Opini

Islam Ideal dan Aktual; Persinggungan Agama dan Budaya 

Ahad, 2 Juni 2024 | 11:00 WIB

Islam Ideal dan Aktual; Persinggungan Agama dan Budaya 

Foto: Ilustrasi (nu online)

Agama samawi merupakan hidayah dari Allah SWT kepada para utusan-Nya. Kemudian oleh para utusan-Nya, agama disampaikan kepada seluruh umat pada masanya dan disampaikan para pengikutnya dari generasi ke generasi hingga sekarang dan bahkan hingga hari kemudian. 


Penjelasan dan praktik ibadah Rasulullah Saw dan para sahabatnya dibukukan dan diajarkan secara turun temurun, yang pada pokoknya disebut ushuluddin terdiri dari aqidah, syari'ah dan akhlaq. Dari ketiga hal pokok ini kemudian oleh para ulama ditulis dalam berbagai kitab mulai dari Ulumul Qur'an, ulumul hadits, tauhid, fiqih, tasawuf, dan ilmu-ilmu lain sebagai ilmu alat seperti nahwu, shorof, balaghah, badi', ma'ani, mantiq, dan seterusnya. 


Karena itu pemahaman dan praktik pengamalan Islam harus dengan ilmunya ulama tersebut agar sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Allah SWT dan para utusan-Nya. Misalnya kitab hadits yang ditulis Imam Bukhori dan Imam Muslim disebut hadits shahih. Meskipun beliau berdua radliyallahu anhuma ahli hadits, namun secara fiqih keduanya bermadzab kepada imam madzhab yang nafis. Imam Madzhab yang nafis (indah). 


Menurut Mbah Kiai Sahal, Imam Madzhab yang nafis (indah) adalah bermazhab kepada salah satu dari imam madzhab empat: Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi'i, Imam Hambali. Dari sini umat dapat memahami Al-Qur'an karena adanya hadits, dan umat bisa memahami hadits karena adanya fiqih yang disusun oleh ulama mujtahid. Untuk itu Islam yang tertulis dalam kitab suci dan kitab hadits atau kumpulan tulisan sunnah-sunnah Nabi Saw merupakan Islam ideal, atau yang seharusnya dilakukan. Adapun Islam yang dipahami dan diamalkan oleh umatnya merupakan Islam aktual. 


Tentu yang diidealkan lebih sempurna bila dibandingkan dengan yang diamalkan. Karena itu terdapat keterangan yang sangat populer bahwa 'niat seorang mukmin itu lebih baik dari amalnya.' Adapun amal orang Islam dari waktu ke waktu itulah yang disebut dengan sejarah kebudayaan Islam. Sejarah kebudayaan Islam dimulai dari Khulafaur Rasyidin, Bani Umaiyah, Bani Abbasiyah, Kesultanan Turki Utsmani dan kerajaan Islam lainnya, masa penjajahan, dan masa sekarang. Mengapa sejarah kebudayaan Islam tidak dimulai dari Nabi Muhammad Saw? Karena disebutkan bahwa pada masa Nabi Muhammad Saw merupakan masa wahyu dari Allah SWT masih berlangsung diturunkan secara bertahap sesuai kondisi yang dihadapinya. 


Nah dalam sejarahnya yang panjang tersebut,  Islam berkembang pesat di berbagai kawasan dunia. Di berbagai tempat, pokok-pokok ajaran Islam tidak berbeda, merujuk pada wahyu dan hasil ijtihad ulama mujahid. Adapun dari segi tradisi dan budaya terdapat varian yang berbeda seperti tata cara menghormati sesama umat dan sebagainya. Hal ini tergantung pada latar belakang sosial budaya masyarakat setempat, termasuk dalam pendidikan mereka. Tak dapat dipungkiri bahwa kualitas Islam mendatang tergantung pada pendidikan yang dilakukan sekarang. Di samping itu juga terdapat faktor lainnya seperti kebijakan politik, ekonomi dan sosial budaya pemerintah setempat.


Namun demikian umat Islam tidak perlu khawatir karena Allah SWT yang menjaga kesempurnaan dan kemurnian Islam. Sesuai keterangan Nabi Saw, setiap 100 tahun terdapat ulama yang memberikan pencerahan dalam memahami dan mengamalkan Islam. Untuk itu para ulama sebagai pemimpin umat sangatlah bijak dengan berpegang pada perkataan ulama terdahulu bahwa,  'pendapat saya benar namun ada kemungkinan salah. Adapun pendapat lainnya itu salah namun ada kemungkinan benar.' Jadi beliau semua tidak memutlakkan pendapatnya sendiri. Inilah salah satu keindahan Islam. Dan tentu masih banyak keindahan lainnya dalam agama Islam.


Menurut Hadratus Syekh KHM Hasyim Asy'ari, ulama salafiyah merupakan ulama yang shalih shalihah yang hidup sebelum abad ketiga hijriah telah menjadi rujukan bagi generasi sesudahnya dalam memahami dan mengamalkan Islam. Mengapa ulama sesudah ulama salafiyah tidak langsung merujuk pada wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw? Mereka tetap mempelajari wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw, namun untuk merespons permasalahan yang dihadapi umat, mereka menggunakan manhaj atau metodologi istinbath yang dilakukan oleh ulama salafiyah yang dikenal dengan ijma' dan qiyas. 


Di samping itu Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah SWT bukan untuk bangsa tertentu, melainkan untuk semuanya. Bukan pula untuk waktu tertentu melainkan selamanya. Titik tekan Islam adalah tauhid, fiqih dan akhlak guna mengantarkan umat pada derajat muttaqin, agar umat Islam dapat termasuk hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Banyak penjelasan bahwa orang yang bertaqwa kepada Allah SWT adalah orang-orang yang mampu menahan amarahnya, mampu menginfaqkan sebagian harta yang diterimanya, memberikan maaf dan sifat-sifat lain yang terpuji. Ini yang prinsip, kemudian bagaimana pandangan Islam tentang musik?


Dalam kajian fiqih, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Ada yang membolehkan, ada juga yang mengharamkan. Bagi ulama yang membolehkan, sepanjang musik tidak menimbulkan madlarat, maka tidak perlu dipermasalahkan. Bagi ulama yang melarang beranggapan bahwa musik tidak sesuai ajaran Islam. Kemudian bagaimana hukum membaca shalawat yang diiringi musik? Hal ini juga terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Hal ini bukan tentang hukum membaca shalawat, melainkan hukum membaca shalawat yang diiringi musik.


Tentang membaca shalawat merupakan perintah Islam. Di dalam tahiyat shalat ada shalawat. Di luar shalat, terdapat banyak bacaan shalawat. Jenisnya juga beranekaragam. Bahkan, ulama secara mayoritas bersepakat bahwa ibadah yang langsung diterima adalah shalawat. Kalau bacaan dzikir lainnya tergantung syarat dan rukunnya.


Bacaan shalawat yang diiringi musik bukan sesuatu yang baru dalam masyarakat. Ada juga shalawat yang diiringi gamelan gending Jawa. Terdapat juga wayang, dan kesenian tradisional lainnya. 


Tentang hasil karya manusia, seperti musik tersebut tentu akan menimbulkan pro dan kontra. Ada yang setuju, dan ada pula yang tidak setuju. Ada yang senang dan ada pula yang tidak. Untuk itu dalam kajian fiqih disebutkan semua alat sebagai wasail hukumnya tergantung pada tujuannya atau ghayah. Kalau tujuannya benar, Insyaallah dibenarkan. Kalau tujuannya salah, maka tidak diperbolehkan. Seperti misalnya ibu-ibu pegang pisau, kalau tujuannya baik seperti untuk memasak jadi boleh, dianjurkan, bahkan wajib. Namun kalau tujuannya untuk menakut-nakuti anak maka tidak boleh, dan seterusnya. Wallahu a'lam bis shawab


Mohamad Muzamil, Ketua PWNU Jateng masa khidmah 20182023, penulis lepas tinggal di Kabupaten Semarang