• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 19 April 2024

Opini

Ahlussunnah Waljamaah A-Nahdliyah KH Bisri Musthofa

Ahlussunnah Waljamaah A-Nahdliyah KH Bisri Musthofa
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Kita sering mendengar istilah ahlussunnah wal jamaah (aswaja) An-Nahdliyah. Pengikut aswaja atau sunni menjadi suatu kelompok terbesar dalam lingkungan umat Islam di seluruh dunia. Ulama dari zaman klasik hingga era milenial membicarakan istilah tersebut. Beberapa dekade pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW terjadi perpecahan umat di antaranya karena perbedaan penganut paham aswaja. Konflik antar golongan yang masing-masing mengaku berpaham aswaja sempat terjadi. 

 

Tiap golongan umat mengklaim dirinya sebagai sunni yaitu kelompok yang akan selamat sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. Hanya Syiah kelompok yang mengaku sebagai penganut Islam di luar aswaja. Kaum muslimin terkotak-kotak menjadi beberapa kelompok aliran. Masing-masing mereka menuding salah kelompok lain dan mengaku dirinya penganut aswaja yang benar. 

 

Siapa sebenarnya golongan atau kelompok yang akan selamat dan apa prinsip ajaran aswaja?. 

 

Nabi Muhammad SAW. bersabda:

 

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. اِنَّ بَنِيْ  اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَليٰ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرَقَتْ اُمَّتِيْ عَليٰ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِيْ النَّارِ اِلاَّ مِلَّةً وَاحِيْدَةً قَالُوْا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ مَا اَنَا عَليْهِ وَاَصْحَبِيْ  

 

Dari Abdullah bin Amr berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya umat Bani Israil terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, kesemuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan yang akan selamat. Para sahabat bertanya: Siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: Yaitu golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran para sahabatku. (HR Imam al-Tirmizi, 2565).

 

Kalau kita menilik hadits di atas, Islam Aswaja diartikan sebagai ajaran (wahyu Allah SWT) yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. kepada sahabat-sahabatnya dan beliau mengamalkan kemudian para sahabat ikut mengamalkannya.

 

Secara etimologi aswaja dapat diartikan tradisi dan perjalanan Nabi SAW dan ijmak ulama. Sunnah artinya tradisi sedangkan jamaah artinya kumpulan. Penganut ajaran ini dijamin oleh Rasulullah SAW sebagai yang tidak akan masuk neraka. 

 

Warga NU (Nahdliyin) telah merujuk pengertian Aswaja berdasarkan pada pendapat ulama pesantren di antaranya KH Bisri Musthofa. KH Bisri Musthofa (1915-1977) adalah pendiri Pesantren Roudlatul Tholibien Leteh Rembang. Beliau seorang mufasir, orator, ahli pidato, dan mempunyai karya kurang lebih berjumlah 176. 

 

Di antara karya-karya Ayahandanya Gus Mus adalah Tafsir Al-Ibriz 30 Juz, Al-Iktisar (ilmu tafsir), terjemahan kitab bulughul maram, terjemah Hadits Arbain an-nawawi, Buku Islam dan Shalat, Buku Islam dan Tauhid, akidah ahlussunnah waljamaah, Al-Baiquniyah/ilmu hadits, terjemahan syarah alfiyah ibnu malik, terjemah syarah imriti, terjemahan syarah al-jurumiyah, terjemahan sullamul mu’awwanah, terjemahan kitab faraidul bahiyah, safinatus  shalat, dan lain-lain. 

 

Keilmuan dan amaliyah keislaman Kiai Bisri diakui oleh ulama-ulama lainnya. Kiai yang produktif menulis itu sangat mumpuni untuk dijadikan rujukan bagi Nahdliyin khususnya terkait tema pembahasan tulisan ini. Kiai Bisri menjelaskan aswaja secara eksplisit adalah paham yang berpegang teguh pada tradisi sebagai berikut:

 

Pertama, dalam bidang hukum Islam menganut ajaran salah satu empat madzhab. Dalam praktik, para kiai adalah penganut madzhab syafi’i;

 

Kedua, dalam bidang tauhid, menganut ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi; Ketiga, dalam bidang Tasawuf menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qasim al-Junaidi. (KH Bisri Musthofa, 1967:19)

 

Pendapat Kiai Bisri senada dengan pendiri NU Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari yang telah menyatakan pola pemikiran aswaja an-nahdliyah yang mencakup satu kesatuan prinsip keagamaan Islam yaitu aspek aqidah, syariah, dan akhlak. 

 

Kiai Bisri membedakan dirinya dari firqah golongan yang tidak mengikuti ajaran para imam tersebut seperti Syiah, Wahabbi, dan kelompok ideologi transnasional Islam yang mana mereka tidak hanya mengusung Islam politik tetapi juga identik menyudutkan amaliyah dan paham Nahdliyin dengan melabeli sebagai pelaku tahayul, bidah, kemusyrikan, atau negara taghut. 

 

Biasanya kelompok tersebut hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits, dan berkampanye dengan kedok jargon 'Kembali pada Al-Qur’an dan Hadits'.

 

Pengertian aswaja an-nahdliyah dari Kiai Bisri tersebut menjadi pedoman muktabar khususnya warga NU penganut Islam aswaja an-nahdliyah dan kelompok lain pada umumnya. Dengan berpegang pada ajaran aswaja an-nahdliyah bangsa ini meski tetap memahami perbedaan sebagai sebuah keniscayaan. Umat Islam menjadikan perbedaan sebagai rahmat dan jangan sampai kemajemukaan menjadikan bangsa bercerai berai. 

 

Para ulama harus terus memperkuat ukhuwan Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah. Kita lawan para pengacau aqidah, bangsa, dan negara. Indonesia menjunjung tinggi kerukunan umat dan toleransi dalam kebinekaan dengan berdalil pada 'lanâ a’mâlunâ walakum a’mâlukum (bagiku amalku bagimu amalmu) bagi kaum seiman. Dan 'Lakum dȋnukum waliyadȋn (Bagimu agamamu dan bagiku agamaku) untuk sesama manusia. Dengan demikian akan tercapai cita-cita bersama kejayaan Islam Nusantara. 

 

 

Bahrun Ulum, Dukuh Payung, Songgom, Brebes, Jawa Tengah. Alumni Pascasarjana di Universitas Islam negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta 


Opini Terbaru