• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 29 April 2024

Opini

NU Benteng NKRI

NU Benteng NKRI
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi kemasyarakatan yang dibuat khusus untuk merebut dan memperjuangkan Indonesia dari penjajah pada zaman kolonial Belanda dan Jepang. Awal sejarah berdirinya NU juga mempunyai peran yang sangat penting yaitu mengajak para ulama dan santri untuk bersama-sama melawan berbagai penindasaan yang terjadi akibat ulah para penjajah. Peran NU juga membantu berbagai tindakan pemerintah asing yang dianggap kafir merupakan bukti sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa berdirinya NU merupakan rangkaian panjang dari sejumlah perjuangan. 

 

Sejatinya berdirinya NU merupakan respons dari berbagai problem keagamaan, peneguhan madzhab, serta berbagai alasan-alasan kebangsaan dan sosial-masyarakat. Bahkan menurut hitungan rasional pada saat itu, kemerdekaan Indonesia tidak akan terwujud karena pada waktu itu Indonesia berada pada situasi dan kondisi yang serba kekurangan dan ditambah dengan beberapa peristiwa penyerangan di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan oleh para penjajah Belanda maupun Jepang. Namun dengan semangat kuat dari para ulama dan santri yang bahu membahu melakukan perlawanan dengan dipersenjatai upaya gerakan-gerakan yang mentransformasikan secara spontanitas dengan cara melafalkan doa dan wirid-wirid yang telah diberikan oleh ulama-ulama NU seperti asmaul husna, hizib, dzikir, manaqiban, shalawat dan doa-doa lainnya. 

 

NU yang berarti 'kebangkitan ulama' lahir pada 16 Rajab 1344 H atau bertepatan pada 31 Januari 1926 M diperkarsai oleh Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari sekaligus sebagai rais akbar beserta para sahabatnya, K. Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, dan yang lainnya. Pada dasarnya KH Hasyim Asy’ari adalah tokoh agama Islam dan sekaligus pendiri NU yang sangat menjunjung tinggi nilai nasionalis dan tetap berpegang teguh pada syariat agama Islam dan mampu memberikan suasana yang aman tentram dan sejahtera. 

 

Lahirnya NU ditandai dengan beberapa latar belakang yaitu pertama, motif agama. Kedua, motif mempertahankan paham Ahlussunnah waljamaah. dan ketiga, motif nasionalisme. Adapun beberapa latar belakang yang mempengaruhi lahirnya NU adalah sebagai berikut:

 

Motif Agama 

 

NU selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara senantiasa dilandasi oleh dasar syariat agama Islam yang sangat kuat serta selalu mengedepankan pada nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai keindonesiaan dengan semangat nasionalisme yang kuat. Dasar inilah yang selalu menjadi pedoman bagi NU dalam menjalankan perannya. Selanjutnya sekitar tahun 1924 H di Arab Saudi sedang terjadi arus pembaharuan Syekh Syarif Husein. Raja Hijaz kala itu yang berpaham sunni ditaklukkan oleh Raja Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Dan pada tahun yang sama 1924 di Indonesia KH Wahab Hasbulloh memberikan gagasannya kepada KH Hasyim Asy’ari untuk segera membentuk dan mendirikan NU. Dan kemudian pada tahun 1926 KH Hasyim Asy’ari mengizinkan dan mengumpulkan beberapa para ulama untuk mendirikan NU.

 

Motif Mempertahankan Ajaran Ahlussunnah Waljamaah 

 

Berdirinya NU juga tidak bisa dilepaskan pada upaya mempertahankan paham ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) yaitu ajaran yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma (Keputusan-keputusan para ulama sebelumnya), dan Qiyas (Kasus-kasus yang ada dalam cerita Al-Qur’an dan Hadits). NU memegang konsensus tentang Al-Usus Al-Tsalatsah Fi I’tiqadi Ahlissunnah Wal Jamaah yakni tauhid mengikuti Imam al-Asy’ari dan al-Maturidi, dan berfiqih mengikuti salah satu madzhab empat dan berakhlak sesuai dengan pereumusan Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid al-Ghazali. Orang NU menggunakan segala kelengkapan (alat) dan istimbath al-ahkam, termasuk usul fiqih, qawaidul fiqih, dan hikmatut tasry dalam merumuskan keputusan hukum agama.
 


Motif Nasionalisme 

 

Motif nasionalisme lahir karena adanya niatan yang kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam usaha melawan penjajah. Terlihat pada semangat nasionalis yang ditunjukan oleh KH Hasyim Asy’ari berusaha menggandeng para tokoh muda dari kalangan pesantren salah satu tokoh di antaranya adalah KH Muhammad Yusuf Hasyim dan KH Zainul Arifin sebagai panglima laskar Hizbullah (Tentara Allah) dan tak ketinggalan KH Masykur perwakilan dari golongan sabilillah yang semuanya bersiap membela dan mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar tetap tegak. 

 

Prinsip NU dalam upaya mempertahankan keutuhan NKRI yakni dengan mengacu pada empat prinsip dasar yakni:

  1. Tawassuth atau moderat, sebuah sikap keberagaman yang tidak terjebak pada hal-hal yang sifatnya ekstrem. Dengan demikian NU secara struktural ataupun kultural harus memegang teguh amaliyah untuk terus bersikap hati-hati dalam beragama.
  2. Tasamuh, sikap keberagaman dan kemasyarakatan yang menerima kehidupan sebagai suatu yang beragama. 
  3. awazun, bersikap objektif, taat perintah dan asas, proporsional, dan harus bisa menjauhkan diri dari sikap egoisme dalam dirinya. 
  4. Amar ma’ruf Nahi Munkar, sikap mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Para Kader-kader NU harus selalu menjauhkan diri dari sikap yang merujuk pada sisi kemungkaran dan suatu hal yang tidak bermanfaat. 

 

Selain prinsip dasar di atas, NU juga terus berupaya memupuk nilai-nilai semangat nasionalisme dengan selalu menghargai perbedaan yang ada dan mampu menyelesaikan masalah dengan jalan musyawarah dan damai guna terciptanya suasana yang harmonis tanpa adanya sebuah perpecahan antar suku, agama, ras, budaya, dan yang lainnya. Sehingga akibat dari berbagai permasalahan yang muncul dari gerakan-gerakan sparatis dan radikal yang ingin merusak keutuhan NKRI.   

 

Dalam kiprahnya NU telah diakui oleh masyarakat Indonesia sebagai benteng kokoh NKRI yang terus setia menjaga dan merawatnya. Bukti tersebut dapat kita jumpai pada buku terbitan Kanisius tahun 2018 berjudul 'NU Pejuang NKRI'. Di dalam buku tersebut berisi kumpulan tulisan dari 22 tokoh nasional itu mempertegas bahwa NU sebagai jamiyah diniyyah ijtimaiyah (organisasi sosial keagamaan) bukan sebagai penjaga biasa, melainkan memperkuat dan merajut berbagai elemen bangsa untuk menyadari bahwa cinta tanah air merupakan salah satu upaya aktualisasi nyata keimanan seseorang. Sehingga cinta tanah air ini berlaku untuk seluruh kaum beragama di Indonesia. Hal ini dicetuskan langsung oleh pendiri NU KH Hasyim Asy’ari yang menyatakan Hubbul Wathan Minal Iman (Cinta Tanah Air sebagian dari Iman).  

 

Dari berbagai kisah heroik para ulama terdahulu kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa dan perjuangan yang sudah beliau-beliau perjuangkan. Maka kita seyogyanya sebagai generasi muda NU untuk terus memegang teguh pada prinsip-prinsip NU, para salafus shalihin, dan patuh dengan pemerintah dengan melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dan mendukung penuh gerakan-gerakan positif yang bisa kita lakukan untuk menjaga keutuhan NKRI dari berbagai paham yang ingin merusak dan menghancurkan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Karena akhir-akhir ini, di Indonesia banyak muncul berbagai kelompok atau aliran yang berusaha memecah belah kelompok beragama dan merusak tatanan kenegaraan yang berpotensi menimbulkan caos di masyarakat. Kita sebagai generasi milenial harus bisa terus mengedukasi dan memberikan doktrinnya dengan upaya tindakan untuk selalu cinta dengan tanah air. Wallahu A’lam 

 

 

A’isy Hanif Firdaus, mahasiswa Ilmu Al-Qur’an & Tafsir UIN Walisongo Semarang, Sekretaris IKAF Babakan-Tegal 


Opini Terbaru