• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 19 April 2024

Opini

Sikap terhadap Barang Temuan  

Sikap terhadap Barang Temuan  
Foto: Ilustrasi (tebuireng online)
Foto: Ilustrasi (tebuireng online)

Sebagai seseorang yang cukup aktif memantau aktivitas di media sosial, saya terkadang menemukan informasi, entah itu di status Whatsapp, di beranda Instagram, atau di laman Facebook, orang yang membuat pengumuman bahwa ia kehilangan barang yang biasanya berupa dompet atau gadget. Tak hanya itu, saya juga terkadang melihat informasi mengenai orang yang mengumumkan bahwa ia telah menemukan sebuah barang atau benda yang tidak diketahui pemiliknya.  

 

Terkait dengan barang temuan sendiri, Islam sebagai agama rahmatan lilalamin telah mengatur sedemikian rupa tentang orang yang menemukan barang di jalan atau di tempat umum.  Dalam buku berjudul Fiqh Muamalah Kontemporer, barang temuan dalam bahasa Arab disebut dengan al-Luqathah, yang secara etimologi (bahasa) mempunyai arti sesuatu yang ditemukan atau didapat. Luqathah bisa juga didefinisikan sebagai harta yang hilang dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain. Penemu luqathah disebut Multaqith. Sementara itu rukun luqathah ada 2, yaitu orang yang mengambil/menemukan barang dan barang yang ditemukan.

 

Ulama asal Mesir yakni Muhamad al-Syarbini al-Khatib (w 977h) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan luqathah adalah sesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga dan yang menemukan tidak mengetahui pemiliknya. 

 

ماوجد من حق محترم غير محرور لا يعرف الواجد مستحقه

 

"Sesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga dan yang menemukan tidak mengetahui mustahiqnya”

 

Lantas bagaimana sikap kita apabila menemukan barang yang tidak diketahui pemiliknya? Apakah kita harus mengambilnya kemudian menjualnya? Atau kita menyedekahkan barang temuan tersebut? Atau bagaimana?

 

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa Islam telah mengatur terkait barang temuan. Terkait dengan pengambilan barang temuan, para ulama berselisih pendapat mengenai mana yang lebih utama: mengambil atau membiarkannya?

 

Imam Maliki dan Hambali berpandangan bahwa makruh hukumnya mengambil atau memungut barang temuan di jalan atau di tempat umum. Sebab perbuatan itu dapat menjerumuskannya untuk memanfaatkan atau memakan barang yang haram. Alasan berikutnya, mereka mengkhawatirkan kelalaian dalam mengurusi hal-hal yang diwajibkan. Pasalnya, mereka harus mengumumkan barang temuan itu dan tidak menyia-nyiakannya. Oleh sebab itu, mengambil atau memungut barang itu lebih banyak bahaya dibandingkan membiarkannya.

 

Berbeda halnya dengan pandangan dari imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i. Kedua imam ini berpendapat bahwa sebaiknya mengambil barang temuan tersebut. Pendapat yang membolehkan ini memiliki pandangan bahwa menjaga barang milik sesama muslim itu hukumnya wajib. Akan tetapi, jika si penemu barang mengetahui bahwa dirinya  mempunyai sifat ketamakan saat mengambil barang  tersebut, maka dalam konteks seperti ini, haram  baginya untuk mengambil barang tersebut.

 

Biasanya barang temuan terdapat ciri-ciri yang bisa dilihat secara kasat mata. Nah si penemu wajib untuk mengetahui ciri-ciri barang tersebut. Selain itu, pihak penemu juga harus menjaga barang temuan tersebut di tempat yang aman sampai ditemukan pemiliknya. 

 

Setelah mengetahui dan mengenali ciri-ciri barang temuan tersebut, si penemu wajib mengumumkan barang temuan tersebut selama setahun. Tak pandang bulu, apapun jenis barangnya dan di mana pun ditemukannya, wajib hukumnya untuk diumumkan selama satu tahun. 

 

Hitungan satu tahun dimulai dari pertama kali si penemu mengumumkan barang temuan tersebut. Misal si penemu menemukan barang yang tidak diketahui pemiliknya berupa amplop berisi uang pada 1 Januari 2021, namun si penemu baru mengumumkannya pada 1 Februari 2021, jadi hitungan satu tahun dimulai sejak 1 Februari 2021 sampai 1 Februari 2022.  Tempat pengumumannya pun bisa di mana saja, yang penting bisa dilihat oleh banyak orang, seperti di pintu-pintu masjid, di pasar atau tempat-tempat keramaian lainnya. Atau kalau mau lebih efektif dan efisien bisa dishare atau diinformasikan via media sosial facebook, twitter, instagram, dan sebagainya.

 

Cara mengumumkannya adalah dengan cara menyebutkan sebagian ciri-cirinya, seperti menyebutkan jenisnya dengan berkata “barangsiapa yang kehilangan dompet” atau “barangsiapa yang kehilangan pakaian” dan lain sebagainya. Si penemu juga menjelaskan tentang ciri-ciri barang temuan tersebut. Namun, jangan menjelaskan ciri-cirinya secara detail. Cukup menyebutkan sebagian dari sifat-sifat barang temuan. Hal ini tujuannya agar ciri-ciri tersebut tidak dijadikan sandaran oleh pihak lain yang berdusta dan ingin mencari keuntungan pribadi. Pemungut barang luqathah wajib menyimpan luqathah di tempat penyimpanan yang sepadan dengan jenis luqathah tersebut karena luqathah adalah amanah.

 

Pengumumannya harus dilakukan secara berkala di tempat luqathah di temukan. Awal-awal pengumuman, biasanya dilakukan sebanyak satu kali dalam dua atau tiga hari, lalu seterusnya bisa satu minggu satu kali, dan seterusnya bisa satu bulan sekali, sampai sang pemilik barang mengetahuinya. Bila ada pihak yang mengklaim barang temuan tersebut sebagai miliknya, maka si penemu barang wajib menyuruh pihak tersebut untuk menjelaskan secara detail ciri-ciri barang yang hilang. Jika si pihak tersebut dapat menjelaskan ciri-ciri barang yang dimaksud, maka si penemu harus mengembalikan barang temuan tersebut kepada pemiliknya.

 

Nah, apabila dalam kurun waktu setahun barang tersebut belum juga ada pemilik yang mengakui atau mengambil, lantas sikap kita (si penemu) bagaimana?

 

Dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim, "Rasulullah SAW ditanya mengenai luqathah emas dan perak. Beliau lalu menjawab, "Kenalilah pengikat dan kemasannya, kemudian umumkan selama setahun. Jika kamu tidak mengetahui (pemiliknya), gunakanlah dan hendaklah menjadi barang titipan padamu. Jika suatu hari nanti orang yang mencarinya datang, berikan kepadanya," 

 

Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa apabila barang temuan telah di umumkan selama satu tahun, ternyata pemiliknya masih tidak diketahui, maka halal baginya bersedekah dengan barang tersebut atau memanfaatkan sendiri baik dia orang kaya atau miskin.

 

Perlu dipahami bahwa status barang temuan yang harus diumumkan selama satu tahun tersebut berlaku untuk barang yang dapat bertahan lama, seperti dompet, uang, motor, dan sebagainya. Kalau sejenis makanan kan tidak perlu diumumkan selama satu tahun. Bila yang ditemukan adalah sejenis makanan, maka yang mengambil atau memungut boleh memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggup menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang, atau ia jual, uangnya hendaknya dia simpan agar kelak dapat diberikannya kepada yang punya.

 

Bahwa hukum di atas tidak berlaku bagi barang temuan (al-Luqathah) yang ditemukan di Kota Makkah. Bila ada barang temuan tertinggal di tempat berkumpulnya para haji ini, maka diharamkan mengambilnya kecuali untuk  diumumkan.  Rasulullah SAW bersabda: "Tidak boleh memungut barang temuan di daerah ini (maksudnya Makkah) kecuali bagi orang yang akan memperkenalkannya."

 

Lalu bagaimana jika yang kita temukan itu adalah hewan? Nah kalau soal hewan, bukan luqathah lagi namanya, melainkan ad-dhallah yakni hewan atau ternak yang ditemukan dari suatu tempat yang tidak di ketahui pemiliknya. Wallahu a'lam bisshawab


 

Khairul Anwar, kader IPNU Kabupaten Pekalongan, mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Pekalongan


Opini Terbaru