40 Tahun Lakpesdam NU: Antara Turats dan Menggerakkan Ijtihad Sosial
Kamis, 10 April 2025 | 16:00 WIB
Empat dekade bukan sekadar hitungan usia. Bagi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU), ini adalah cermin dari perjalanan panjang. Dari yang semula menjadi pelengkap struktural, kini menjelma sebagai nadi peradaban. Dari ruang-ruang diskusi, hingga menyentuh langsung denyut masyarakat.
Sebagai bagian dari keluarga besar Lakpesdam, saya merasa terpanggil untuk merefleksikan momen penting ini. Momentum ini menjadi penegas posisi Lakpesdam sebagai badan perencanaan strategis dan think tank Nahdlatul Ulama, sekaligus pelaku transformasi sosial berbasis nilai.
Di bawah kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), dan dibidani ulang kelahirannya oleh Gus Yai Ulil Abshar Abdalla serta Cak Yai Hasanuddin Ali, Lakpesdam PBNU menunjukkan wajah barunya. Bukan hanya semangat yang dikedepankan, tetapi juga riset, data, dan kebijaksanaan. Perannya tidak lagi hanya di balik layar menyusun narasi, melainkan turut menyapa realitas, menjembatani gagasan keadilan dengan praktik lapangan.
Baca Juga
Lakpesdam NU Karya Visioner Gus Dur
Lihatlah kasus PIK 2 di Tangerang. PCNU melalui LBH dan jejaring risetnya hadir secara konkret mendampingi warga, mengadvokasi hak, dan memberi warna dalam kebijakan nasional. Ini bukan sekadar aktivisme, melainkan ijtihad sosial yang berpijak pada maqashid syariah.
Lakpesdam juga membumikan siyasah wathaniyah, politik kebangsaan khas NU, yang mengedepankan solusi win-win, menolak gaya provokatif, serta teguh berpihak kepada yang lemah tanpa bersikap reaktif. Di sinilah NU menunjukkan kelasnya: keberpihakan tidak harus lantang bersuara, tetapi harus jelas dalam data, bijak dalam sikap, dan cerdas dalam narasi. Di tengah dunia yang sering gaduh, NU melalui Lakpesdam menjawab dengan kepala dingin dan hati yang hangat.
Kini, memasuki usia ke-40, Lakpesdam menghadapi era baru. Era yang ditandai dengan perubahan cepat, tak terduga, dan kompleks: disrupsi digital, krisis iklim, ketidakpastian geopolitik, hingga fragmentasi sosial akibat banjir informasi. Lakpesdam dituntut tidak sekadar adaptif, tetapi juga proaktif dan transformatif.
Di tengah arus itu, Lakpesdam harus terus tumbuh secara progresif tanpa kehilangan akar. Pemberdayaan mesti bergeser dari sekadar memberikan akses menuju keberdayaan yang mandiri dan berkelanjutan. Bersama generasi muda, Lakpesdam perlu menjadi pelita perubahan.
Bukan mustahil, Lakpesdam NU hari ini bisa menjadi pelita zaman sebagaimana Bayt al-Hikmah di masa lalu. Ia tidak hanya meneliti untuk mengetahui, melainkan mengkaji untuk bertindak. Membela yang lemah, membangkitkan kesadaran, dan menanam benih peradaban dari akar terdalam.
Dalam refleksi pribadi ini, saya melihat arah idealitas Lakpesdam ke depan tidak boleh keluar dari jalan thariqah an-Nahdliyah sebagaimana sering disampaikan Gus Aunullah A'la Habib. Lakpesdam bukan sekadar lembaga teknokratik, tetapi harus menjadi penjaga turats keilmuan pesantren.
Riset-riset sosialnya perlu berpijak pada epistemologi ushul fiqh, maqashid syariah, dan nilai-nilai tasawuf akhlaki. Tajdid sosial dilakukan dengan tadarruj (bertahap) dan hikmah, bukan dengan pendekatan instan apalagi emosional.
Paradigma wasathiyyah adalah jantung dari setiap ijtihad sosial kita. Di tengah tarik-menarik wacana ideologi, Lakpesdam harus terus meneguhkan posisi NU sebagai pelaku perubahan yang moderat, adil, dan humanis. Tidak larut dalam ekstremitas, tetapi juga tidak abai terhadap penderitaan sosial. Di titik inilah Lakpesdam harus menjadi penggerak, bukan sekadar penonton atau komentator.
Ke depan, saya, sebagai santri Yik Prof Mahmud Syaltout, membayangkan Lakpesdam tidak hanya menjalankan program tahunan, tetapi berkembang menjadi mazhab pemikiran NU yang sistematis.
Sebagaimana Al-Ghazali merumuskan sintesis antara tasawuf dan syariah, Lakpesdam mesti mampu memformulasikan paradigma Ahlussunnah wal Jamaah dalam kebijakan publik dan pemberdayaan sosial yang khas dan aplikatif. Kini saatnya kita membangun school of thought ala Nahdlatul Ulama.
Yang paling penting, nilai-nilai spiritual harus tetap menjadi jantung gerakan. Ikhlas, tawadhu’, mujahadah, dan tsiqah bukan sekadar jargon, tetapi DNA dari thariqah an-Nahdliyah. Program-program yang dijalankan tidak boleh semata didorong oleh logika proyek, melainkan oleh semangat ibadah sosial. Aktivisme dan spiritualitas harus berjalan seiring agar khidmah ini tidak kehilangan ruh.
Akhirnya, saya bersyukur dan menyampaikan hormat setinggi-tingginya serta jazakumullah khairan katsiran kepada para muassis, penggerak, dan mitra Lakpesdam dari masa ke masa.
Kepada para pendahulu yang telah wafat, kita hadiahkan Al-Fatihah. Kepada yang masih membersamai, mari lanjutkan estafet perjuangan ini dengan cinta dan keyakinan. Semoga langkah kita senantiasa diridhai Allah dan menjadi bagian dari khidmah yang diterima di sisi-Nya.
Selamat Hari Lahir ke-40 Lakpesdam NU! Sumantri Suwarno Dianta Sebayang
Penulis: Ahmad Taufiq Pengurus LAKPESDAM PCNU Kab. Magelang
Terpopuler
1
LPBI PWNU Jateng Terjunkan Tim Bantu Korban Bencana Tanah Gerak di Brebes
2
Halal Bihalal IKA UIN Gus Dur Pekalongan, Perkuat Silaturahmi di Era Disrupsi
3
LP Ma’arif dan IPNU-IPPNU Jateng Gelar TOT: Bergerak Bersama Pelajar Berbudaya Annahdliyah
4
LBH Ansor Kendal Teguhkan Militansi Kader di PKD Boja: Bangun Generasi Melek Hukum dan Berakhlak
5
Ibu-Ibu IHM NU Weleri Kendal Sambangi Rumah Calhaj, Bawa Doa dan Semangat Persaudaraan
6
Prof Helmy Purwanto Dilantik sebagai Rektor Unwahas Periode 2025–2029
Terkini
Lihat Semua