• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 29 April 2024

Opini

Menyongsong Munas dan Konbes; Nahdlatul Ulama di Tengah Perubahan

Menyongsong Munas dan Konbes; Nahdlatul Ulama di Tengah Perubahan
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Pemikiran generasi sekarang memang relatif berbeda dengan generasi terdahulu. Seiring dengan perkembangan zaman, pemikiran umat pun seringkali berubah. Perubahan terjadi karena perbedaan situasi yang dihadapi. Hal ini terkait dengan kaidah fiqh, 'ada atau tidak adanya hukum tergantung pada illatnya'.

 

Illat hukum atau situasi memang kadang berubah, namun prinsip-prinsip tidak boleh berubah, terutama terkait dengan aqidah, syariah, dan akhlak. Ketiga prinsip ini menyangkut dengan ushuluddin, pokok-pokok agama, seperti rukun Iman, rukun Islam, dan berbuat baik kepada sesama umat.

 

Para ulama NU pernah membahas pertanyaan umat, bagaimana hukumnya orang awam dalam mengikuti Jamiyah Nahdlatul Ulama. Kesimpulan hasil pembahasan menunjukkan bahwa dalam rangka memperkuat aqidah, orang awam wajib mengikuti Jamiyah NU, karena NU adalah Jamiyah Diniyah Islamiyah ijtima'iyah yang mengikuti faham ahlussunnah wal jamaah.

 

Oleh karena itu, sesuai muqadimah qanun asasi, Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), para pengurus NU wajib menjalankan program kerja organisasi yang meliputi bidang diniyah, pendidikan, dakwah, dan sosial sebagai tanggung jawab pengurus kepada warga.

 

Dalam sejarah perkembangan NU, setidaknya dapat dibagi menjadi empat tahap:

 

  • Pertama, tahun 1926-1952 NU adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Pada periode ini NU pernah bersama komponen umat Islam lainnya mendirikan MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) dan kemudian menjadi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Target utamanya adalah untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.  
  • Kedua, tahun 1952-1973 NU menjadi partai politik. Dalam periode ini NU menjadi kekuatan tengah dalam mewujudkan keseimbangan diantara faksi-faksi yang ada dalam kehidupan bernegara, sehingga Indonesia kembali pada Pancasila dan UUD 1945.  
  • Ketiga, tahun 1973-1984, NU difusikan dengan partai-partai Islam lainnya ke dalam PPP.
  • Keempat, tahun 1984-sekarang kembali ke khitah 1926 sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan.

 

Visi besar NU sebagaimana muqadimah qanun asasi dan tujuan jamiyah sebagaimana AD/ART adalah bertekad untuk memberlakukan aqidah ahlussunah wal jamaah. Kegiatan keagamaan diselenggarakan sebagai prioritas, begitu juga pendidikan, dakwah, ekonomi, dan sosial sebagai sarana pendukung kegiatan keagamaan.

 

Kegiatan pendukung tersebut akan menjadi wajib manakala kegiatan keagamaan yang diselenggarakan tidak dapat berjalan kecuali tersedianya sarananya. Maka menyediakan sarana bagi terselenggaranya kegiatan keagamaan adalah suatu kewajiban.

 

Di tengah perubahan yang terjadi dinamis dalam masyarakat, diperlukan adanya kaderisasi dan keteladanan dari para pemimpin organisasi baik di pusat, maupun daerah, guna memegang teguh nilai-nilai dan ajaran para pendiri dan pengurus terdahulu. Sebab semangat mayoritas warga NU masih sangat tinggi. Mereka dengan sukarela mau iuran, kerja sama, atau gotong royong di antara mereka seperti untuk kebutuhan kegiatan kemasyarakatan jamaah dan Jamiyah NU di lingkungannya.

 

Kita berharap semangat gotong royong tersebut tidak hanya pada tingkat lokal, namun bagaimana bisa dilakukan di semua level kepengurusan, guna mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi. Karena itu kita berharap Musyawarah Nasional (Munas) alim ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU tanggal 25-26 September mendatang mampu mengambil keputusan strategis sebagai solusi persoalan internal dan eksternal organisasi, sebagai sumbangsih NU kepada bangsa dan negara dalam mensikapi perubahan yang terjadi. Wallahu a'lam.

 

 

Mohamad Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah
 


Opini Terbaru