Rebo Wekasan: Antara Tradisi, Doa, dan Makna di Zaman Sekarang
Selasa, 19 Agustus 2025 | 09:00 WIB
Moh. Zainal Abidin
Kolomnis
Pada tahun 2025 ini, tradisi Rebo Wekasan atau Rabu terakhir bulan Safar jatuh pada 20 Agustus 2025. Bagi masyarakat Jawa, khususnya kalangan santri dan desa-desa yang masih memegang adat keagamaan, Rebo Wekasan dikenal sebagai momentum untuk berdoa memohon keselamatan dari berbagai musibah yang diyakini turun pada hari tersebut.
Namun, seiring perkembangan zaman, sebagian orang mulai memandang sinis tradisi ini. Ada yang menilainya sebagai tahayul, ada yang menuduhnya bid’ah yang tidak berdasar, bahkan ada yang memandangnya tidak relevan. Padahal, jika kita cermati, tradisi ini memiliki nilai kearifan lokal yang dapat diharmonikan dengan ajaran Islam yang murni.
Asal-usul Rebo Wekasan dan Praktiknya
Dalam tradisi Jawa-Islam, Rebo Wekasan disebut sebagai hari turunnya berbagai bala (musibah) ke bumi. Keyakinan ini berakar dari riwayat-riwayat dalam kitab klasik yang menyebut adanya turunnya bala di akhir Safar. Salah satu yang populer adalah nukilan dari I’anatuth Thalibin karya Syekh Abu Bakar Syatha yang menukil pandangan sebagian ulama mengenai turunnya bala pada akhir Safar. (Syekh Abu Bakar Syatha, I’anatuth Thalibin, [Beirut: Dar al-Fikr], juz 2, hal. 300.)
Karena itu, para ulama menganjurkan memperbanyak doa, sedekah, shalawat, dan bahkan membaca Shalawat Nariyah atau Shalawat Tafrijiyyah sebanyak-banyaknya. Di beberapa daerah, Rebo Wekasan diisi dengan salat sunnah tolak bala, membaca Surat Yasin tiga kali dengan niat yang berbeda, atau mandi di sumber air yang diyakini membawa keberkahan. (KH Muhammad Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlussunnah wal Jamaah, [Jombang: Maktabah Tebuireng], hal. 45.)
Pandangan Islam: Antara Keyakinan dan Tawakal
Islam mengajarkan bahwa segala kejadian di alam semesta berada di bawah takdir Allah, sebagaimana firman-Nya:
Baca Juga
Benarkah Rebo Wekasan Hari Kesialan?
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Artinya: "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah." (QS. At-Taghabun: 11)
Ulama Ahlussunnah wal Jamaah menegaskan bahwa keyakinan akan datangnya bala di hari tertentu tidak boleh sampai meyakini bahwa hari itu membawa sial secara mandiri. Yang benar adalah meyakini bahwa Allah menurunkan bala sesuai kehendak-Nya, dan hamba hanya berikhtiar dengan doa serta amal saleh.
Baca Juga
Amalan dan Doa Hari Rebo Wekasan
Imam Al-Suyuthi dalam Al-Hawi lil Fatawi menjelaskan bahwa jika sebuah tradisi berisi doa, sedekah, dan ibadah yang tidak bertentangan dengan syariat, maka ia termasuk amal baik yang dianjurkan. Dengan demikian, Rebo Wekasan dapat dimaknai sebagai hari peringatan untuk meningkatkan doa dan tawakal, bukan sekadar ritual formalitas. (Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Hawi lil Fatawi, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah], juz 1, hal. 189.)
Relevansi di Zaman Sekarang
Di era modern ini, kita menghadapi “bala” dalam bentuk yang berbeda: krisis moral, bencana alam, pandemi, perpecahan sosial, hingga maraknya hoaks yang memecah belah umat. Nilai Rebo Wekasan sebenarnya bisa menjadi momentum tahunan untuk menyadarkan umat akan pentingnya doa, kebersamaan, dan saling melindungi dari musibah.
Alih-alih mempertentangkan benar atau salahnya secara ekstrem, kita bisa memposisikan Rebo Wekasan sebagai momen edukasi tentang:
- Doa kolektif untuk keselamatan bangsa,
- Sedekah kepada yang membutuhkan,
- Membersihkan diri lahir dan batin dari dosa,
- Menjaga alam untuk mencegah bencana,
Bagaimana Menyikapi agar Hilang Persepsi Negatif.
1. Luruskan Niat – Niatkan semua amalan di Rebo Wekasan sebagai ibadah kepada Allah, bukan percaya pada kesialan hari atau air tertentu.
2. Perkuat Dalil Amaliah – Sertakan bacaan Al-Qur’an, zikir, dan doa-doa dari hadis sahih dalam ritual Rebo Wekasan.
3. Jauhkan dari Unsur Syirik – Jangan ada keyakinan bahwa benda atau hari memiliki kekuatan gaib tanpa izin Allah.
4. Jadikan Media Silaturahim – Gunakan momen ini untuk mempererat ukhuwah dan gotong royong warga.
Kesimpulannya, Rebo Wekasan adalah bagian dari mozaik budaya Islam Nusantara yang memadukan kearifan lokal dengan semangat doa dan ibadah. Jika diletakkan pada niat yang benar dan dipandu oleh tuntunan ulama, tradisi ini bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah sekaligus memperkuat ikatan sosial.
Daripada memperdebatkan secara kaku, mari jadikan Rebo Wekasan tahun 2025 ini sebagai momentum untuk memperbanyak doa, sedekah, dan amal saleh. Karena sejatinya, setiap hari adalah baik bagi hamba yang mengisinya dengan kebaikan. Wallahu ‘alam.
Al-Faqier H. Moh. Zainal Abidin, Khodimul Ma’had Al-Muayyad Surakarta, Wakil Rais Syuriyah PCNU Surakarta
Terpopuler
1
Tanamkan Nilai Kebangsaan, Santri Pesantren Al Mubaarok Manggisan Wonosobo Gelar Upacara HUT ke-80 RI
2
Bupati Sudewo Sakit, Wagub Jateng Taj Yasin Gantikan Pimpin Upacara HUT RI di Pati
3
Makna Spiritual Angka 17-8-45 dalam Pandangan KH Achmad Chalwani
4
Paskibraka Jateng 2025 Dikukuhkan
5
KH M Imadudin Masruri Terpilih Pimpin HEBITREN Jateng, Dorong Pesantren Berdaya Ekonomi Syariah
6
Peringatan HUT Ke-80 RI Tingkat Provinsi Jawa Tengah
Terkini
Lihat Semua