Menjemput Haji Mabrur, Menjadi Agen Perubahan Sosial dan Spiritual
Rabu, 2 Juli 2025 | 12:30 WIB
Mufid Rahmat
Kolomnis
Oleh: Mufid Rahmat
Alhamdulillah, sebagian jamaah haji Indonesia telah kembali ke tanah air. Mereka pulang ke pangkuan keluarga, kembali menapaki rutinitas kehidupan sosial, setelah menunaikan ibadah rukun Islam kelima di Tanah Suci. Sejak keberangkatan hingga kepulangan, gema haru dan sukacita senantiasa mewarnai langkah mereka. Tetes air mata, peluk haru, dan doa-doa yang mengalir deras mengiringi perjalanan spiritual yang panjang dan penuh makna ini.
Mereka disambut bak pahlawan, bagai mujahid yang baru pulang dari medan laga. Gelar "haji" yang kini melekat tak sekadar titel, tetapi juga harapan besar: harapan menjadi pribadi yang lebih bersih, lebih tawadhu, lebih khusyuk, dan lebih peduli pada sesama. Doa-doa pun mengalir deras kepada mereka, karena diyakini, doa jamaah haji baik yang akan berangkat maupun yang baru kembali memiliki kekuatan luar biasa, menembus langit tanpa sekat.
Air zamzam, kurma, pernak-pernik khas Tanah Haram yang dibawa pulang, bukan hanya oleh-oleh biasa. Ia simbol keberkahan, menjadi bagian dari budaya spiritual masyarakat kita yang mendambakan jejak-jejak suci dari tanah para nabi.
Namun, haji sejatinya bukan akhir dari perjalanan spiritual. Ia justru menjadi awal dari ujian baru: ujian konsistensi.
Haji dan Ujian Konsistensi
Menunaikan ibadah haji adalah soal keberanian. Keberanian untuk menjawab panggilan Allah meski merasa diri penuh dosa. Keberanian untuk melangkah, meski merasa belum layak menyandang gelar tamu Allah. Bahkan, ada yang ciut karena merasa tak pantas, atau enggan karena takut hartanya berkurang. Padahal, haji bukan sekadar seremonial. Ia adalah medan transformasi diri.
Ada ungkapan populer: "Haji tomat, tobat saat berangkat, kumat setelah pulang." Sebuah kritik jenaka namun menggugah, yang mencerminkan lemahnya konsistensi spiritual pasca-haji. Maka, yang menjadi tolok ukur bukan semata keberangkatan ke Makkah, melainkan perubahan pasca kepulangan. Inilah esensi dari haji mabrur.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Al-hajjul mabruru laisa lahu jaza’un illal jannah.”
“Haji yang mabrur itu tidak ada balasan baginya selain surga.”
Di hadits lain, Nabi SAW bersabda:
“Suila an-Nabiyyu ‘an birril hajj, fa qaala: Ith’amut tha’am wa thibbul kalam.”
“Nabi ditanya tentang tanda haji mabrur, beliau menjawab: Memberi makan dan berkata yang baik.”
Dari sini kita belajar, tanda haji mabrur bukanlah tampilan luar, melainkan konsistensi dalam bertutur santun (thibbul kalam), menebar kedamaian (ifsyus salam), dan berbagi dengan sesama (ith’amut tha’am). Haji mabrur adalah proses internalisasi nilai-nilai spiritual ke dalam praktik hidup sehari-hari, baik dalam hubungan vertikal dengan Allah maupun horizontal dengan manusia.
Haji dan Harapan Peradaban
Kita hidup di tengah masyarakat yang sedang menghadapi banyak tantangan: sosial, ekonomi, bahkan spiritual. Maka, kehadiran para haji baru menjadi harapan. Harapan akan munculnya agen perubahan yang tak hanya saleh secara individual, tetapi juga berdampak secara sosial. Mereka diharapkan mampu menjadi penggerak transformasi sosial yang menyejukkan dan solutif.
Haji bukan sekadar ritual pribadi. Ia adalah investasi sosial, yang semestinya mengalirkan manfaat seluas-luasnya. Jika para haji mampu menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam laku keseharian—dengan akhlak mulia, kepedulian sosial, dan semangat kolaborasi—maka ia telah menjadi perpanjangan tangan rahmat Tuhan bagi sesama.
Mari kita sambut para jamaah haji dengan penuh doa dan harapan. Semoga mereka menjadi pribadi-pribadi yang istiqamah dalam kebaikan, terus tumbuh dalam keimanan, dan senantiasa menjadi inspirasi perubahan di tengah masyarakat. Semoga mereka menjadi cerminan dari doa yang kita panjatkan bersama:
“Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah wa fil-aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar.”
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.”
Selamat datang para jamaah haji. Jadilah lentera perubahan sosial dan spiritual umat.
Terpopuler
1
MI Ma’arif NU Al Falah Karangnongko Klaten Tekankan Pendidikan Karakter dan Hidup Sederhana
2
Harlah ke-75 Fatayat NU Wonosobo, Dorong Kader Jadi Perempuan Cantik Hati dan Berdaya
3
GP Ansor Kabupaten Pemalang Gelar Konfercab, Kukuhkan Regenerasi dan Penguatan Peran Strategis Pemuda
4
Siti Aminah Kembali Pimpin PR Fatayat NU Kedungwaru Kidul Demak Masa Khidmah 2025-2028, Siap Perkuat Kaderisasi di Periode Kedua
5
JQHNU Wonosegoro Boyolali Perkuat Hafalan dan Silaturahmi Lewat Rutinan
6
PCNU Purworejo Lantik Ratusan Pengurus, Tegaskan Khidmat di NU sebagai Jihad
Terkini
Lihat Semua