• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Opini

Mengenal Pengobatan Jarak Jauh Imam Ahmad bin Hanbal

Mengenal Pengobatan Jarak Jauh Imam Ahmad bin Hanbal
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Imam Ahmad bin Hanbal merupakan salah satu dari empat imam mazhab fiqih dalam Islam yang tidak diragukan lagi kealiman dan kewaliannya. Murid dari Imam asy-Syafi'i ini sangat terkenal dengan keteguhan pendirian aqidahnya yang mempertahankan ajaran bahwa Al-Qur'an adalah Kalamullah atau firman Allah dan bukan makhluk. Bahkan untuk memperjuangkan aqidah ini, Beliau sampai masuk penjara dan disiksa dengan sangat berat oleh penguasa pada zaman itu yang beraliran Mu'tazilah.


Selain sebagai ulama fiqih, Imam Ahmad bin Hanbal ternyata memiliki keahlian untuk mengobati masyarakat melalui beberapa metode penyembuhan. Beliau pernah meruqyah muridnya dengan tulisan dan mengobati pelayan khalifah hanya dengan sandal. Meskipun metodenya unik, esensi dari keberhasilan metode penyembuhannya memberikan makna terhadap penguatan aqidah, khususnya aqidah terhadap Al-Qur'an.


Berkat keimanannya terhadap Al-Qur'an, Imam Ahmad menjadi wasilah kesembuhan seorang pelayan di masa khalifah Al-Mutawakkil. Kisah lengkapnya ditulis oleh Al-Qadhi Abul Husain bin Qadhi Abu Ya'la bin Farra' al-Hanbali dalam Kitab Thabaqat Al-Hanabilah, bahwasanya dia mendengar Ahmad bin Abdullah, dia berkata, saya mendengar Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Ali bin al-Mukri al-Ma'barani yang datang kepadanya pada Bulan Dzulqaidah tahun 352 H, dan dia bercerita dari bapaknya, dari kakeknya, dia bercerita: 

"Saat aku sedang berada di masjid Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, datanglah utusan khalifah al-Mutawakkil untuk memberitahunya bahwa pelayan perempuan al-Mutawakkil terkena gangguan jin. Al-Mutawakkil meminta kepada Imam Ahmad bin Hanbal untuk mendoakan kepada Allah agar menyembuhkannya. Maka Imam Ahmad mengeluarkan sepasang sandal yang talinya terbuat dari daun kurma yang biasa dipakai berjalan untuk berwudu. Dia menyerahkan sandal itu kepada utusan al-Mutawakkil seraya berkata kepadanya. Berangkatlah kamu ke rumah Amirul Mukminin, lalu duduklah di dekat kepala pelayan perempuan itu, dan katakan kepada pelayan perempuan itu bahwa Ahmad berkata kepadamu, mana yang lebih kamu sukai? Keluar dari tubuh perempuan ini atau ditampar dengan sandal ini? Utusan itu akhirnya berangkat ke rumah al-Mutawakkil, lalu dia mengatakan sebagaimana yang dipesankan oleh Imam Ahmad. Jin yang berada di dalam tubuh pelayan perempuan itu menjawab melalui ucapan pelayan perempuan, aku mendengar dan mematuhi. Jika Ahmad menyuruh kami untuk pergi dari Irak, pasti kami akan pergi dari sana. Hal ini karena dia taat kepada Allah, dan barangsiapa yang taat kepada Allah, maka semua makhluk akan taat kepadanya."


Setelah Imam Ahmad meninggal, jin itu kembali mengganggu pelayan perempuan tersebut. Al-Mutawakkil mengirim utusan kepada sahabat Imam Ahmad, yaitu Abu Bakar Al-Marwadzi yang mengetahui peristiwa tersebut pada masa Imam Ahmad masih hidup, maka dia mengambil sandal dan pergi menemui pelayan perempuan itu. Akan tetapi, peristiwa yang berbeda terjadi, jin ifrit itu berkata melalui lisan perempuan itu, aku tidak akan keluar dari pelayan perempuan ini, aku tidak akan taat kepadamu dan aku tidak akan menerima perintahmu. Dulu Imam Ahmad taat kepada Allah dan kami diperintahkan Allah untuk menaatinya.


Di akhir kisah itu, pencerita mengatakan bahwa karomah kewalian Imam Ahmad itu berkaitan dengan aqidahnya yang mempertahankan Al-Qur'an sebagai Kalamullah. Dia menyaksikan penyiksaan Imam Ahmad yang dipukuli karena pendapatnya untuk mempertahankan keyakinan bahwa Al-Qur'an adalah Kalamullah.


Kisah tersebut memberikan bukti bahwa kekuatan aqidah menjadikan Imam Ahmad diberi keistimewaan oleh Allah SWT untuk memerintah jin agar keluar dari tubuh manusia dalam rangka penyembuhan seseorang. Keistimewaan Imam Ahmad dikaitkan dengan perjuangannya mempertahankan kehormatan Al-Qur'an sebagai Kalamullah. Maka hanya dengan mengirim sandal melalui orang lain dan memerintahkan jin yang merasuki orang lain di tempat yang berbeda dari tempat Imam Ahmad berada, Beliau mampu mengusirnya.


Keistimewaan Imam Ahmad untuk menyembuhkan dari jarak jauh juga dilami oleh sahabatnya yang bernama Abu Bakar al-Marwadzi. Kisah yang melibatkan Abu Bakar al-Marwadzi ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Kitab Zadul Ma'ad fi Hadi Khairul Ibad. Al-Marwadzi berkata: aku pernah terserang penyakit demam dan didengar oleh Abu Abdillah al-Imam Ahmad bin Hanbal. Lalu beliau menuliskan untukku pada suatu kertas:


"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, dengan menyebut nama Allah. Dengan menyebut Allah dan dengan menyebut nama Muhammad Rasulullah. Kami berfirman: Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. (Al-Qur'an Surat Al-Anbiya: 69-70). Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail dan Israfil, sembuhkanlah orang yang membawa tulisan ini dengan daya-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu, Tuhan Kebenaran. Aamiin."


Berdasarkan pengalaman dengan upaya penyembuhan melalui tulisan tersebut, murid Imam Ahmad yang bernama Abu Bakar al-Marwadzi berusaha menirunya. Namun, Beliau menanyakan terlebih dahulu kepada Imam Ahmad tentang upaya meneladani ikhtiar penyembuhan melalui tulisan itu. Al-Marwadzi bertanya kepada Imam Ahmad: "Apakah untuk sakit demam bisa dituliskan dengan menyebut nama Allah, dengan Allah dan dengan menyebut nama Muhammad Rasulullah"? Imam Ahmad menjawab: Ya (Ibnul Qayyim, Zadul Ma'ad fi Hadi Khairul Ibad, Muassasah ar-Risalah, Beirut, 1986).


Demikianlah pengobatan jarak jauh yang dipraktikkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan ditiru oleh muridnya. Hingga kini, transmisi keilmuan dalam pengobatan dengan Al-Qur'an tetap dijaga oleh para pewaris nabi, yaitu para ulama. Penurunan jalur keilmuan itu menjamin murninya aqidah Ahlussunnah wal Jamaah yang mengagungkan Al-Qur'an sebagai Kalamullah, termasuk ketika digunakan dalam pengobatan. Para ulama di Nusantara sebagai pewaris ajaran ulama terdahulu masih melestarikan ilmu penyembuhan ini. Para kiai dan komunitas ruqyah Nahdliyin tidak asing dengan metode penyembuhan jarak jauh ini. 


Di Indonesia, contoh komunitas ruqyah Nahdliyin adalah Jamiah Ruqyah Aswaja (JRA) dan Keluarga Besar Ruqyah Aswaja (KBRA). Kedua komunitas ruqyah Aswaja tersebut telah menerapkan pengobatan dan ruqyah jarak jauh untuk berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat diatasi dan sangat relevan dengan metode terapi jarak jauh tersebut adalah Covid-19. Pasien yang sedang menjalani isolasi mandiri dapat tetap berikhtiar mencapai kesembuhan melalui ruqyah meskipun tidak langsung bertemu dengan peruqyahnya.


Ruqyah jarak jauh juga dikembangkan untuk sesama peruqyah Aswaja. Konsep penyembuhan dari Al-Qur'an yang dibaca oleh terapis akan memberikan manfaat juga untuk terapis, selain untuk pasiennya. peruqyah juga manusia biasa yang membutuhkan kesehatan agar tetap bisa berkhidmah membantu masyarakat. Oleh karena itu, kemanfaatan dan berkah Al-Qur'an terpancar dengan semakin dekatnya interaksi antara peruqyah dengan Al-Qur'an itu sendiri.


Sebagaimana yang telah diterapkan oleh praktisi JRA dan KBRA berbagai wilayah Kabupaten di Jawa Tengah maupun di daerah lain di Indonesia, metode penguatan aqidah termasuk aqidah terhadap Al-Qur'an menjadi aspek penting dalam ruqyah Aswaja. Kiprah JRA dan KBRA yang membantu masyarakat melalui ruqyah turut membersamai NU dalam khidmah penting untuk menyehatkan Indonesia, bahkan melalui ruqyah jarak jauh yang sangat relevan di masa pandemi. 


Sebagai pewaris ilmu-ilmu pengobatan dengan Al-Qur'an khas Ulama NU, JRA dan KBRA mengenalkan metode-metode yang syar'i dengan mengagungkan Al-Qur'an dan memiliki mata rantai sampai dengan para pendiri mazhab. Oleh karena itu, komunitas ruqyah Aswaja juga berperan penting untuk mengenalkan ajaran para imam mazhab yang berkaitan dengan penyembuhan dan aqidah dalam bentuk ruqyah ini. Bagi masyarakat, sudah selayaknya mengambil manfaat yang besar dari ayat-ayat Al-Qur'an sebagai penyembuh melalui praktisi-praktisi Aswaja yang sanad ilmu dan aqidahnya terjaga. Wallahu a'lam Bis shawab



Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang farmasi tinggal di Cilacap, Jateng


Opini Terbaru