• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Opini

Menanti Para Punggawa PBNU 2021-2026

Menanti Para Punggawa PBNU 2021-2026
Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Tsaquf terpilih pada Muktamar ke-34 NU di Lampung (Foto: Ilustrasi)
Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Tsaquf terpilih pada Muktamar ke-34 NU di Lampung (Foto: Ilustrasi)

Hiruk pikuk tentang beredarnya nama, antara siapa dan dari mana, adalah sebuah bukti bahwa para santri Nahdlatul Ulama (NU) sangatlah banyak stok untuk mengabdikan diri berkhidmah terhadap NU peninggalan para masasyikh muasis. Lebih sepekan tim formatur untuk mengumpulkan perbendaharan kader yang dirasa mampu dan mempunyai niat tulus berkhidmah. Atau ada kemungkinan lain yang mengakibatkana spekulasi beberapa pengamat seperti Ahmad Djazuli yang cenderung lebih menekankan pada otoriterisme pimpinan untuk mengambil alih semua kebijakan dan kekuasaan bukan beroreantasi pada pengabdian dan yang menjadi pertimbangan khusus para kiai (masyasikh).


Saudara Ahmad Jazuli dalam tulisannya yang diterbitkan tribunnews.com edisi Jumat 7 Januari 2022 mengurai rais aam dan ketua umum adalah penguasa sedang susunan pengurus adalah para cantrik yang menjadi alat penguasa, sehingga pandangan beliau hanya sampai pada epistimologi yang mempengaruhi teorinya,  belum sampai pada teori metafisika. Yang jelas teori ini sangat mempengaruhi pengambil pola pengambil keputusan para kiai.

 

Baca juga:

Untung Rugi "The Winner Take All" dalam Formasi Kepengurusan PBNU Gus Yahya Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Untung Rugi "The Winner Take All" dalam Formasi Kepengurusan PBNU Gus Yahya, https://www.tribunnews.com/tribunners/2022/01/07/untung-rugi-the-winner-take-all-dalam-formasi-kepengurusan-pbnu-gus-yahya



Antara Pengabdian dan Penguasa


Taushiyah Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh yang tidak henti-henti mengingatkan pada semuanya di NU itu berkhidmah. Orang berkhidmah itu tidak harus jadi pengurus NU. Ketulusan tiap menyampaikan wasiyat ini, dari semua tingkatan di jajaran pengurus NU di Jawa Tengah sangat mengingatnya, sehingga sudah menjadi sifat yang malakah terhadap dawuh itu.


Tanpa mengurangi hormat pada PWNU lain, penulis akan menunjukkan prestasi yang dianggap sepele tetapi sangat penting untuk sebuah kemandirian NU. Tanpa harus bersuara lantang di semua media Jawa Tengah telah mendahului start kemadirian NU. Terbukti pemgumpulan koin NU pada Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Jateng yang begitu masif di semua PCNU,  Rais PWNU Jawa Tengah dalam berbagai kesempatan menyatakan jangan di lihat pendapatannya tetapi koin ini sebuah bentuk konsolidasi terhadap warga NU dan rasa memiliki terhadap NU sebagai bukti santri kiai NU. Pada lain program kemandirian NU telah membina kelompok-kelompok tani dalam wadah 'Kelompok Tani Sarwo Tulus' sebagai wujud mengatasi kelangkaan pupuk kimia dengan harga selangit dan mengembalikan kontur tanah, maka pertanian organik menjadi prioritas pembinaan terhadap para petani Nahdliyin. Semua sektor digerakkan untuk membuktikan pengabdiannya terhadap NU. Bukan rebutan kue atau menginginkan untuk sebuah jabatan tanpa adanya bukti kerja kongkrit.


Berbeda dengan saudara Ahmad jazuli yang memandang menjadi pengurus sebuah prestis sehingga analisa cederung realitas epistimologi mengesampingakan realiatas mitafisika yang menjadi dasar ideologi Ahlussunnah wal jamaah. Maka akan menjadi benturan pada level tertentu kalau pengurus NU adalah penguasa yang akan merebut semua.


Membaca Realitas


Ketika resolusi jihad di maklumatkan oleh Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari melihat tentara sekutu pimpinan Inggris dalam sejarah sebelumnya pasukan Inggris tidak pernah terkalahkan dengan senja canggih punya strategi perang dan tentara yang terlatih, tetapi dapat dikalahkan dengan para 'Laskar Santri' yang hanya bersenjata parang dan bambu runcing, tetapi semangat berkobar melawan penjajah dengan sam'an wathaatan dapat mengusir tentara sekutu. Atau para sahabat yang jumlahnya hanya sekitar 300 orang, tetapi mengalahkan 1000 musyrikin dalam perang badar adalah realitas mitafisika. Secara epistimologi, antologi realitas ini tidak akan pernah terjadi, tetapi para kiai karena kedalaman keruhaniyahannya mampu menjawab bahwa Qulillahulmulki tu'ta mulka man tasya'


Husnudzan terhadap Para Kiai


Nahdlatul Ulama yang dididirikan oleh para kiai yang tabahur dalam keilmuan, tawaru' dalam menyikapi dunia, jauh dari kepentingan sesaat atau pragmatis adalah sebuah jimat tersendiri bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan cuma para santri dari alumni pesantren tertentu tapi NU ini didirikan untuk NKRI.


Bagi penulis menganalisa keputusan para kiai adalah sebuah tindakan su'ul adab, apalagi menulis yang cenderung mengupas kesungguhan para kyai dalam mengambil sikap untuk kemashlahatan ammah. Sehingga menimbulkan spekulasi yang akan mendorong timbulnya rasa su'udzan terhadap para masyayikh. Apalagi terekspos pada media massa membeberkan semua hiruk pikuk yang kebenaranya masih persangkaan merupakan bukti tidak bijaknya kurang ta'dzim terhadap para kiai yang terpilih.


Penutup


Biarlah para kiai memutuskan persoalan ummat dengan melakukan berbagai upaya tersendiri tanpa terecoki oleh opini atau spekulasi analisa yang belum tentu benarnya agar kejernihan hati dalam memutuskan tidak ternodai. Mekanisme menyusun kepengurusan sudah diatur oleh AD/ART NU dan telah terpilih semua anggota formatur berdasarkan kesepakatan muktamirin, kita tunggu saja hasilnya. Semoga sukses semuanya. Wallahu A'lam Bis Shawab



H Munib Abd Muchith, alumni Lirboyo 1992, alumni PP Al-Itqon Bugen, Kota Semarang, Wakil Katib PWNU Jateng 


Opini Terbaru