• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 2 Mei 2024

Opini

Meneladani Sikap Rasulullah dalam Berbisnis

Meneladani Sikap Rasulullah dalam Berbisnis
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Setiap diri manusia mempunyai hak untuk menjalani kehidupannya masing-masing. Untuk menjamin keberlangsungan kehidupannya, manusia memerlukan yang namanya harta. Harta bisa berupa uang, perhiasan, atau apapun yang mempunyai nilai dan dapat dimiliki. Salah satu cara yang bisa dilakukan agar dapat memperoleh harta adalah dengan bekerja.

 

Bekerja di sini jangan cuma diartikan hanya sebatas orang yang menjadi pegawai di kantor dinas, karyawan bank, buruh batik, atau tukang bangunan, dan lain sebagainya. Namun bekerja merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi tujuan tertentu. Artinya, setiap apa yang dilakukan manusia dan kemudian mendapatkan hasil dari yang dikerjakan tersebut maka ia sudah disebut telah bekerja.

 

Bekerja sendiri termasuk ke dalam salah satu bentuk ibadah ghairu mahdhah. Ibadah ghairu mahdhah yakni amalan yang diizinkan oleh Allah SWT yang dalam pelaksanaannya dilandaskan dengan niat untuk mencari ridha dan pahala dari Allah SWT. Selain bekerja, bentuk lain dari ibadah ghairu mahdhah adalah bersedekah, dzikir, dan tolong menolong.

 

Sebagai seorang muslim, kita diharuskan bekerja supaya mendapatkan rezeki yang halalan tayyiban atau halal lagi baik. Dengan rezeki tersebut, maka orang bisa membayar SPP bagi yang punya anak sekolah, bisa membayar tagihan listrik, bisa melunasi hutang, membeli makanan/minuman, dan lain-lain. 

 

Allah SWT telah memerintahkan hambanya untuk bekerja. Dalam Al-qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 10 berbunyi:

 

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS Al-Jumuah : 10) 

 

Konsep bekerja yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah bekerja dengan niat untuk mendapatkan rezeki yang halal, sehingga dengan rezeki yang halal tersebut bisa menghidupi keluarganya atau untuk diri sendiri. Lebih bagus lagi kalau dengan uang hasil bekerja tersebut kita sisihkan untuk bersedekah kepada orang yang membutuhkan.

 

Bekerja bisa apa saja yang terpenting halal di mata Allah SWT. Dan salah satu ragam dari bekerja adalah berbisnis atau menjalankan suatu usaha. Ada berbagai macam bisnis yang bisa dijalankan, mulai dari yang berskala kecil sampai ke yang berskala besar. Contoh bisnis yang sering dilakukan umat muslim adalah berdagang, baik dagang makanan/minuman, sembako hingga pakaian.

 

Dalam berbisnis, sama seperti halnya saat kita shalat, ada aturan-aturan agama yang harus ditegakkan. Ada batasan-batasan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Aturan tersebut menyangkut etika yang mana Islam telah mengatur sedemikian rupa tentang tata cara berbisnis yang baik agar tidak merugikan orang lain. Aturan yang diterapkan supaya manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya mendapat ridha dari Allah SWT. Pasalnya, dalam realita bisnis kekinian terdapat kecenderungan bisnis tanpa memperhatikan etika. Terkadang saking sibuknya orang berbisnis, atau sedang ramai-ramainya, sampai-sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan lebih. Misalnya mengurangi timbangan dalam jual beli sembako, menimbun barang hingga melakukan penipuan kepada konsumen. Hal-hal inilah yang harus dihindari saat menjalankan bisnis.

 

Aturan bisnis Islam menjelaskan berbagai hal yang harus dilakukan oleh para pebisnis muslim supaya bisnis tersebut akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah dari Allah SWT. Etika bisnis Islam menjamin, semua stakeholder baik itu pebisnis, mitra bisnis, dan konsumen masing-masing akan saling mendapatkan keuntungan.

 

Islam tidak membiarkan begitu saja seseorang bekerja sesuka hati untuk mencapai keinginannya menghalalkan segala cara, misalnya seperti melakukan penipuan, riba, kecurangan, sumpah palsu, menyuap dan perbuatan batil lainnya. Tetapi, seperti yang sudah disinggung diawal, dalam Islam diberikan suatu batasan atau garis pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh, yang halal dan haram serta yang benar dan salah. Nah batasan atau garis pemisah inilah yang dikenal dengan istilah etika.

 

Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang digunakan sebagai pedoman untuk mengatur tingkah laku manusia. Sementara perilaku yang etis ialah perilaku yang mengikuti perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangannya. Pada dasarnya, bisnis secara Islam sama dengan bisnis secara umum, hanya saja ada perbedaannya, yakni bisnis secara Islam harus tunduk dan patuh atas dasar ajaran empat hukum Islam yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas (Ijtihad) serta memperhatikan batasan-batasan yang tertuang dalam sumber-sumber tersebut.

 

Etika bisnis Islam bukanlah konsep keilmuan kemarin sore, namun etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Muhammad SAW saat menjalankan perdagangan atau aktivitas bisnis pada masa itu.  Rasulullah SAW mempunyai ciri khas sebagai seorang pedagang. Karakteristik yang dimilikinya sebagai pedagang adalah selain dedikasi dan keuletannya Rasulullah SAW juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah, tabligh, dan ditambah juga dengan istiqamah.

 

Dalam berbisnis, supaya tidak melanggar norma-norma agama, paling tidak harus meniru sifat Rasulullah SAW. Yang pertama adalah shidiq atau kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Sebagai manusia paling sempurna, Rasulullah SAW sangat intens menganjurkan kejujuran dalam hal apapun, termasuk aktivitas bisnis. Sikap jujur sendiri mempunyai makna yakni selalu melandaskan ucapan, keyakinan, serta  perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Antara ucapan dan perbuatan tidak ada kontradiksi dan pertentangan yang disengaja.

 

Kedua, fathanah atau yang berarti kecerdasan. Sifat fathanah sangat penting dimiliki oleh seorang pebisnis. Sebab, dengan memiliki sifat fathanah, seseorang bisa memahami, mengerti, dan mendalami segala hal yang berkaitan dengan segala macam yang ada dalam dunia bisnisnya. Sifat fathanah dapat dipandang sebagai strategi hidup setiap muslim, karena untuk mencapai sang khaliq, seorang muslim harus mengoptimalkan segala potensi yang diberikan olehnya. Akal (intelektualitas) lah yang menjadi potensi berharga dan termahal yang hanya diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Jadi gunakanlah akal untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam berbisnis. Dan gunakanlah akal untuk membedakan mana yang halal atau haram, dan benar atau salah dalam menjalankan bisnis.

 

Ketiga, amanah atau dapat dipercaya. Untuk mencapai kesuksesan dalam berbisnis, sifat amanah ini harus dimiliki setiap pelaku usaha. Ada beberapa bentuk amanah dalam berbisnis, salah satunya adalah tidak mengurangi takaran dan timbangan dari barang-barang dagangannya, sehingga tidak merugikan konsumen/pelanggan. Seseorang dikatakan memiliki integritas yang baik bisa dilihat dari sejauh mana orang tersebut dapat memelihara amanah yang diberikan kepadanya. Jadi kalau mau dikenal sebagai pebisnis yang baik, ia harus mampu memelihara integritasnya. Sebab, integritas yang terpelihara akan menimbulkan trust (kepercayaan) bagi nasabah, mitra bisnis bahkan semua stakeholder dalam suatu bisnis.

 

Keempat, tabligh yang berarti menyampaikan, atau dalam kata lain menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang diterima dari Allah SWT kepada umat manusia. Dalam urusan bisnis, sifat tabligh juga wajib dimiliki seorang pebisnis. Bagi pebisnis, ia dituntut untuk menjadi pribadi yang mampu berkomunikasi dengan baik, selalu mendengar masukan atau saran dari pelanggan. Seorang pebisnis juga harus mempunyai sikap selalu respek terhadap orang lain, mempunyai pertimbangan yang bijak serta selalu bersahabat kepada setiap orang. Sifat tabligh dalam bisnis juga menuntut untuk selalu berusaha memahami keinginan pelanggan serta mengetahui kebutuhan pelanggan.

 

Kelima, istiqamah atau konsisten, artinya tidak berhenti ketika misal usahanya gagal atau bisnisnya bangkrut, tapi mereka yang mempunyai istiqamah harus terus berusaha untuk bangkit hingga mencapai tujuan yang diinginkannya.

 

Selain kelima sifat Rasulullah SAW tersebut, prinsip dalam etika bisnis Islam yang juga harus diimplementasikan atau diterapkan oleh para pelaku bisnis adalah nilai-nilai kesatuan, keadilan, keseimbangan dan tanggung jawab. Terlebih bagi pelaku bisnis yang memiliki perusahaan berskala besar, misalnya industri batik, yang mana nilai tanggung jawab khususnya harus benar-benar diaplikasikan, terutama tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Perusahaan industri batik jangan hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga harus memikirkan dampak negatif yang bisa timbul dari proses produksi terhadap lingkungan di sekitarnya.

 

Tujuan penerapan aturan (syariah) dalam ajaran Islam di bidang muamalah tersebut khususnya perilaku bisnis, pada hakikatnya adalah agar terciptanya pendapatan (rezeki) yang mulia dan berkah. Sehingga akan mewujudkan pembangunan manusia yang berkeadilan dan stabilisasi untuk mencapai pemenuhan kebutuhan, kesempatan kerja penuh, dan distribusi pendapatan yang merata tanpa harus mengalami ketidakseimbangan yang berkepanjangan di masyarakat.

 

Khairul Anwar, Lembaga Pers dan Penerbitan PC IPNU Kab Pekalongan, Wakil Ketua bidang Ekonomi dan Sosial PR GP Ansor Karangjompo Tirto, Kabupaten Pekalongan, mahasiswa Pascasarjana IAIN Pekalongan 


Opini Terbaru