimana Islam disebarkan dengan cara yang amat rapi, terstruktur, sistematis, merasuk kedalam budaya masyarakat Nusantara saat itu yang dikenal memiliki karakter yang cenderung kaku. Namun, dengan penyebaran  ajaran Islam yang begitu indah oleh Wali Songo  menjadikan agama Islam sebagai agama mayoritas yang dominan di negeri ini. 


Ketika kita flasback ke sejarah, kita tahu bahwa agama penduduk pribumi sebelum masuknya agama Hindhu dan Budha adalah animisme dan dinamisme. Dinamisme merupakan  sebuah aliran kepercayaan yang menuhankan benda-benda. Sedang animisme merupakan  kepercayaan terhadap leluhur. Namun menurut buku “Atlas Wali Songo” ini ternyata kepercayaan animisme dan dinamisme tersebut merupakan kepercayaan yang disebut Kapitayan, dengan tata cara bersembahyang mengikuti ajaran khusus.


Setelah membahas asal muasal penduduk Nusantara, kondisi budaya dan agama saat itu, kemudian sang penulis menjelaskan awal penyebaran agama Islam sebelum masa Wali Songo seperti Fatimah binti Maimum, Syaikh Syamsudin al-Wasil, Syaikh Datuk Kahfi, dan lain-lain. Semua tokoh dibahas dengan detail lengkap dengan penjelaasan dari berbagai versi sumber. Bab ketiga buku itu  menjelaskan kondisi kerajaan Nusantara terbesar di masa itu, yaitu kerajaan Majapahit sebelum penyebaran agama Islam oleh Wali Songo. 


Penyebaran agama Islam tersebut menandai semakin kendornya kekuasan Majapahit di mana banyak pejabat kerajaan Majapahit memeluk agama Islam. Mereka tidak dilarang untuk memeluk agama Islam namun mereka malah diberi daerah kekuasaan sendiri. Dari kebijakan seperti inilah akhirnya menjadi bumerang bagi kerajaan Majapahit dan terjadi perebutan kekuasaan.


KH Agus Sunyoto juga meluruskan beberapa fakta kekeliruan terkait kerajaaan Islam pertama yang ada di Pulau Jawa. Benarkah kerajaan Demak sebagai kerajaan pertama di Pulau Jawa?  Ternyata salah, menurutunya. 
Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa adalah kerajaan Lumajang. Jika kerajaan Demak berdiri sekitar abad ke-15. Justru berdasarkan sisa-sisa artefak dan ideofak kerajaan Lumajang berdiri sekitar abad ke-12, dan kerajaan Demak merupakan kerajaan nomer lima di Jawa setelah Lumajang, Surabaya, Tuban, dan Giri. 


Dijelaskan dalam  bab 3 buku itu bahwa kerajaan Lumajang berada di bawah kekuasaan Tumampel (Singasari). Penyebaran agama Islam yang dilakukan Wali Songo memiliki sejarah kebudayaan yang penting dan bermakna karena strateginya dalam  penyebaran agama Islam.


Walisongo berhasil mengislamkan penduduk Nusantara dengan metode yang lengkap termasuk melalui jalur politik, pendidikan, budaya, hingga pernikahan. Terhadap setiap karakter, Wali Songo memiliki cara ataupun metode dakwah tersendiri yang berbeda-beda. Dalam  buku itu  juga diungkapkan bagaiman asal-usul, nasab, serta gerakan dakwah masing-masing wali. 


Dari berbagai strategi dan metode dakwah yang dilakukan Wali Songo dalam menyebarluaskan agama Islam, jalur budaya tentunya tidak bisa kita lupakan begitu saja. Berbagai adat istiadat yang dikembangkan memiliki nilai spiritual dan makna religius sehingga tetap dilestarikan hingga saat ini. 


Disebutkan juga pada bab akhir buku itu terkait pola pendidikan pesantren yang sangat berpengaruh besar terhadap proses Islamisasi penyebaran agama Islam di Nusantara di samping dakwah melalui jalur kesenian. Pesantren sendiri merupakan hasil asimilasi budaya pendidikan Hindhu-Budha dengan Islam. Hal ini merupakan suatau fakta sebab, pesantren tidak dikenal di negara-negara lain selain di Indonesia.


Jika kita lihat dari berbagai peninggalan kebudayaan Islam yang diwariskan oleh Wali Songo, serta bukti yang menjadi pendukung keberadaan  Wali Songo, lalu apakah kita sebagai umat Muslim masih ragu dengan hal tersebut ? 


Secara logika jika Wali Songo tidak ada lalu dari manakah hasil perpaduan kebudayaan seperti peninggalan tradisi-tradisi yang sudah mengakar kuat di masyarakat? Dari mana adanya budaya pewayangan, tempat ziarah makam Wali Songo yang kini semakin banyak didatangi para peziarah sebagai ikon wisata religi yang mampu memberikan banyak kemanfaatan baik dalam bidang ekonomi, sodial, budaya, maupun pendidikan? 


Melalui buku “Atlas Walisongo” pembaca diberi peluang untuk memperoleh pemahaman dan penjelasan mengenai berbagai hal berkaitan dengan agama Islam di Nusantara dan strategi metode penyebaran  yang dilakukan oleh Wali Songo sesuai dengan kebudayaan setempat. Iitulah sebabnya mengapa perjuangan sepak terjang Wali Songo selalu dikenang hingga sampai saat ini dan makam-makamnya selalu ramai diziarahi.

 

Iis Narahmalia,  mahasiswi PG MI STAINU Temanggung, Jawa Tengah; dapat dikontak melalui  [email protected]

 


Opini Terbaru