• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 2 Mei 2024

Opini

MUKTAMAR KE-34 NU

Perjuangan Belum Selesai

Perjuangan Belum Selesai
Ketua Umum PBNU terpilih Gus Yahya (kanan) saat sungkem ke Kiai Said Aqil Siroj (Foto: Ilustrasi)
Ketua Umum PBNU terpilih Gus Yahya (kanan) saat sungkem ke Kiai Said Aqil Siroj (Foto: Ilustrasi)

Seperti yang telah dipaparkan penulis sebelumnya dalam judul soal muktamar di lampung, tidak ada yang gawat gus, endingnya semua terpukau dengan kedalaman Ilmu Kiai Said menerima kekalahannya dan sikap Gus Yahya menunjukkan kepribadian santri menyikapi kemenangan. Tidak ada yang aneh dari semua yang diperlihatkan oleh keduanya karena gemblengan yang ditempa di pesantren demikian adanya. Jabatan bukan tujuan tapi kesungguhan berkhidmah pada NU adalah thariqah dari keduanya, sehingga yang kalah tidak putus asa dan yang menang tidak jumawa. Ini sebuah keteladan untuk bangsa dan negeri ini.


Sikap atau watak kepribadian yang sesungguhnya ditanamkan oleh para kiai pesantren yang terbangun dalam pribadi yang bersungguh sungguh ini yang disebut dengan zuhud. Tahapan-tahapan ini harus ditempa dengan keilmuan yang mendalam dan dimiliki oleh pribadi orang shaleh yang dikehendaki oleh Allah SWT.


Membangkitkan Lagi Ruh Perjuangan


Kedalaman ilmu yang dimiliki kedua tokoh ini, setidaknya dibrekdown pada seluruh elemen strultural kepengurusan yang akan dilengkapi oleh rais aam dan ketua umum PBNU terpilih. Sehingga dapat mewujudkan cita-cita yang para muasis NU yang tercermin dalam qanun asasi dalam mewujudkan mabadi khaira ummah. Tidak akan pernah terwujud cita-cita yang sesungguhnya kalau kabinet atau susunan pengurus yang akan membantu kedua mandatori muktamar tidak memahami secara sungguh-sungguh dalam berkhidmah pada NU, maka sudah menjadi keharusan keduanya mencari tangan-tangan panjang untuk mewujudkan cita-cita kemandirian.


Struktur pengurus yang menjadi tanggung jawab keduanya harus menampakkan kepribadian yang berkomitmen tinggi menitikberatkan perjuangan untuk membangkitkan kembali jamiyah NU bukan sekadar mememuhi kuota atau asal comot. Kebangkitan untuk sebuah organisasi besar ini tidak akan pernah terjadi kalau kesungguhan dalam berjuan hanya sekadar namanya nepal atau para pengurus NU selebritis (meminjam istilah rais PWNU Jateng), yang pada akhirnya menjadi pengurus yang jadi urusan, bukan pengurus yang bekerja untuk NU tapi nempel atau mejeng saja.


Semua pengurus yang akan terpasang harus melalui tahapan seleksi yang ketat utamanya pengurus harian baik syuriyah atau tanfidziyyah dan siap menandatangani pakta intregitas.


Kezuhudan atau Kepribadian yang Wara


Akhir dari perhelatan akbar perjuangan yang panjang dan melelahkan bagi para tim sukses, telah terbayar dengan kesuksesan, ini yang tampak di permukaan. Namun perjuangan belumlah usai bagi rais aam dan ketua umum terpilih. Sebab masing-masing tim sukses tidak akan begitu saja rela lepas, walau ada yang hanya sekadar mengantar, tetapi banyak yang berharap untuk menduduki sebuah jabatan tertentu dan ini yang harus diwaspadai dan diseleksi tidak serta merta diterima. Kepribadian yang tiap langkah dan perkerjaan mendapatkan upah atau membidik sebuah jabatan ini jauh dari watak para muasis NU dan kewaspadaan bagi keduanya harus jeli dan selektif.


Sebagai wujud pribadi yang wara atau shaleh tiap perjuangan tidak harus mendapatkan bagian tetapi semua dilandasi keikhlasan tanpa tendensius. Keinginan yang berlebihan adalah ambisius yang pada perjalanan perjuangan NU akan tersandra dengan perilaku yang buruk, maka untuk mewujudkan kemandirian NU jauh api dari panggang.


Penutup


Penulis berkeyakinan bahwa siapa-siapa yang bersungguh-sungguh di jalan kebenaran maka akan ditunjukkan jalan apapun bentuk dan wujudnya. Jalan itu adalah thariqul haqqi kebenaran yang absolut bukan pragmatisme yang akan merusak nilai luhur para muassis yang akan menjadi anasir belaka. Dan landasan pijakanya adalah ketulusan dalam perjuangan menghantarkan NU sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar yang berikhtiar untuk kemandirian bukan terkooptasi oleh perilaku personal dan partai politik itu saja. Wallahu a'lam bis shawab



H Munib Abd Muchith, alumni Pesantren Al-Itqon Bugen, Kota Semarang dan Wakil Katib PWNU Jateng


Opini Terbaru