• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Rabu, 24 April 2024

Opini

PBNU 2022-2027 dan Keberagaman

PBNU 2022-2027 dan Keberagaman
Foto: Ilustrasi (Istimewa)
Foto: Ilustrasi (Istimewa)

Membaca tulisan Saekan Muchith 'Menyoal Kabinet PBNU 2022 - 2027' yang dimuat di media jateng.nu.or.id edisi Sabtu (23/1) di kanal opini sebenarnya tidak problematik. Bahkan, antara judul dan isi kurang nyambung, karena judul menyoal, tetapi isi 'is oke'.


Dalam pengertian yang sederhana, setidaknya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyoal memiliki arti : mengemukakan pertanyaan (yang sulit), menanyakan sesuatu (dalam ujian) dan sebagainya. Tulisan Saekan (relatif) tidak ada yang ditanyakan atau dipertanyakan yang membutuhkan jawaban (yang harus dijawab). Hanya disebutkan, ada dua fenomena yang menarik, yaitu tentang posisi Ketum dan Sekjen PBNU yang dijabat kader HMI dan rekrutmen perempuan dalam struktur PBNU. 


Isu Lama


Kedua hal yang oleh Saekan sebagai fenomena yang menarik, sebenarnya merupakan hal lama yang direaktualisasi. Bahkan kurang relevan diangkat sebagai diskursus. Karena selain dikotomis juga sangat 'politis' dan subyektif. Pada satu sisi bisa dimaklumi, PMII sebagai sebuah pride bagi kader PMII. Namun pada sisi lain, lebih lebih bagi educated poeple, pride harus dikelola secara obyektif, realistik, rasional dan proporsional. Seorang educated tidak elok jika memanggul jiwa korsa seraya menendang jiwa kesatria. Apalagi sengaja membelenggu dirinya pada hal hal dikotomis yang cenderung diametral. 


PMII, juga HMI, dan sejenisnya adalah sebuah etape bagi seorang aktivis atau kader. Dia adalah sebuah organisasi bagi orang orang dewasa, yang terpelajar secara formal dan bersifat merdeka, juga bersifat ekstra kampus. Dalam rekrutmen kader nyaris tidak mensyaratkan harus orang NU bagi PMII dan harus orang non NU bagi HMI. Bahkan pengalaman pribadi saya ketika menjadi pengurus PMII, saya sering menggaet mahasiswa baru yang non NU. Alhamdulillah mereka aktif dan istiqamah menjadi anggota PMII sampai lulus kuliah. 


PMII adalah organisasi independen dan tidak berjenjang. Artinya, setelah lulus PMII (lulus kuliah) tidak ada jenjang lagi di atasnya. Dalam konteks NU,  dia juga tidak menjadi prasyarat masuk organisasi Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), apalagi menjadi pengurus NU. GP Ansor yang notabene merupakan anak kandung NU, berdasar konstitusi organisasi tidak mensyaratkan (mengatur) bahwa jabatan Ketua Umum sampai pada level Ketua PAC Ansor harus kader PMII atau IPNU. Jabatan Ketua Umum atau Ketua Ansor diatur atas dasar kontestasi dalam forum demokrasi yang konstitusional. Kader PMII dengan kualifikasi 'kualitas wahid' misalnya, tidak serta merta harus menduduki jabatan Ketum atau Ketua. Jika dia sscara faktual kalah dalam proses kontestasi, harus legowo bahwa dia tidak 'kualitas wahid' dalam organisasi Ansor. 


Demikian pula dalam konteks NU. Perlu dipahami, bahwa NU adalah level tertinggi. Karena itu jabatan Ketum PBNU adalah jabatan tertinggi. Sebagai jabatan tertinggi, tentunya tidak mudah untuk meraihnya. Tentunya pula menjadi catatan prestasi tersendiri bagi para kader. Hampir sama dengan Ansor, ada kontestasi yang harus dilalui para kader untuk mencapai jabatan tersebut. Konstitusi NU mengatur sedemikian detail, sehingga tidak menselisihi hukum syar'i dan hukum positif. Konstitusi NU tidak mengatur bakal calon atau calon Ketum PBNU harus kader PMII juga kader Ansor. 


Baca juga:

https://jateng.nu.or.id/opini/menyoal-diskursus-pmii-hmi-dalam-muktamar-ke-34-nu-aJ8Hz

 

Menurut saya, mempersoalkan kabinet PBNU 2022 - 2027 sama artinya dengan mempersoalkan Muktamar ke-34 NU di Lampung. Diperkirakan mayoritas peserta Muktamar adalah para aktivis PMII, GP Ansor, bahkan IPNU. Mereka yang memilih sekaligus memberi mandat kepada Ketum terpilih. Mempersoalkan Ketum terpilih sama artinya 'menyalahkan' teman-teman muktamirin.
 

Jangan Jadi Kader Kagetan


NU adalah milik kita semua dan aset peradaban umat manusia. Karena itu kader kader NU, setelah selesai pada level PMII dan Ansor bermetamorfosa menjadi cendekiawan, ilmuwan, agamawan, dan negarawan yang tidak berfikir dan bertindak primordial-emosional. Memiliki tanggung jawab yang sangat luas dan kompleks untuk kemaslahatan umum demi terjaganya peradaban dunia yang dicita-citakan. Kabinet PBNU hasil Muktamar Lampung perlu diapresiasi. Meski ada riak-riak dan suara minor, tidak terprovokasi dan berjalan di jalur yang benar. Dalam struktur kepengurusan tercermin keberagaman yang sangat elok. Selaras dengan simbol bumi yang hijau, penuh dengan beraneka jenis tanaman dan bunga yang sangat indah. Semua diakomodasi, karena NU milik kita semua. Sementara itu tentang masuknya wanita dalam struktur jamiyah merupakan keniscayaan dan alamiah, seiring dengan dinamika yang harus kita hadapi. 


Sejak lama NU bersikap pro kepada wanita. Sudah sejak dulu berbicara tentang wanita, gender dan emansipasi. Muktamar Cipasung (1994) juga membahas tentang wanita bekerja di luar rumah pada malam hari. Untuk lebih jelas, silahkan baca Disertasi Doktor Jamal Ma'mur UIN Walisongo. Masuknya wanita dalam Kabinet Gus Yahya lebih banyak ditentukan oleh waktu. Hari kemarin, tuntutan yang ada tentunya tidak sama dengan hari ini. Tuntutan tersebut tidak harus selalu sesuai ramalan atau kecenderungan. 


John Naisbitt, seorang pembaca masa depan dalam bukunya Megatrends tidak bisa meramal jika kita harus berhadapan dengan dunia digital yang super canggih dan pandemi Covid-19 yang mendunia dan berlangsung lama. Tapi, faktanya seperti ini, di mana kita harus hidup dengan gaya baru. Demikian pula, perempuan dalam struktur NU. 


Sebagai kader yang puluhan tahun bergelut dalam kerasnya dunia pergerakan, tidak selayaknya jika menjadi kader kagetan. Kita harus semakin dewasa dan 'final' dalam memaknai perbedaan dan menjaga jiwa korsa. Kita perlu meningkat menjadi negarawan, 'komandan', dan mursyid. Tidak mudah reaktif, tidak mudah gusar dan tidak mudah putus asa. Semua ada prosesnya dan semua ada waktunya. wallahu a'lam bis shawab



Mufid Rahmat, Ketua Pusat IKA Ansor, mantan Ketua PW GP Ansor Jateng 


Opini Terbaru