• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Rabu, 24 April 2024

Opini

Penjelasan Ilmiah Terapi Covid-19 dengan Metode Ruqyah

Penjelasan Ilmiah Terapi Covid-19 dengan Metode Ruqyah
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Indonesia mengalami gelombang kedua pandemi Covid-19 pada pertengahan tahun 2021. Fasilitas dan tenaga kesehatan, terutama di wilayah propinsi dengan zona merah sempat tidak mampu lagi menangani pasien. Akibatnya, banyak pasien yang meninggal dunia karena ganasnya varian baru dari virus penyebab penyakit tersebut. 

 

Situasi ini semakin mencekam dan memerlukan alternatif solusi metode terapi yang jitu untuk mengatasi masalah kesehatan fisik maupun psikis akibat pandemi. Sebagian besar penderita Covid-19 adalah muslim. Mungkinkah pengobatan cara nabi (Thibbun Nabawi) mampu memberikan solusi terhadap masalah ini?

 

Propinsi Jawa tengah tercatat sebagai propinsi yang terimbas dengan parah. Beberapa kabupaten yang menjadi zona merah sempat terguncang hebat dengan peristiwa lonjakan kasus Covid-19. Di tengah situasi itu, muncullah kiprah Jamiyah Ruqyah Aswaja (JRA) seperti yang ada di Kabupaten Demak, Jawa Tengah dengan ikhlas mengabdikan diri untuk membantu kaum muslimin. Komunitas ini membantu masyarakat yang terkena Covid-19 dengan melaksanakan ruqyah.

 

Mungkin ada sebagian kaum muslimin yang bertanya tentang relevansi ruqyah untuk mengatasi Covid-19. Sebagian kalangan kaum muslimin yang melihat tayangan ruqyah di berbagai media mungkin sempat ragu dengan khasiatnya untuk penyakit yang satu ini. Umumnya, orang beranggapan bahwa ruqyah hanya bisa untuk penyakit yang disebabkan oleh sihir dan gangguan makhluk halus seperti jin. 

 

Karena penyakit Covid-19 adalah penyakit yang relatif baru, diperlukan penjelasan tentang ruqyah untuk penyakit Covid-19 ini dari berbagai sisi secara ilmiah.

 

1. Ruqyah efektif untuk penyakit yang disebabkan oleh racun dari makhluk yang beracun. Ruqyah adalah sesuatu yang dibaca untuk memantrai seseorang agar sembuh dari penyakitnya (Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, II/4854). Semua umat Islam sepakat dengan mengikuti pendapat para imam ahli hadits bahwa Nabi telah mengijinkan ruqyah dengan ayat-ayat Al-Qur'an maupun kalimat-kalimat yang tidak mengandung kesyirikan. Al-Hafidz Adz-Dzhabi menjelaskan dalam kitabnya Thibbun Nabawi tentang salah satu penggunaan ruqyah sebagai berikut:

 

“Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda bahwa semua ruqyah adalah efektif sebagai obat melawan penyakit ‘ain (mata jahat) dan melawan racun. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Ibnu Majah.”

 

Al-Hafidz Adz-Dzahabi menyoroti penggunaan istilah racun dalam redaksi hadits tersebut. Menurutnya, racun yang dimaksud adalah semua racun yang berasal dari makhluk yang beracun. (Thibb An-Nabawi Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: hal.276)

 

Apakah virus penyebab Covid-19 adalah makhuluk yang beracun? Sebuah penelitian dari China yang dilakukan oleh Liu dan Li pada tahun 2020 memprediksi bahwa Covid-19 bisa meracuni hemoglobin (Hb) pada sel darah merah (https://chemrxiv.org/engage/apigateway/chemrxiv/assets/orp/resource/item/60c74fa50f50db305139743d/original/covid-19-attacks-the-1-beta-chain-of-hemoglobin-and-captures-the-porphyrin-to-inhibit-human-heme-metabolism.pdf). Fungsi Hb adalah mengangkut oksigen dari sistem pernapasan ke seluruh tubuh. Bila fungsi Hb terganggu, maka pengangkutan oksigen pernapasan juga terganggu. 

 

Pada tahun 2020 juga, Mason, seorang dokter ahli pulmonologi (ilmu tentang paru-paru) dan peneliti patogenesis (proses terjadinya penyakit) dari Amerika Serikat membuktikan bahwa partikel virus yang dilepaskan di paru-paru ternyata berlaku sebagai toxin (racun) pada sel-sel yang ada di sana (https://erj.ersjournals.com/content/erj/55/4/2000607.full.pdf). Tidak mengherankan bila sebagian besar kondisi pasien yang terinfeksi Covid-19 memiliki gejala sesak napas. 

 

Berdasarkan kedua penelitian ilmiah tersebut, virus penyebab Covid-19 ternyata dapat mengeluarkan zat racun. Ruqyah untuk Covid-19 sesuai dengan kondisi yang dijelaskan pada redaksi hadits di atas. 
 

2. Ruqyah disarankan Nabi SAW untuk penyakit infeksi (yang disebabkan oleh mikroba seperti virus). Al-Hafidz Adz-Dzahabi dalam kitabnya Thibbun Nabawi juga menuliskan sebuah riwayat tentang ruqyah untuk penyakit infeksi.

 

“Ada sebuah hadits yang disetujui bahwa Nabi SAW meruqyah untuk seseorang yang sakit. Diriwayatkan oleh Anas ra bahwa Nabi SAW membolehkan orang-orang meruqyah untuk menangkal ‘ain (mata jahat), menangkal racun, dan namlah (namlah adalah luka bernanah pada tubuh). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Dawud. (Thibb An-Nabawi Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: hal.277)

 

Istilah namlah adalah bisul yang keluar dari dua sisi lambung. Penyakit ini sudah dikenal sejak zaman dahulu. Dinamai dengan namlah (semut) karena penderitanya merasakan bahwa pada lokasi sakitnya itu seakan-akan ada semut yang merayap dan menggigitnya (Shalih, Mausu’ah Al-Ilaj bil-Quran wal-Adzkar). 

 

Jenis namlah ada tiga dan salah satunya diartikan sebagai gejala penyakit herpes. Salah satu jenis herpes memiliki gejala memunculkan bintik berair/bernanah yang dapat menjalar sebagai luka dan melingkar dari sisi kanan perut sampai dengan sisi kiri perut atau dada. Herpes adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. 

 

Istilah namlah ini juga ditemukan pada hadits tentang ruqyah khusus namlah yang diajarkan oleh Syifa binti Abdullah ra kepada Hafshah binti Umar ra (salah satu istri Nabi SAW). “Syifa binti Abdullah berkata, Nabi SAW memasuki tenda ketika aku ada di sana bersama Hafshah dan Beliau bersabda kepadaku, ajarilah ia ruqyah untuk namlah sebagaimana engkau mengajarinya menulis.” (Thibb An-Nabawi Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: hal.277)

 

Berdasarkan penyebab penyakitnya, Covid-19 mirip dengan namlah, yaitu disebabkan oleh virus. Semua ahli kesehatan telah sepakat bahwa penyakit ini ditularkan melalui penyebab SARS-CoV-2 virus. Maka ruqyah dapat digunakan sebagai salah satu terapi pada kondisi infeksi akibat virus tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas.

 

Baca juga:

 

Saat ini pandemi Cocid-19 belum berakhir. Seiring dengan diketahuinya gejala dari penyakit ini, maka upaya pengobatan dan vaksinasi mulai dilakukan. Obat-obat yang bisa digunakan sebagai antivirus juga masih terus diteliti, tetapi belum ditemukan terapi obat yang efektif. Di sisi lain, ruqyah sangat berpotensi untuk membantu masyarakat yang terkena penyakit ini. 

 

Pada hakikatnya ruqyah merupakan suatu bentuk ikhtiar untuk memohon kepada Allah SWT agar melindungi kesehatan, persis seperti obat yang digunakan untuk tujuan yang sama. Ruqyah akan efektif bila diterima oleh pasien dengan ijinnya sebagai sarana untuk pengobatan.

 

Sebagian orang yang terjangkit pandemi ini, meskipun sudah sembuh masih merasakan gejala di tubuhnya. Sisa-sisa racun yang dibawa oleh virus itu dan menyerang darah maupun bagian lain tubuhnya memerlukan waktu dan ikhtiar khusus agar hilang dari tubuh. Ruqyah tidak hanya bisa dilakukan untuk orang yang sedang terkena infeksi Covid-19 maupun yang sedang menjalani isolasi mandiri. Orang yang telah negatif hasil pemeriksaan virusnya melalui tes PCR, tetapi memiliki gejala ikutan (long Covid-19 atau post Covid-19) juga bisa diruqyah.

 

Dengan relevansi ruqyah yang telah disebutkan berdasarkan sumber-sumber ilmiah di atas, maka tidak perlu diragukan lagi keabsahannya untuk terapi Covid-19. Mengenai hasil, tentu wewenang mutlak dari Allah SWT Yang Maha Menyembuhkan. Pemerintah sudah saatnya memberikan perhatian khusus kepada terapis ruqyah yang telah ikut berkontribusi untuk menyehatkan masyarakat. 

 

Sebagai umat Islam, sudah selayaknya kita lebih yakin bahwa ruqyah adalah bagian dari Thibbun Nabawi atau cara pengobatan nabawi. Ruqyah tidak hanya bisa untuk terapi penyakit non fisik, tetapi juga untuk terapi penyakit fisik seperti Covid-19 sehingga menunjukkan sempurnanya ajaran Islam.

 

 

Yuhansyah Nurfauzi, anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cilacap, apoteker dan peneliti di bidang farmasi, tinggal di Cilacap


Opini Terbaru