• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Harlah Ke-96 NU, Mewujudkan Pembaruan dalam Bingkai Tradisi

Harlah Ke-96 NU, Mewujudkan Pembaruan dalam Bingkai Tradisi
ilustrasi
ilustrasi

Nahdlatul Ulama (NU) dalam memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-96 menampilkan tema "Menyongsong 100 Tahun NU: Merawat Jagat, Membangun Peradaban". Tema itu begitu tepat. Dengan berlandaskan terpilihnya KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya)​ sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masa Khidmat 2022-2027 di Muktamar NU ke-34, NU memperoleh nahkoda dan armada baru yang siap untuk merawat jagat dengan membangun peradaban baru.

Perihal di atas senada apa yang disampaikan Gus Yahya dalam sambutannya di acara Pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027 di Balikpapan, Kalimantan Timur. Menghimpun dari NU Online (31/1/2022), Gus Yahya menyampaikan latar belakang Harlah NU kali ini, di mana tema ini berangkat dari kepercayaan muassis, pendiri NU dulu, mendirikan jamiyah ini dengan keprihatinan, kepedulian, dengan cita-cita yang terkait peradaban. Maka untuk membangun peradaban itu, kita harus merawat jagat. 

“Merawat dalam dua dimensi. Pertama, dimensi bumi sebagai tempat kita hidup. Kedua, dimensi tatanan kehidupan di atas bumi yang kita tempati bersama-sama dengan seluruh umat manusia umumnya. Ini upaya kita membangun peradaban yang akan membawa hasil masa depan peradaban yang mulia. Bukan hanya untuk NU saja, bangsa dan NKRI, tetapi bagi seluruh umat manusia,” jelas Gus Yahya.

Selain kedua hal di atas, Gus Yahya mengumumkan bahwa PBNU telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Beranjak dari ditandatanganinya nota kesepahaman antara PBNU dengan dua kementerian tersebut, dapat kita mengerti dan pahami bahwa PBNU yang baru melakukan langkah praktis-kolaboratif terhadap lembaga-lembaga negara, masyarakat Indonesia umumnya, dan jamaah NU khususnya. Langkah itu sangat tepat untuk menyikapi dan memenuhi kebutuhan jamaah NU yang sangat besar secara kuantitas yang tentunya jamiyah NU memiliki tanggung jawab yang semakin berat.

Dapat kita lihat pula, dalam opini Khofifah Indar Parawansa yang dimuat Jawa Pos (31/1/2022), bahwa jamiyah NU membesar dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA 2019 menempatkan NU sebagai ormas terbesar di Indonesia dengan persentase 49,5 persen. Diperingkat kedua ditempati Muhammadiyah dengan jumlah 4,3 persen  dan peringkat ketiga adalah gabungan ormas lain sejumlah 1,3 persen. Juga, sebanyak 35 persen tidak merasa menjadi bagian dari ormas yang ada. Survei melibatkan 1.2000 responden dengan margin error 2,9 persen.

“Dengan penduduk Indonesia kurang lebih 267 juta jiwa pada 2019, hasil survei di atas tidak hanya menempatkan NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, tetapi juga diseluruh dunia. Artinya, tidak hiperbolis apabila saya menyebutkan, jika NU sukses menghadapi transformasi digital, kesuksesan tersebut tidak hanya menjadi kesuksesan Indonesia, tetapi juga dunia,” jelas Khofifah di tulisannya yang telah terhimpun.

Dua Agenda Besar

Menurut saya, ada dua agenda besar NU untuk menyongsong satu abad ini. Pertama, penguatan basis tradisi sebagai identitas NU sendiri. Kedua, agenda pembaruan pemikiran Islam. Pertama, tradisi merupakan warisan berharga yang dimiliki bangsa Indonesia dengan berbagai corak dan kemajemukannya memberikan ciri khas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultural.

Antara Islam dan tradisi sudah duduk bersandingan dengan saling memahami kecocokannya. Kita tahu bahwa di masa lalu, Walisongo mengedepankan akulturasi budaya yang menghasilkan hubungan yang sangat harmonis antara agama dan budaya, sehingga Islam mampu diterima oleh peradaban Jawa yang sudah lebih dulu maju dan Islam mampu mengimplementasikan dirinya ke aktivitas masyarakat di berbagai aspeknya.

Namun, perihal di atas sampai sekarang pun masih ada yang mempertentangkannya. Jelas, yang mempertentangkan itu kelompok fundamentalis Islam. Menurut Fazlur Rahman, kemunculan kelompok fundamentalis Islam di negara-negara Islam berkembang termasuk Indonesia, tidak memberikan alternatif atau tawaran baik mengenai masa depan umat Islam. Karena mengidap penyakit yang cukup berbahaya apabila ditularkan ke masyarakat Islam Indonesia, yaitu penyempitan akal dan pemahaman nash secara tekstual-literatif, serta tidak mengapresiasi khazanah intelektual Islam klasik yang dalam hal ini adalah tradisi.

Untuk menangkis serangan-serangan kelompok fundamentalis Islam itu, kita bisa memakai apa yang digaungkan Gus Dur dengan pribumisasi Islam-nya. Pribumisasi Islam merupakan pembaruan pemikiran Gus Dur yang dicetuskanya pada era 1980-an. Makna dari pemikiran tersebut adalah kesadaran bahwa Islam Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan Islam di negara-negara lain, termasuk Arab (Muhammad Rafi’i, 2019: 46-47). Kemudian, pemahaman pribumisasi Islam ini akan bermuara kepada konsep Islam Nusantara yang juga merupakan agenda NU sendiri dalam melawan paham-paham ekstrim-radikal yang menjangkiti bangsa Indonesia.

Kedua, agenda pembaharuan Islam yang di Indonesia sendiri diusung oleh Cak Nur pada 1970 di mana Cak Nur sendiri merupakan adalah alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang menekankan bahwa umat Islam harus berpikir terbuka, berpemikiran maju, dan berpikir bebas. Maka dari itu, Cak Nur mengajarkan kepada kita untuk menyudahi persoalan-persoalan yang ukhrawi, misalnya masalah relasi antara agama dengan budaya.

Maksud Cak Nur di atas adalah memberi umat Islam sebuah inovasi agar menyudahi pertentangan antara kelompok Islam mengenai hal-hal ukhrawi, misalnya pandangan mengenai perbedaan mahdzab fiqih, pertentangan mengenai tradisi, dan aspek-aspek keagamaan lain yang kiranya pertentangan itu membuang-buang waktu. Karena Cak Nur mengharapkan agar umat Islam mulai membahas hal-hal visioner mengenai nasib umat Islam di masa mendatang.

Apa yang digaungkan Cak Nur harus kita usahakan terutama bagi jamaah NU sendiri mengingat NU adalah basis peradaban Islam di Indonesia bahkan dunia. Maka, visi pembaruan pemikiran Islam merupakan sebuah i'tikad bagi NU untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu yang kita tahu maju dalam hal ilmu pengetahuan dan filsafat.

Begitulah NU, menyongsong satu abadnya tidak melulu soal praktis saja, tapi juga penguatan pada aspek tradisi menuju sebuah agenda visioner umat Islam di masa depan, yaitu pembaruan pemikiran Islam  Jadi, sangat berat kiranya bagi NU untuk nguri-nguri tradisi menuju modernisasi umat Islam Indonesia dan dunia mengingat tema Harlah NU ke-96 ini adalah Merawat Jagat, Membangun Peradaban yang implikasinya kepada nasib peradaban umat Islam di masa depan. Wallahu a'lam bis shawab


Fahrul Anam, ahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta, Ketua Lembaga Pers, Penelitian, dan Informasi PMII Komisariat Raden Mas Said.


Opini Terbaru