• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Selasa, 23 April 2024

Opini

Khittah NU dan Masa Depan PKB

Khittah NU dan Masa Depan PKB
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hasil Muktamar ke-34 NU di Lampung menyatakan akan mempertegas khittah NU 1926 yang diputuskan dalam Muktamar NU Situbondo tahun 1984. Khittah artinya kembali kepada visi, misi, dan perjuangan seperti saat NU didirikan tahun 1926 yaitu tidak terlibat dalam politik kekuasaan (politik praktis) dengan cara tidak memihak kekuatan politik (partai politik) manapun. Konsentrasi perjuangan NU pada penguatan sosial keagamaan (dakwah Islam) dengan cara yang santun damai, membangun kerukunan, penguatan ekonomin dan memperkuat keutuhan NKRI. Kalaupun berjuang dalam ranah politik, NU melakukan gerakan politik kebangsaan yaitu menyadarkan hak dan kewajiban warga negara agar bisa terlaksana secara proporsional dan profesional.


Sikap tegas PBNU ditunjukkan dengan pemanggilan Ketua PCNU Banyuwangi dan Sidoarjo Jawa Timur yang dianggap ikut hadir dalam acara Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) yang diduga berkaitan dengan dukung  mendukung politik praktis proses calon presiden tahun 2024.


Ketika PBNU memanggil ketua PCNU Banyuwangi dan Sidoarjo karena dianggap terlibat politik praktis dalam acara Gus Muhaimin yang terkait dengan calon presiden 2024, terasa aneh dan baru kali ini ada PBNU memberi peringatan keras kepada pengurus di bawahnya dengan alasan bermain politik praktis. Keanehan bisa dipandang dari dua hal. Pertama, KPU belum menentukan tahapan pemilihan presiden (Pilpres), pemilu legeslatif dan pilkada serentak. Oleh karena itu belum ada siapapun yang bisa dianggap sebagai bakal calon (balon) presiden dan wakil presiden. Apalagi calon presiden (Capres) tahun 2024. Forum kegiatanpun tidak bisa di kategorikan sebagai kegiatan politik praktis pilpres 2024. Kedua, satu satunya partai politik di Indonesia yang dideklarasikan oleh personal pengurus PBNU atau NU tanggal 23 juli 1998 bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Maksud dan tujuan dideklarasikan PKB tidak lain untuk menampung aspirasi politik warga NU yang dianggap tidak efektif jika lewat partai politik lainya. Artinya PKB didirikan untuk alat politik praktis warga NU (ingat bukan NU tapi warga NU). Muncullah jargon PKB partainya warga NU, PKB didirikan kiai NU, PKB dari NU, oleh NU dan untuk bangsa. 


Khittah NU: Bulat Telur


Kalau dengan jujur, sebenarnya khittah NU itu dilema bagi NU dan warga NU. Kenapa? Satu sisi NU dan jajarannya harus netral dengan partai politik manapun. NU tidak ke mana-mana tapi ada di mana-mana. Di sisi lain, sejarah membuktikan bahwa PBNU pada zamannya pernah memfasilitasi berdirinya PKB, kiai-kiai NU juga ikut mendirikan PKB, warga NU punya partai politik sendiri yaitu PKB. Pertanyaanya, yang perlu direnungkan adalah lalu bagaimana sikap NU, kiai NU, dan warga NU  yang seharusnya dilakukan terhadap PKB saat ini dan masa mendatang khususnya menghadapi hajatan politik tahun 2024? 


Khittah NU telah diputuskan dalam forum Muktamar NU Situbondo tahun 1984 yang harus dilaksanakan seluruh pengurus NU di semua tingkatan. Tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan khittah NU karena secara etik hasil muktamar bersifat mengikat. 


Asbabul wurudl khittah 1926 yang diputuskan muktamar Situbondo sebenarnya NU ingin menegaskan jatirinya untuk keluar dari 'rahim' Partai Persatuan Pembangunan (PPP) agar NU bisa diterima oleh semua kekuatan politik termasuk partai penguasa saat itu yaitu Golongan Karya (Golkar). Dengan keluar dari PPP, NU dianggap netral dalam politik praktis, sehingga NU bisa leluasa memberikan kritik atau masukan dalam membangun bangsa dan membangun kualitas beragama umat Islam khususnya dan umat agama lain pada umumnya. 


Seiring datangnya era reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim orde baru dan dibukanya kran kebebasan demokrasi dan ekspresi politik tahun 1998, muncul aspirasi warga NU agar NU punya wadah aspirasi politik yang lebih efektif. Singkat cerita akhirnya PKB yang diharapkan menjadi alat politik warga NU resmi didirikan.  Sejak PKB berdiri bisa dikatakan khittah NU tidak lagi bundar sempurna tapi bundarnya bulat telur. Jika PBNU dan NU di semua level menerapkan khittah 26 secara tegas, utuh dan konsisten (bundar sempurna) sangat besar kemungkinan perolehan suara politik PKB akan berkurang dalam pemilu tahun 2024. 


Diakui atau tidak 'investor suara' terbesar di PKB jelas dari warga NU. Ibarat perbankan, PKB akan sangat mudah mendapat 'nasabah politik' jika di lingkungan warga NU, walaupun juga ada 'nasabah politik' dari luar Nahdliyin termasuk di luar Islam (non muslim). NU sungguh dilema jika dihadapkan dengan PKB. Dijauhi sayang, didukung penuh melanggar khitah perjuangan. Orang Jawa bilang, tego lorone ora tego matine (Tega sakitnya tapi tidak tega matinya). 


Kalau NU benar-benar menjauhi PKB, sudah dipastikan NU kehilangan alat politik yang selama ini dimanfaatkan. Oleh sebab itu tidak tepat jika NU menjauh atau meninggalkan PKB. Sikap NU yang ideal tetap menjaga atau mensterilkan struktur NU dari tarikan politik praktis manapun, tetapi warga NU diharapkan masih tetap menjadi 'nasabah politik' PKB yang setia sepanjang masa. 


Bagi kader PKB tidak perlu risau atau gelisah apa lagi galau dengan sikap PBNU yang akan menegakkan khittah NU. Jika PKB benar-benar PKB (Partai Kuat dan Beradab), pasti memiliki prinsip 'inna ma'al usri yusra', sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan (QS Al-Insyirah: 6). Artinya, kalau pelaksanaan secara bundar sempurna khittah 26 NU dianggap suatu kesulitan, maka para 'pendekar' PKB harus bisa mengambil hikmah atau pelajaran dengan bekerja keras, berinovasi, berkreasi dalam menarik simpati rakyat Indonesia. Tunjukkan bahwa PKB bisa besar, kuat, dan hebat meskipun NU tidak bersikap seperti sebelumnya. 


Sudah cukup waktunya selama ini NU mendukung, melindungi, dan membela PKB, saatnya sekarang PKB mulai mandiri tanpa harus membawa embel-embel NU di belakangnya. 
Khittah NU harus dijadikan pelecut dan pendorong PKB untuk semakin giat lagi dalam mewujudkan PKB sebagai partai yang digandrungi bangsa Indonesia. Khittah NU jangan dianggap musibah tetapi berkah bagi PKB. Khittah NU bukan menghambat kebesaran PKB melainkan justru memperkuat PKB. Khittah NU tidak menjadikan gerakan PKB dibatasi, tapi justru dengan khittah NU, PKB makin berkreasi. 


Jika PKB mampu bersikap dan berbuat yang tepat maka pascakhittah NU, PKB akan bisa menjadi partai yang besar dan diperhitungkan semua kalangan. Semuanya kembali kepada kader dan simpatisan PKB. Selamat menegakan khittah 26 bagi NU, selamat menunjukkan kemandirian bagi PKB. Wallahu a'lam bis shawab



M Saekan Muchith, pengamat Pendidikan dan Sosial Keagamaan, Dosen FITK UIN Walisongo, Sekretaris Majelis Alumni (MA) IPNU Jawa Tengah


Opini Terbaru