• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Opini

Ukhuwah Tidak Tercapai Kecuali dengan Keadilan

Ukhuwah Tidak Tercapai Kecuali dengan Keadilan
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Setiap pribadi selain memiliki hak asasi juga memiliki kewajiban yang harus ditunaikan, terlepas dari kedudukannya apakah ia sebagai pemimpin atau sebagai anggota. Kewajiban pemimpin adalah hak-hak anggota. Demikian pula hak pemimpin adalah kewajiban setiap anggota.

 

Kewajiban pemimpin di antaranya adalah mengayomi anggota dengan adil, mencerdaskannya, dan meningkatkan kemakmurannya. Hak pemimpin adalah membuat aturan yang disepakati bersama atau membuat tata kelola yang berkeadilan, serta ditaati anggotanya meliputi arah yang hendak dicapai dan menetapkan strategi pencapaiannya. Jika tata kelola tersebut telah disepakati bersama, maka kewajiban pemimpin dan setiap anggota adalah menjalankannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

 

Kemudian kewajiban diantara sesama anggota adalah saling menghormati di tengah perbedaan yang ada, bergotong royong atau bekerjasama guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dengan demikian akan muncul sikap saling sinergi atau saling membantu sehingga membentuk kekompakan, persatuan, dan kesatuan masyarakat atau bangsa.

 

Karena itu, antara individu dengan komunitas sosial menjadi sama pentingnya. Keduanya tidak dapat saling meniadakan. Komunitas sosial tidak akan terbentuk jika masing-masing individu menampilkan ego pribadinya. Sementara itu komunitas sosial juga tidak akan terbentuk jika diantara mereka tidak saling peduli akan keadaan individu-individu yang ada. 

 

Indonesia adalah sebuah bangsa dan negara yang dibangun berdasarkan kesepakatan bersama di antara ratusan suku bangsa yang memiliki keragaman adat, bahasa, budaya, bahkan juga agama yang ada di tanah air. Suku bangsa terbentuk karena adanya individu-individu yang memiliki pemimpin dan anggota. Sedangkan bangsa dan negara Indonesia terbentuk karena adanya kesepakatan di antara para pimpinan suku yang ada dan beragam tersebut.

 

Untuk itu, Indonesia berdiri bukan karena pemaksaan, melainkan adanya sikap suka rela di antara warga bangsa melalui para pemimpinnya. Jika ada seorang pemimpin yang memaksakan kehendak, maka tentunya akan ada ketidakpuasan di antara anggota-anggotanya. 

 

Pada awalnya mereka memang merasa takut jika ada tekanan atau pemaksaan dari para pemimpinnya. Namun pada akhirnya akan menjadi gerakan bersama dari individu-individu untuk menolak pemaksaan kehendak tersebut. Karenanya para pimpinan dan anggotanya memiliki kewajiban yang sama, yakni sama-sama harus berbuat adil kepada dirinya sendiri, keluarganya, dan orang lain. 

 

Dalam perspektif Islam, orang yang dianggap musuh bukan orang yang berbeda agama dan kepercayaannya, berbeda suku bangsanya, atau berbeda bahasanya. Melainkan yang dianggap musuh adalah karena ketidakadilan yang ada. Dengan kata lain, tidak ada permusuhan kecuali kepada orang-orang yang berbuat aniaya atau dzalim kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain, terlepas apakah orang yang berbuat kedzaliman tersebut menjadi pemimpin atau sekadar sebagai anggota.

 

Dampak dari kedzaliman yang dilakukan seorang pemimpin akan merugikan orang banyak. Sedangkan kedzaliman yang dilakukan oleh seorang anggota juga bisa merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Kedzaliman akan mengakibatkan kerusakan atau mafsadat. Sedangkan keadilan akan mendatangkan kebaikan atau maslahat. 

 

Dalam Islam, menolak mafsadat harus didahulukan daripada mengambil manfaat lebih dulu. Karenanya tidak dibenarkan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Untuk itu, dalam Islam sangat tegas dinyatakan bahwa keadilan adalah lebih dekat kepada taqwa. Taqwa adalah sebuah kedudukan yang sangat tinggi di sisi Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 

 

Semua perintah dan larangan dari Allah Taala dan Rasul-Nya adalah sebuah proses menuju ketaqwaan. Di dalam ketaqwaan terdapat perasaan takut atau beriman kepada-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berinfaq dari sebagian hartanya, menahan amarah, meminta dan memberi maaf kepada sesama. "Alloh Taala menyukai orang-orang yang berbuat baik".

 

Berbuat baik dengan sendirinya akan terpenuhi kewajiban dan hak-hak individu, masyarakat, dan para pemimpinnya secara seimbang. Karena itu mendamaikan sebuah konflik, dalam pandangan Islam, adalah dengan cara berbuat baik atau adil, bukan dengan cara pemaksaan kehendak atau kekerasan.

 

Karenanya membangun sistem yang berkeadilan dan mentaatinya lebih efektif memperkuat ukhuwah atau persaudaraan, daripada bertindak sendiri-sendiri di luar sistem. Yang terakhir ini tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial yang wajib dihindari, baik oleh pemimpin maupun anggotanya. Karena itu musyawarah mufakat adalah jalan terbaik menuju keadilan, tidak semata-mata voting atau pemungutan suara.

 

Musyawarah mufakat memang ideal, bila tidak tercapai memang bisa dilalui dengan pemungutan suara sepanjang tidak adanya upaya tersembunyi pemaksaan kehendak, baik secara halus melalui pemberian uang atau fasilitas tertentu, dan tidak adanya ancaman tindakan kekerasan. Bukankah kerelaan merupakan pra syarat demokrasi? Wallahu a'lam.

 

Mohamad Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah 


Opini Terbaru