Mengenal Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo, Tempat Berlangsungnya Pelantikan JATMAN 2025–2030
Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:00 WIB
Muhammad Mukromin
Kontributor
Purworejo, NU Online Jateng
Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, sebuah pesantren tua yang sarat sejarah dan spiritualitas, dipercaya menjadi tuan rumah pelantikan Idarah Aliyah Jamiyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN) masa khidmah 2025–2030. Pelantikan tersebut akan digelar selama dua hari, Senin–Selasa, 7–8 Juli 2025, di komplek pesantren yang berada di Dusun Berjan, Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Pelantikan ini akan menjadi momentum penting dan dijadwalkan dihadiri langsung oleh dua tokoh tertinggi Nahdlatul Ulama, yakni Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Dikutip dari NU Online, Ketua Panitia Pelantikan dan Rakernas I JATMAN, KH Luqmanul Hakim menyampaikan bahwa kegiatan pelantikan akan dihadiri lebih dari 1.500 peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
“Semua Idarah Wustho JATMAN atau kepengurusan di tingkat wilayah di seluruh Indonesia dan Idaroh Syu’biyah JATMAN atau kepengurusan di tingkat cabang yang ada di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur akan hadir,” ujar Kiai Luqman.
Kiai Luqman mengatakan bahwa setelah pelantikan kepengurusan, kegiatan akan dilanjutkan dengan kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang pertama. “Jadi, tanggal 7 Juli itu ada pengukuhan atau pelantikan itu pagi, kemudian sore dan malamnya dilanjutkan dengan Rakernas dan tanggal 8 Juli dilanjut penutupan kegiatannya,” ucapnya.
Mengenal Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo
Di balik pelaksanaan acara tersebut, tersembunyi sejarah panjang dan kontribusi besar para pendiri pesantren ini dalam dunia pendidikan dan spiritualitas Islam di Indonesia. Pondok Pesantren An-Nawawi bukan sekadar tuan rumah pelantikan. Pesantren ini adalah tanah kelahiran ide besar JATMAN.
Didirikan pada 1870 M oleh Syekh Zarkasyi (1830–1914), pesantren ini bermula dari sebuah surau bambu sederhana yang menjadi pusat ibadah dan pengajaran Islam di pedukuhan yang saat itu belum memiliki masjid atau langgar.
Syekh Zarkasyi merupakan ulama penyebar Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah yang bersanad kepada Syekh Abdul Karim Banten di Makkah, paman dari Syekh Nawawi al-Bantani. Ia mengajarkan dasar-dasar tauhid dan fiqih melalui kitab Lathāif al-Thahārah karya Syekh Sholeh Darat. Surau kecil itu menjadi pusat spiritual, dakwah, dan penguatan tauhid masyarakat desa.
Sebagai bentuk harapan akan keberkahan, Syekh Zarkasyi menamai dusun itu 'Berjan', dari kata sumbering kabejan (sumber kemuliaan).
Tongkat Estafet dan Modernisasi Pendidikan
Kepemimpinan spiritual dilanjutkan oleh putranya, KH Shiddieq (1914–1947), yang melanjutkan pengajaran tarekat dan mulai merintis sistem asrama. Kehidupan pesantren mulai berkembang, membentuk dua golongan santri: santri mukim (tinggal menetap) dan santri kalong (datang malam pulang pagi).
Perubahan besar datang di masa era putra Kiai Shiddieq, yakni KH Nawawi bin Shiddieq. Ia memimpin dengan visi pembaruan, merombak sistem tradisional menjadi sistem pendidikan yang lebih modern tanpa meninggalkan akar salafiyah.
Di bawah kepemimpinannya:
- Nama pesantren diubah menjadi Roudlotut Thullab (Taman Pelajar),
- Didirikan pesantren putri,
- Sistem klasikal (madrasah) mulai diterapkan
- Pesantren mulai menerima lembaga pendidikan formal, seperti PGA (Pendidikan Guru Agama)
Bahkan pada tahun 1977-1978, Kiai Nawawi menggagas pendirian fakultas syariah di lingkungan pesantren. Sejak saat itu, nama pesantren berubah menjadi An-Nawawi, untuk mengenang dan menghormati jasa besar KH Nawawi dalam memodernisasi sistem pendidikan pondok tanpa kehilangan semangat spiritualnya.
Dari An-Nawawi Berjan Menuju Lahirnya JATMAN
Salah satu kontribusi monumental KH Nawawi adalah keberhasilannya dalam mengorganisasi penganut Thariqat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah melalui wadah resmi yang disebut jamiyyah.
Gagasan ini kemudian melahirkan Kongres Alim Ulama Thariqat pertama di Tegalrejo, Magelang tahun 1957, yang menjadi cikal bakal berdirinya organisasi Jamiyyah Ahli Thariqah al-Mutabarah an-Nahdliyah (JATMAN), organisasi resmi naungan NU yang menaungi Thariqat Mutabarah se-Indonesia.
Gagasan pembentukan organisasi Tarekat nasional bermula sekitar tahun 1956, ketika dua ulama muda, KH Nawawi Shiddiq Berjan dan KH Masruhan Ihsan Mranggen, menyampaikan kegelisahan mereka atas banyaknya praktik Tarekat tanpa sanad dan silsilah mursyid yang jelas.
Mereka kemudian sowan kepada KH Muslih Abdurrahman Mranggen, seorang ulama sepuh, untuk meminta pandangan dan restu, yang akhirnya menyetujuinya dan menyarankan agar dibentuk wadah koordinasi Mursyid, bukan organisasi yang mencampuri ajaran Tarekat.
Pertemuan-pertemuan intens dilakukan, termasuk pada haul Syekh Zarkasyi di Berjan, 15 Sya’ban 1376 H (17 Maret 1957), yang menjadi momentum pembentukan panitia Kongres Ulama Thariqah.
Dan akhirnya panitia resmi terbentuk pada 11 Agustus 1956 di rumah Romlan Semarang, terdiri dari:
- Pelindung: KH Romli Tamim (Rejoso Jombang) dan H Andi Patoppoi (Bupati Grobogan),
- Ketua: KH Nawawi (Purworejo),
- Ketua II: KH Mandhur (Temanggung),
- Sekretaris: Mahfudz (Purworejo) dan Ma’shum (Semarang),
- Bendahara: Mangku (Magelang) dan Romlan (Semarang).
Kongres pertama digelar di Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang, dihadiri ulama Tarekat dari Qadiriyyah, Syadziliyyah, Shathariyyah, dan Ikhtijaiyyah.
Sebelum memilih Rais Akbar pertama, para ulama melakukan istikharah di Tegalrejo dan mendapatkan mimpi serupa yakni KH Baidlowi Abdul Aziz Lasem mengimami shalat di Masjidil Haram. Beliau akhirnya bersedia menjadi Rais Akbar pertama Jamiyah Ahlith Thariqah al-Mutabarah an-Nahdliyyah (JATMAN), dan KH Zubair Salatiga didapuk sebagai Ketua.
Secara historis, empat tokoh pendiri utama JATMAN, meskipun beberapa nama disebut sebagai pendiri. Empat tokoh penggagas berdirinya JATMAN adalah:
1. KH Nawawi Shiddiq (Berjan)
2. KH Masruhan Ihsan (Mranggen)
3. KH Muslih Abdurrahman (Mranggen)
4. KH Mandhur (Temanggung)
Sementara tokoh-tokoh seperti KH Chudhori (Tegalrejo), KH Dalhar (Watucongol), KH Siraj (Payaman), dan KH Abdul Hamid (Kajoran) merupakan guru besar dan pendukung spiritual gagasan besar tersebut. Misalnya, Kiai Chudhori sangat berjasa dalam penggalangan dana untuk Kongres walaupun bukan tokoh Tarekat.
Dalam catatan pribadinya, KH Nawawi menulis bahwa Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Berjan yang dibinanya telah tersebar ke luar Jawa, termasuk ke Lampung, Jambi, Riau, dan Bengkulu. Bahkan menyebar ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei.
“Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengaruh thariqah dari Berjan sudah mencapai Malaysia dan Singapura,” tulis KH Nawawi dalam catatan tertanggal 23 Januari 2007.
Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan terus melaju menjawab tantangan zaman. Pembaruan yang dilakukan tidak dimaknai sebagai sekularisasi, melainkan sebagai upaya menyesuaikan sistem pendidikan dengan kebutuhan zaman. Pesantren tetap menjadi pusat spiritual yang kuat, sekaligus pusat intelektual yang adaptif terhadap perubahan global.
Dan esok pada 7-8 Juli 2025, ketika JATMAN kembali dilantik di tempat kelahirannya, sejarah seolah berputar. An-Nawawi Berjan kembali menjadi panggung bagi kelahiran babak baru gerakan spiritual NU, melanjutkan estafet perjuangan para muassis dan ulama mursyid thariqah.
Dari surau bambu warisan Syekh Zarkasyi, An-Nawawi Berjan kini menjadi mercusuar peradaban Islam Nusantara. Pelantikan JATMAN masa khidmah 2025–2030 di tempat ini bukan hanya seremoni administratif, tetapi juga refleksi spiritual atas kesetiaan terhadap sanad, silsilah, dan perjuangan para ulama.
Reff: Buku Mengenal KH Nawawi Berjan Purworejo
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru 1447 Hijriah
2
Awal Muharram 1447 H Jatuh pada Jumat Kliwon, 27 Juni 2025, Baca Doa Pergantian Tahun Ini
3
Doa dan Hikmah Minum Susu Putih di Malam 1 Muharram
4
Khutbah Jumat: Bahaya Narkoba dan Tanggung Jawab Umat Islam Menjaga Generasi
5
Mengenal Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo, Tempat Berlangsungnya Pelantikan JATMAN 2025–2030
6
344 Santri An-Nida’ Diwisuda, KH Rahmat Salim Tekankan Pentingnya “Ora Gumunan”
Terkini
Lihat Semua