• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Opini

Keberagaman Sebuah Harmoni Kehidupan

Keberagaman Sebuah Harmoni Kehidupan
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Pada pekan hari ini raga bergelut dengan hamparan ladang beribu hektare di pulau terluas, menatap para petani mengais rizqi pada intan permata hitam kecoklatan butiran biji minyak sawit, air keringat bercucuran membasuh tubuh para pekerja, ritme nafasnya mulai menggores luka lelah terbayar dengan upah di atas minimal Upah Minimum Regional (UMR) di pulau di mana dia terlahirkan. 


Sementara gadis cantik tersenyum manis bermata sipit berkulit kuning langsat menebar bahagia menyeka keringat hilanglah rasa lelah. Jalan-jalan berdebu terjal bebatuan atau lubang menganga di jalan hanya sebuah musik alam yang membahagiakan. Atau rawa luas yang membentang bergubung rumput luar mulai tumbuh subur meninggi tanpa berpenghuni sebagai bukti hamparan ladang tanpa berpenghuni atau dengan penduduk yang tak berimbang antara luas tanah dan penghuninya.


Lewat udara terbang dalam ketinggian saat pesawat melewati batas harus menurunkan terbangnya suara pengumuman mengagetkan rasa kantuk membuat tangan bergerak membuka penutup jendela, hamparan luas jambrut hijau katulistiwa melupakan segala sejarah kelam terjadinya kerusuhan berdarah terbunuhnya etnis Madura di Kabupaten Sampit, Kalimantan Tengah.


Masih saja pikiran penulis belum terhenti kalau tidak menuangkan gagasan dan analis lewat not-not huruf abjad pada keyboard sebagai bentuk shering penulis adalah keberagaman harus dirawat agar harmoni kehidupan menjadi indah. Perbedaan bukan menjadi sekat penghubung, karena tidak kenal tidak akan pernah sayang. Penulis merangkum terjadinya disharmoni munculnya konflik.


Kurang Komunikasi


Waja'alnakum su'uban wa qobaila lita'arofuu (dan Aku jadikan di antara kalian semua suku dan bangsa agar supaya kalian semua saling mengenal). Mengenal adalah komunikasi awal untuk saling mengetahui karakter dan prilaku masing-masing agar dapat memahami menghargai sesamanya. 


Terjadinya disharmoni cenderung kurangnya komunikasi sehingga akan mengakibatkan kesalahpahaman dan saling menyalahkan. Maka hal ini yang mengakibatkan konflik sosial sampai pertumpahan darah. Mengenal seorang atau kelompok berarti memahami kepribadian (karakter, kebiasaan) dan strata ekonomi (tingkat kesejahteraan) dan kebudayaan yang berlaku. Maka, komunikasi yang baik akan menjadikan keberagaman menjadi harmoni kehidupan.


Saling Memahami


Selain bentang alam kondisi iklim dan terdirinya kepulauan yang menjadikan keberagaman tidak dapat dihindari, dari situlah keberagaman dibentuk oleh karakter alam yang berbeda-beda. Maka keberagaman itu akan lestari dengan berupaya memahami (Lita'arofuu). Memahami bahwa keragaman tidak sekadar hanya mencari cara menjadi, tetapi cara mengetahui.


Memahami akan melahirkan kesadaran antara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan dengan berbagai macam ikatan ketergantungan satu dengan yang lainnya. Artinya kesempurnaan hidup akan terpenuhi dengan keberadaan yang lainnya, keberagaman akan terikat dengan saling membutuhkan. Kesadaran ini akan dengan sendirinya tidak akan menimbulkan diskriminasi di antaranya sebab potensi masing-masing akan menyempurnakan eksistensinya. 


Sikap egoisme yang tertanam pada kepribadian seseorang akan tereliminasi, sehingga budaya dan kebudayaan yang menjadi ciri masing-masing akan lebih terjaga. Dan akan menumbuhkan budaya saling menghargai, menghormati tanpa membutuhkan tekanan dari luar. Maka dengan sendirinya keberagaman akan menumbuhkan kecerdasaan sosial yang akan membentuk aliansi, komunitas, atau organisasi antarummat beragama sebagai wadah untuk memecahkan kebuntuan antarsesamanya.


Penutup


Penulis sekadar mengilustrasikan rihlah dalam perjalanan panjang menyusuri rimbunnya pohon sawit selama tujuh hari untuk memotivisi merawat jagat membangun peradaban di muka bumi pada masyarakat homogen dan menyimpulkan arti kehidupan dalam beragamnya pesona alam semesta. Untuk terjadinya harmoni kehidupan di tengah masyarakat yang beragam suku, bangsa, dan agama, setetes darah yang mengalir di muka bumi dengan alasan keberagaman adalah ironi kehidupan. 


Keyakinan penulis semakin mantap ketika mendengar secara langsung, ternyata konflik itu terjadi karena ketimpangan ekonomi, keserakahan manusia untuk menguasai memiliki semua dengan keangkuhan dan kesombongannya bukan meggali sumberdaya sebagai tempat kaki berpijak. Wallahu a'lam bis shawab



H Munib Abd Muchith, alumni Lirboyo 92 dan Pesantren Al-Itqon Bugen, Kota Semarang,
Wakil Katib PWNU Jawa Tengah


Opini Terbaru