Warisan Keilmuan: Dua Karya Favorit KH. Hasyim Asyari Menurut Gus Kikin
Ahad, 6 Oktober 2024 | 08:00 WIB
Jombang, NU Online Jateng
Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari adalah ulama besar dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat produktif dalam menulis kitab. Karya-karyanya mencakup berbagai bidang, seperti fiqh, tasawuf, dan pendidikan, yang tidak hanya berfungsi sebagai pedoman praktis bagi umat Islam tetapi juga memberikan wawasan mendalam tentang ajaran Islam.
Beliau dikenal karena kemampuannya mengintegrasikan pemikiran tradisional dengan konteks sosial dan budaya Indonesia, sehingga menjadikan karya-karyanya relevan dalam menghadapi tantangan zaman. Beberapa karya terkenalnya, seperti "Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah" dan "Iqrâ Al-Azhar," menunjukkan kedalaman pemahamannya terhadap ilmu agama dan komitmennya terhadap pembaruan pemikiran.
Selain menghasilkan banyak karya, Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari juga mendirikan pesantren dan lembaga pendidikan yang mengedepankan kurikulum berbasis kitab-kitab yang ditulisnya. Melalui tulisan-tulisannya, ia menciptakan sumber belajar yang berharga bagi generasi penerus dan mendorong pentingnya pemahaman kontekstual dalam menerapkan ajaran Islam. Karya-karya beliau tidak hanya memberikan dampak historis yang signifikan pada generasi saat itu, tetapi juga tetap relevan dan terus dipelajari oleh para ulama dan santri hingga saat ini, menjadikannya salah satu tokoh penting dalam perkembangan Islam di Indonesia.
Dalam acara wisuda ke-10 Ma’had Aly Hasyim Asy'ari, (15/09/24) KH Abdul Hakim Mahfud, selaku pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng dan cicit dari Hadratussyaikh Hasyim Asyari, menyatakan bahwa banyak tulisan Hadratussyaikh yang telah diterbitkan hingga sekarang. Namun, ia menekankan pentingnya mempertanyakan seberapa jauh kita dapat mempelajari, memahami, dan mengamalkan karya-karya beliau. Lantas ia mengungkapkan bahwa ada dua kitab yang sangat penting, yaitu Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Adabul Alim wal Muta'allim, yang perlu diperhatikan.
“Begitu banyak tulisan-tulisan Hadratussyaikh yang dibukukan hingga sekarang, namun, sejauh mana kita bisa mempelajari, dan memahami apalagi mengamalkan tulisan tulisan beliau? Bagi saya ada dua kitab yang sangat penting: Pertama Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah, kemudian Adabul Alim Wal Mutaalim," terang Gus Kikin
Menurut Gus Kikin, dua kitab tersebut sangat terkenal dan memiliki signifikansi besar bagi masyarakat. Ia menjelaskan bahwa Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah menjadi favorit karena kitab ini menggarisbawahi prinsip-prinsip penting dalam ajaran Islam yang mendorong persatuan dan pemahaman yang benar mengenai aqidah. Sementara itu, Adabul Alim wal Muta'allim dianggap krusial karena mengajarkan etika dan adab dalam belajar dan mengajar, yang sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang baik. Dengan demikian, kedua kitab ini tidak hanya menjadi rujukan dalam aspek keagamaan tetapi juga dalam membangun karakter masyarakat yang berakhlak mulia.
“Kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah ditulis pada Tahun 1921 di saat organisasi Islam terbesar Indonesia Saat itu, yakni Sarekat Islam (SI) mengalami permasalahan dan Perpecahan. Pada kekacauan yang terjadi, di antara Kelompok modernis dan tradisionalis, Tjokroaminoto Berusaha mengerahkan usahanya Untuk Mengkonsolidasikan umat Islam, sehingga diadakan Kongres Islam di Cirebon pada tahun 1921. Pada detik Itu pula, Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari Menulis kitab Risalah Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah itu. Tujuan dari penulisan kitab tersebut, tak lain adalah Untuk memberi bimbingan pada umat Islam Indonesia Agar terhindar dari paham radikal yang mulai merambah Bumi Indonesia pada awal tahun 1912 tersebut” Jelas Kiai asal Jombang tersebut.
Kitab kedua dari Hadratussyaikh yang disebutkan oleh KH Abdul hakim Mahfud adalah kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim.
“Menurut saya kitab ini bukan sekedar kitab tentang ilmu pengetahuan, melainkan kitab yang perlu dipraktekkan dan diamalkan pada keseharian kehidupan kita dalam belajar dan bermasyarakat. Selain itu, kitab ini pula dapat menjadi dasar kelembutan hati juga ketaatan kepada yang maha kuasa,” ucap Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng tersebut.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng tersebut juga mengungkapkan bahwa kitab tersebut bukan hanya sekedar sumber ilmu pengetahuan, melainkan juga merupakan panduan yang harus dipraktekkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam proses belajar maupun dalam interaksi sosial. Ia menambahkan bahwa kitab ini dapat menjadi dasar untuk mengembangkan kelembutan hati. Dengan demikian, dua kitab ini memiliki peran penting dalam membentuk karakter individu dan masyarakat yang lebih baik.
Penulis: Muhammad Ataka, Alumni Pondok Pesantren Salaf APIK Kaliwungu dan Mahasiswa Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang Jawa Timur
Terpopuler
1
Rais Syuriyah PWNU Jateng: NU Kokoh Berkat Peran Kolektif Ulama dan Santri
2
Ujian Akhir Santri TPQ Metode Tilawati di Jatinegara-Bojong Libatkan 240 Peserta
3
Keutamaan Bulan Rajab Selain Isra’ Mi’raj Menurut Mbah Maimoen
4
Khutbah Jumat: Bulan Rajab Menuntut Ilmu Ai: Kecerdasan Buatan
5
Khutbah Jumat: Memanfaatkan Teknologi Digital dengan Baik
6
Pasien Diare dan Dengue Shock Syndrome Meningkat di Rembang di Januari 2025,
Terkini
Lihat Semua