• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 17 Mei 2024

Opini

Piramida Fiqih

Piramida Fiqih
Generasi muda dalam sebuah kegiatan diskusi keagamaan . (NU Online)
Generasi muda dalam sebuah kegiatan diskusi keagamaan . (NU Online)

Pada dasarnya fiqih merupakan hasil ijtihad ulama terhadap persoalan yang terjadi (waqi'iyyah) di dalam masyarakat terkait dengan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits dengan metode yang telah disepakati para ulama. Metode ijtihad yang disepakati para ulama tersebut adalah sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya, baik ketika berada di Makkah selama 13 tahun  maupun di Yatsrib (Madinah) selama 10 tahun. 


Misalnya yang sangat populer, ketika Rasulullah SAW mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal untuk menjadi pemimpin di Yaman, Rasulullah SAW bertanya kepada Mu'adz, "dengan apa engkau memutuskan perkara umat?" Sahabat Mu'adz menjawab, "akan aku putuskan dengan Al-Qur'an". Rasulullah SAW bertanya, "jika di dalam Al-Qur'an tidak engkau temukan, akan engkau putuskan dengan apa?" Mu'adz menjawab, "akan aku putuskan dengan sunnah-sunnah Rasulullah SAW". Rasulullah SAW bertanya lagi, "jika engkau tidak menemukan, bagaimana engkau mengambil keputusan?" Mu'adz menjawab, "akan aku putuskan dengan pendapatku." Kemudian Rasulullah SAW membenarkan sikap salah seorang sahabatnya itu. 


Pada suatu ketika, Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabatnya yang hendak bepergian, "jangan lah kalian mengerjakan shalat Ashar kecuali telah sampai di perkampungan Bani Quraidhah." Ketika dalam perjalanan, para sahabat Nabi tersebut mengetahui bahwa sudah tiba waktu Ashar. Kemudian ada sebagian sahabat yang mengerjakan shalat Ashar dalam perjalanan, dan ada pula sebagian sahabat yang shalat Ashar ketika sudah sampai di perkampungan Bani Quraidhah, sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW. Setelah itu ada yang melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad SAW, dan Nabi SAW tidak menegur sahabatnya yang shalat Ashar di tengah perjalanan.


Ketika bulan Ramadhan, ada seorang sahabat yang berhubungan badan dengan istrinya, kemudian melaporkan kejadian ini kepada Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW memerintahkan kepada sahabatnya itu agar berpuasa berturut turut selama dua bulan. Sahabatnya itu mengatakan, "bagaimana mungkin saya kuat ya Rasulullah, puasa sebulan saja saya tidak kuat." Kemudian Rasulullah SAW memberikan perintah, "kalau begitu engkau harus memberikan makan kepada enam puluh orang miskin." Sahabat tersebut mengatakan, "maaf ya Rasulullah, saya tidak memiliki bahan makanan tersebut." Kemudian Rasulullah SAW memberikan hadiah bahan makanan kepada sahabatnya itu untuk diberikan kepada enam puluh orang miskin. Seorang sahabat itu mengatakan, "Ya Rasulullah, yang miskin di daerah ini hanya saya." Kemudian Rasulullah SAW menyampaikan "ya sudah bahan makanan itu untukmu".


Contoh lainnya, ketika masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab r.a. ketika tertangkap seorang pencuri, Khalifah Umar tidak menghukumnya dengan potong tangan sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur'an, karena Sahabat Umar berkesimpulan bahwa ada hal yang memaksa seorang pencuri itu mencuri, sehingga Sahabat Umar memberikan keringanan atau ruhsah.


Berangkat dari beberapa kejadian tersebut piramida atau segitiga emas fiqih adalah dalil Nash atau Naqli (Al-Qur'an dan Al-Hadits) yang menempati posisi teratas. Kemudian di bawahnya adalah dalil aqli atau akal yang menempati di bawah dalil Naqli. Dan yang paling bawah adalah peristiwa atau kejadian (waqi'iyyah).


Ketiga komponen tersebut saling terkait dalam ijtihad yang dilakukan oleh para ulama. Hanya ulama lah yang diberikan ilmu secara mendalam tentang tiga hal prinsip  tersebut. Memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits harus menggunakan ulum Al-Qur'an dan ulum Al-Hadits. Dalam mempergunakan akal harus dengan ilmu mantiq atau logika, agar tidak keliru dalam berpikir. Para ulama mujtahid telah merumuskan secara sistematis, logis, dan empiris ke dalam ilmu ushul fiqih dan qowaidul fiqhiyah. Kedua ilmu inilah yang dikenal dengan metode atau manhaj dalam istinbat.


Sedangkan memahami realitas yang terjadi harus menggunakan ilmu sejarah, ilmu sosial, ilmu politik, ilmu kesehatan, ilmu budaya dan disiplin ilmu lainnya yang bermanfaat untuk memahami realitas yang terjadi dalam masyarakat secara teliti dan tidak tergesa mengambil kesimpulan, sebelum diuji tingkat validitasnya.


Para ulama sering berbeda pendapat dalam memutuskan hukum suatu masalah. Perbedaan ini bisa diakibatkan perbedaan dalam memahami dalil Naqli. Bisa juga karena perbedaan dalam menggunakan metode berpikir atau dalil aqli, dan bisa juga karena perbedaan pemahaman terhadap fakta atau data tentang suatu peristiwa yang  dibahas. 


Ulama Ahlussunnah wal Jamaah mengambil sikap hati-hati. Karena itu mereka tidak jarang bermusyawarah dan istikharah mohon petunjuk kepada Allah Ta'ala untuk mengambil keputusan hukum. Bahkan juga menelusuri kitab-kitab ulama terdahulu sebagai ta'bir atau rujukan dalam mengambil kesimpulan atau biasa disebut qauli.


Tentunya orang Islam yang tidak termasuk kategori ulama, sebagaimana diri penulis, tidak memiliki otoritas melakukan ijtihad. Bagi orang Islam yang masih awam tinggal mengikuti saja hasil ijtihad dari ulama. Bagi orang Islam yang sudah mengerti argumentasi atau dalilnya disebut itba'  kepada ulama. Kalau belum mengetahui dalilnya disebut taklid. Karena itu sebagai umat Islam diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW agar terus belajar selama hayat masih dikandung badan, karena risikonya tidak kecil bila pendapat kita yang keliru diikuti dan dilakukan orang lain. Bukankah hati, pendengaran dan penglihatan, akan diminta tanggungjawabnya?


Semoga kita mendapatkan hidayah, taufiq, dan inayah Allah Ta'ala lantaran syafaat Rasulullah SAW, dan kasih sayang para ulama dan hukama', amin. Wallahu a'lam.


Mohamad Muzamil, pemerhati masalah agama

 


 


Opini Terbaru