• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Penambangan yang Abaikan Lingkungan Melawan Agama

Penambangan yang Abaikan Lingkungan Melawan Agama
Penambangan di Wadas, Bener, Kabupaten Purworejo (Foto: Dok)
Penambangan di Wadas, Bener, Kabupaten Purworejo (Foto: Dok)

Terlepas dari keputusan Bahtsul Masail Diniyah Waqiiyah yang diselenggaran oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Muktamar ke-34 di Lampung yang menghukumi haram terhadap pemerintah mengambil alih lahan yang telah di garap oleh rakyatnya dan merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan legal formal kepemilikan atas lahan garapan yang dikelola oleh rakyat yang ditempati bertahun-tahun.


Proses pemberian legalitas itu dengan iqtha (redistribusi lahan) atau mengelola tanah yang sudah dikelola dan siap langsung untuk ditanami dan ihya’ul mawat ( penghidupkan lahan mati) atau memanfaatkan tanah untuk keperluan apapun.


Konflik yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo sebuah tamparan yang keras dan nyata terhadap para ulama yang telah berusaha memberi fatwa dalam bentuk keputusan Bahstul Masail Waqiiyyah yang pembahasannya menghadirkan pakar dan ahli hukum fiqih di kalangan NU sebagai pedoman mengambil kebijakan pemerintah. Persoalan waqiiyah yang kerap kali terjadi di tengah masyarakat para mubahitsin mengacu bukti empiris untuk kemaslahatan dan keadilan.


Merawat Jagat


Penulis tidak akan spesifik membahas tentang hukum fiqih, tetapi coba menyoroti dari aspek yang lain sebagai acuan kebijakan negara terhadap alam semesta dan rakyatnya. Meski dua tulisan penulis berturut menyoal tetang merawat jagat dan kewajiban merawatnya, tetapi tidak akan bosan merawat jagat menjadi pokok bahasan, sebagai wujud kepedulian untuk salaing mengingatkan.


Meski Allah SWT telah mengingatkan kepada manusia dalam mengelola bumi seisinya,  akan tetapi pada kenyataannya sifat rakus para penguasa dan cukong konglemerat, selalu saja merusak dan menghancurkan alam sekitarnya dengan dalih mengeksplorasi demi kesejahteran dan kemajuan.


Menurut para Ilmuwan lingkungan hidup, paling tidak ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan alam sekitar dan yang paling dominan karena faktor kerakusan manusia. Betapa besar anugrah Allah yang diberikan pada hamba-Nya berupa alam seisinya yang beraneka ragam yang semua diperuntukkan manusia. Tidak cukup itu dengan karunia akal manusia dapat melakukan segala sesuatu, berkreasi, berinivasi dan mengesplorasi semua.


Berkat akal pula manusia sering melakukan kerusakan alam yang sepatutnya untuk dijaga kelestariannya, tetapi kerakusannya telah mengeksplotasinya. Islam menegaskan supaya manusia agar manusia tidak merusak jagat atau semesta alam dengan perilaku yang berlebihan, pembalakan liar (illegal loging), penjarahan, penambangan, pengeprasan bukit (quary). Yang paling marak dan menjadi konflik di masyarakat pembiaran pada pemodal melakukan penambangan galian C, sesuai dengan dawuh Gusti Allah dalam QS al-Rum 30 ayat 41.


Gusti Allah sudah mengingatkan bahwa kerusakan atau lebih kasarnya kehancuran alam sekitar disebabkan oleh perbuatan manusia. Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan, seperti tanah longsor, banjir, stunami, angin ribut, dan lain-lain.


Pengambilan Kebijakan


Sebagai negara yang mayoritas penduduknya orang Islam, pemerintah harus bersinergi dan tidak boleh meninggalkan pendapat para ulama sebagai pengendali otoritas publik bukan malah sebaliknya menggunakan stempel pemerintah untuk menekan rakyat agar mengikuti kebijakannya ini yang disebut penguasa otoriter diktator. 


Dalam pengambilan kebijakan yang biasa dipegang oleh para kiai di NU adalah kaidah fiqih 'Tasharuful Imam ala rai'yyah manuthun bil mashlahah. (pangambilan kebijakan oleh pemimpin terhadap rakyatnya berorientasi terhadap kemashlahatan). Tentunya pendekatan secara persuasif untuk memahamkan pada rakyatnya sebagai langkah awal, bukan pendekatan secara represif yang sehingga menimbulkan gejolak.


Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman untuk dilaksanakan aparat pemerintah demi lancarnya program dan ini membutuhkan kajian yang mendalam menyangkut dari berbagai aspek Kemanusian, Kemaslahatan, Kesejahteraan, Lingkungan hidup, ekonomi, sosial, dan semua stekholder diajak bicara agar tidak menimbulkan akses pada akhirnya yang akan menyisakan luka horisontal.


Penutup


Mengambil istilah pak Ganjar 'Tuanku ya rakyat, Gubernur cuma mandat'. Istilah ini sangat mendalam artinya sebagai pemimpin daerah harus sangat memperhatikan mengayomi dan melindungi rakyatnya tidak hanya kalangan tertentu sebab rakyat di Jawa Tengah adalah tuan dari Gubernur Jawa Tengah.


Tindakan represif untuk sekadar mengamankan penambangan galian C dengan menerjunkan aparat keamananan sebuah tindakan mencederai kemerdekaan rakyat dengan bentuk intimidasi penguasa terhadap warga masyarakat, tidak berbeda dengan gaya penjajah terhadap warga negara jajahannya.


Tindakan yang berlebih-lebihan ini acap kali adanya tekanan atau kepentingan cukong rakus untuk memperkaya diri, sehingga melakukan tindakan yang tidak bermoral, maka perlunya di tinjau ulang kebijakannya. Wallahu a'lam bis shawab



H Munib Abd Muchith, alumni Lirboyo '92 dan Pesantren Al-Itqon Bugen, Kota Semarang, Wakil Katib PWNU Jateng


Opini Terbaru