Filantropi Banom NU: Warisan Kemanusiaan Gus Dur yang Terus Hidup
Senin, 2 Juni 2025 | 07:00 WIB
Husna Mahmudah
Kolomnis
“Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu.”
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
KH Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur, bukan hanya dikenal sebagai tokoh agama, tapi juga sebagai pejuang kemanusiaan. Dalam banyak tulisannya, Gus Dur menekankan bahwa agama seharusnya membuat kita lebih peduli terhadap sesama, bukan malah membatasi kepedulian hanya pada mereka yang "satu golongan".
Baca Juga
Sekelumit Kisah Kasih Sayang Gus Dur
Menurutnya, keberagaman adalah bagian dari fitrah kemanusiaan. Oleh karena itu, sikap saling membantu dan melindungi tidak boleh dibatasi oleh identitas agama, suku, atau kelompok. Sebab, inti dari semua agama adalah kasih dan kepedulian (Wahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela, 2001).
Menurut Greg Barton dalam bukunya Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid. Gerakan filantropi yang diperjuangkan oleh Gus Dur tidak hanya bersifat wacana, tetapi nyata dalam tindakan konkret yang membela kaum marjinal dan menciptakan ruang keadilan sosial. Salah satu langkah penting yang menunjukkan keberpihakan Gus Dur adalah ketika ia mencabut Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 yang melarang ekspresi budaya Tionghoa. Sebagai Presiden RI, Gus Dur menerbitkan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 yang mengakui Imlek sebagai hari besar yang boleh dirayakan secara terbuka oleh warga Tionghoa. Ini merupakan tonggak sejarah penting dalam pemulihan hak-hak sipil komunitas Tionghoa di Indonesia yang selama puluhan tahun mengalami diskriminasi sistemik (Wahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela, 2001; Barton, Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid, 2002).
Komitmen Gus Dur terhadap hak asasi manusia juga tercermin dalam keberaniannya membela kelompok minoritas agama seperti Ahmadiyah dan Syiah. Ia menolak segala bentuk pelarangan terhadap mereka, bahkan setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Dalam salah satu wawancaranya, Gus Dur menyatakan bahwa jika Ahmadiyah dilarang, maka kelompok lain pun akan menyusul, dan itu merupakan ancaman terhadap hak konstitusional warga negara (Fealy & White, Expressing Islam, 2008; Wahid Institute, 2008).
Baca Juga
Gus Dur Seorang Penulis Produktif
Selain itu, Gus Dur juga dikenal sebagai tokoh yang konsisten dalam mendukung inklusivitas bagi penyandang disabilitas. Ia yang sendiri mengalami gangguan penglihatan, menjadikan keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkontribusi bagi masyarakat luas. Gus Dur memberi ruang kepada aktivis disabilitas dalam berbagai forum kebijakan dan memperjuangkan aksesibilitas yang lebih baik bagi kelompok tersebut.
Yeny Wahid putri kedua Gus Dur menjelaskan dalam bukunya berjudul "Karya dan Pemikiran Gus Dur: Islam, Demokrasi, dan Kebudayaan". Cara Gus Dur untuk melestarikan nilai-nilai perjuangannya dalam bidang keadilan sosial, pluralisme, dan perdamaian lintas agama, keluarga dan murid-muridnya mendirikan The Wahid Institute pada tahun 2004. Lembaga ini menjalankan berbagai program seperti pendidikan toleransi antaragama di sekolah dan pesantren, bantuan hukum bagi kelompok minoritas, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin melalui kerja sama lintas sektor (The Wahid Institute, 2010; Wahid, Yenny, Karya dan Pemikiran Gus Dur, 2011).
Di bidang ekonomi, Gus Dur juga mendorong lahirnya koperasi pesantren dan program zakat produktif. Ia percaya bahwa kemandirian ekonomi rakyat harus dibangun dari bawah, termasuk melalui penguatan komunitas petani dan nelayan. Bersama tokoh-tokoh lain seperti Nurcholish Madjid, Gus Dur menegaskan pentingnya demokrasi ekonomi sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat (Madjid & Wahid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, 1999; Gatra, 2010; Hidayat, 2010).
Baca Juga
Gagasan Gus Dur tentang Pesantren
Pemikiran Gus Dur tentang kemanusiaan tak berhenti sampai pada masanya. Hingga hari ini, nilai-nilai itu hidup dalam kerja nyata berbagai badan otonom Nahdlatul Ulama (banom NU), seperti NU Care-LAZISNU, LPBI NU, Fatayat NU, Muslimat NU, GP Ansor, dan Banser NU. Mereka membawa misi sosial NU ke tengah masyarakat tanpa memandang latar belakang siapa yang ditolong.
Berikut ini beberapa contoh konkret aksi banom-banom NU:
1. NU Care-LAZISNU: Cepat Tanggap dalam Bencana
Banjir Bandang di Garut (2022)
NU Care-LAZISNU turun langsung menyalurkan bantuan makanan, air bersih, serta mendirikan dapur umum. Mereka juga membantu evakuasi warga yang terdampak, tanpa melihat apa agamanya atau pilihan politiknya (NU Care-LAZISNU, 2022).
2. LPBI NU: Peduli Lingkungan dan Penanggulangan Bencana
Gempa Cianjur (2022)
LPBI NU mengirim relawan, membuka posko kesehatan dan trauma healing, serta membagikan air bersih ke wilayah terisolasi. Semua dilaksanakan dengan pendekatan lintas iman (LPBI NU, 2022).
3. Fatayat NU & Muslimat NU: Solidaritas untuk Perempuan
Pendampingan Korban Kekerasan di Banyuwangi
Fatayat NU menyediakan layanan pengaduan, pendampingan hukum, serta bantuan psikologis bagi perempuan korban kekerasan—bahkan yang berasal dari non-Muslim (Fatayat NU, 2023).
5. Posyandu Inklusif di Maluku
Muslimat NU mengelola posyandu yang melayani masyarakat lintas agama dan memberi edukasi kesehatan bagi ibu dan anak (Muslimat NU, 2023).
6. GP Ansor & Banser NU: Menjaga Toleransi, Merawat Persaudaraan
Banser Jaga Gereja Saat Natal
GP Ansor dan Banser NU rutin menjaga gereja saat perayaan Natal di berbagai kota seperti Solo dan Ambon. Ini adalah simbol solidaritas bahwa keamanan dan toleransi adalah tanggung jawab bersama (Tempo.co, 2019).
7. Banjir Demak (2024)
Dalam peristiwa banjir besar di Demak, Banser turut mengevakuasi warga tanpa memandang agama atau etnis—termasuk kelompok Tionghoa dan umat Kristen yang turut terdampak (Kompas.com, 2024).
Aksi-aksi tersebut menunjukkan bahwa pesan Gus Dur terus hidup: menjadi manusia seutuhnya berarti hadir, menolong, dan peduli terhadap siapa saja yang sedang kesulitan. Gus Dur pernah mengatakan bahwa perjuangan kita bukan untuk memperkuat simbol-simbol agama, tapi untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan melalui agama itu sendiri (Wahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela, 2001).
Saat ini, banom-banom NU terus menjalankan berbagai kegiatan sosial di tengah masyarakat. Mereka berfokus pada upaya nyata yang bermanfaat bagi semua kalangan, sesuai dengan nilai-nilai yang telah Gus Dur wariskan.
Terpopuler
1
Niat dan Tata Cara Pelaksanaan Puasa Tarwiyah dan Arafah
2
Hadir di Pondok Kauman Lasem, Lora Ismael Al-Kholilie Sampaikan 3 Pesan Penting untuk Santri
3
Khutbah Idul Adha: Meneladani Keikhlasan Ibrahim-Ismail dalam Membangun Bangsa yang Tangguh
4
Besok Puasa! Berikut Keutamaan Hari Tarwiyah dan Arafah
5
Gus Arwani Thomafi Ceritakan Dedikasi KH Thoyfoer Lasem untuk NU
6
Kiai Sa’dullah Assa’idi Wafat, Arsitek Intelektual UNISNU Jepara Tutup Usia
Terkini
Lihat Semua