Status Seorang Mbah Ditentukan oleh Anak Cucu dan Keturunannya (Refleksi Abuya KH Muhammad Thoha Alawy Al-Hafidz)
Jumat, 14 Februari 2025 | 10:00 WIB
Penulis: M Mughni Labib
Dalam sejarah manusia, sosok Nabi Ibrahim AS menjadi contoh sempurna bagaimana status seseorang tetap tinggi karena anak cucu dan keturunannya. Nabi Ibrahim tidak hanya dikenal sebagai nabi besar tetapi juga sebagai bapak para nabi dan agama tauhid, karena keturunannya menjaga warisan keimanan yang ia bangun dengan penuh perjuangan.
Nabi Ibrahim memiliki dua putra, Nabi Ismail AS dan Nabi Ishaq AS, yang juga menjadi nabi. Dari keturunan Nabi Ismail lahir Nabi Muhammad ﷺ, pembawa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dari keturunan Nabi Ishaq, lahir nabi-nabi besar Bani Israil seperti Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, hingga Nabi Isa AS.
Nama Nabi Ibrahim terus dikenang karena keturunannya tetap menjaga tauhid dan ajarannya. Bahkan dalam doa shalawat setiap Muslim, nama Nabi Ibrahim disebut:
"Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala aali sayyidina Muhammad, kama shallaita 'ala sayyidina Ibrahim wa 'ala aali sayyidna Ibrahim..."
Hal ini membuktikan bahwa warisan sejati seorang mbah bukan hanya dari apa yang ia lakukan semasa hidup, tetapi juga bagaimana keturunannya melanjutkan perjuangan dan ajarannya.
Seperti halnya Nabi Ibrahim, Abuya KH Muhammad Thoha Alawy Al-Hafidz yang lahir pada tahun 1953 di Desa Rejosari, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah menjadi bukti nyata bahwa status seorang mbah tetap mulia berkat keturunannya yang menjaga warisan ilmu dan keislaman. Sebagai seorang kyai besar di Banyumas, Jawa Tengah, Abuya berhasil mendidik sembilan anaknya menjadi hafidz Al-Qur'an. Tidak berhenti di situ, banyak cucunya juga telah atau sedang menghafal Al-Qur'an.
Warisan ini menjadi bukti bahwa keberhasilan seorang mbah tidak diukur dari harta atau jabatan, melainkan dari keturunan yang melanjutkan perjuangannya. Jika anak cucu Abuya tidak melanjutkan warisan ini, status beliau bisa saja perlahan dilupakan. Namun, dengan penerus yang terus menjaga dan mengembangkan ilmunya, nama Abuya akan terus dikenang dan kedudukannya di sisi Allah semakin tinggi.
Di kehidupan sehari-hari, banyak orang bangga menyebut nama mbah-nya sebagai ulama besar atau dermawan. Namun, kebanggaan itu hanya bermakna jika mereka sendiri mampu melanjutkan jejak perjuangan mbah-nya.
Anak-anak, menantu, dan cucu Abuya KH Muhammad Thoha Alawy Al-Hafidz tidak hanya mengenang beliau, tetapi juga menjadikan teladan beliau sebagai investasi jangka panjang hingga hari kiamat. Mereka adalah bukti nyata bahwa keteguhan dalam mendidik keturunan membawa hasil abadi yang memuliakan nama sang mbah.
Status seorang mbah, sebagaimana refleksi dari kehidupan Nabi Ibrahim AS dan Abuya KH Muhammad Thoha Alawy Al-Hafidz, ditentukan bukan hanya oleh amalnya, tetapi juga oleh anak cucu yang menjaga dan meneruskan perjuangannya.
Terpopuler
1
LAZISNU Sragen Salurkan Dana Hampir Rp200 Miliar pada 2024, Ini Rinciannya
2
Masuk Proyek Prioritas Nasional, Giant Sea Wall Semarang–Demak Diusulkan Bertambah 10 KM
3
Atasi Kemacetan Akibat Rob, U-Turn Depan Pabrik Polytron Ditutup Sementara
4
Prodi PAI dan PGMI Fakultas Agama Islam Unwahas Raih Predikat Akreditasi Unggul
5
Gus Yasin Akan Hadiri Istighotsah Bersama Warga Nahdliyyin Demak, Doakan Keselamatan dari Rob dan Banjir
6
LPBI PWNU Jateng Gandeng PT Sido Muncul, Kolaborasi Hadapi Perubahan Iklim dan Tanggap Bencana
Terkini
Lihat Semua