• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Rabu, 1 Mei 2024

Taushiyah

KULTUM SHUBUH

Menghargai Perbedaan Rakaat Tarawih

Menghargai Perbedaan Rakaat Tarawih
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Alhamdulillah akhirnya kita berkesempatan menjumpai Ramadhan 1443 H dengan penuh kesehatan bersamaan redanya pandemi global dua tahunan ini. Ramadhan yang kita nanti-nanti telah tiba sesuai doa yang kita panjatkan:
 

   اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ   


Artinnya, “Ya Allah, berkahilah kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”   


Bulan mulia yang dinanti telah tiba, puasa, tarawih, dan witir telah kita mulai. Semoga ibadah kita di sepanjang bulan Ramadhan benar-benar diterima di sisi Allah. Amin allahumma amin.   


Selain memperbanyak amal ibadah di sepanjang bulan Ramadhan, yang sangat penting kita jaga adalah perilaku kita. Jangan sampai kita melakukan perilaku-perilaku bodoh yang bertentangan dengan spirit puasa, yaitu imsak atau menahan diri dari berbagai keharaman, meskipun kadang motifnya berangkat dari hal-hal yang kelihatannya agamis.   


Misalnya, orang saking semangat tarawih hingga mempermasalahkan orang lain yang sama-sama tarawih dan hanya beda jumlah rakaatnya. Yang satu shalat tarawih 20 rakaat, sementara yang lain shalat tarawih 8 rakaat. Lalu bilang dengan nada mengejek: “Tarawih kok hanya 8 rakaat, sukanya diskonan …”. Lalu dijawab: “Shalat tarawih kok 20 rakaat. Udah bacaan suratnya pendek-pendek, shalatnya kilat lagi.” 


Akhirnya masing-masing pihak larut dalam sahut-sahutan tanpa manfaat, bahkan mencederai kesucian bulan Ramadhan. Na’ûdzubillâhi min dzâlik.   


Kita ingat, bahwa tarawih 20 rakaat itu benar dan tarawih 8 rakaat juga benar. Yang tidak benar adalah yang tidak tarawih kan?   


Kita lihat hasil penelitian ulama atas dalil-dalil tarawih. Setelah melakukan penelitian mendalam, Imam Abu Hanifah, Imam As-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal berkesimpulan, jumlah tarawih adalah 20 rakaat. Demikian pula pendapat Imam Malik dalam salah satu riwayat.   


Bila bacaan diperluas, akan kita temukan pula ulama yang membolehkan tarawih 8 rakaat atau kurang, semisal Syekh Husain bin Ibrahim Al-Maghribi dari mazhab Maliki dalam kitabnya Qurratul ‘Ai bi Fatâwâ Ulamâ-il Haramain halaman 314. Bahkan, Syekh Abdullah Bafaqih dari mazhab Syafi’i jelas-jelas menyatakan: “Andaikan orang hanya tarawih sebagian rakaat saja (semisal hanya 2 rakaat), maka tetap sah dan tetap diberi pahala shalat tarawih”, sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya Busyral Karîm, halaman 254.   


Karenanya benar, dalam urusan tarawih yang jelas-jelas diperselisihkan ulama, kita tidak boleh memaksakan orang lain harus sama dengan kita. Semua ada dalilnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Satu sama lain harus saling menghargai perbedaan jumlah rakaat tarawih. Yang tarawih 8 rakaat tidak apa. Yang tarawih 20 rakaat alhamdulillah. Yang tidak atau belum berangkat tarawih kita doakan besok segera tarawih bersama-sama kita. Amin.


Sumber: NU Online
 


Taushiyah Terbaru