• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Opini

JELASNG MUKTAMAR KE-34 NU

Mencari Sosok Ketua Umum PBNU

Mencari Sosok Ketua Umum PBNU
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Perjalanan NU selama 96 tahun turut memberikan warna terhadap perjalanan Bangsa Indonesia dari mulai zaman perjuangan nasional, masa awal kemerdekaan, hingga bergantinya rezim dari Presiden Soekarno ke Presiden Jokowi.

 

NU yang didirikan KH Hasyim Asy’ari pada 31 Januari 1926 kini telah berkembang pesat dengan jejaring pesantren, sekolah, universitas, dan rumah sakitnya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

 

Ketersediaan sumber daya manusia yang sangat mumpuni dan kaderisasi yang berjenjang menjadikan NU masih tetap eksis dan bahkan memberi warna tersendiri terhadap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun demikian, kecenderungan muzakhamah (saling berdesakan) menjadikan faktor terjadinya konflik atau perpecahan sehingga menghambat tujuan atas berdirinya NU. Belum juga kader-kader NU yang berada dalam politik praktis dalam wadah yang berbeda akan menambah keruwetan dalam mengelola dan menyatukan visi karena membawa kepentingan yang tidak sama.

 

Peran Vital Syuriyah

 

Betapa sangat rumitnya mengatasi permasalahan yang ada, baik faktor internal yaitu kepentingan dari para kader yang berbeda pendapat dan juga pendapatannya dari wadah politik praktis yang berbeda dan faktor eksternal adalah makin maraknya ideologi ektrim dan radikal yang berkembang lewat media sosial, maka membutuhkan kebijakan yang luwes dan diterima tanpa menimbulkan gejolak adalah keberadaan kiai-kiai sepuh yang terwadahi dalam kelompok syuriyah.

 

Mengutip dawuh KH Mahfud Shiddiq, syuriyah berarti ruh sedangkan tanfidziyah jasad atau jasmani. Kedua kelompok ini tidak boleh terpisah dari NU.  Tanfidziyah tidak bisa melakukan pergerakan organisasi tanpa sepengatahuan syuriyah. Hal ini perlu ditegaskan mengingat NU didirikan para ulama. NU tidak boleh menelantarkan bagian ruh dan juga bagian jasmani. Kedua bagian itu sama-sama pentingnya. Dalam bergerak, kedua bagian ini tidak boleh sekali-kali melanggar aturan agama. Di dalam kerjanya, syuriyah jangan melemahkan tanfdziyah. Begitu juga sebaliknya, tanfidziyah jangan sampai memadarati syuriyah. Karena itulah NU pada awal berdiri membuat peraturan pada pasal ayat 3 menyebutkan: “Sesuatu departemen tidak boleh menjalankan suatu aturan (usaha) bahasa sebelum dimintakan fatwa hukumnya syuriyah

 

Melaksanakan Program-program

 

Warga NU yang disinyalir dan telah dilakukan survai oleh lembaga survai independen melebihi 60 persen warga Indonesia. Kebanyakan mereka berada dan berasal dari rakyat pedesaan yang tumpuan hidupnya (maisyah) petani dan buruh tani buruh pabrik sangat membutuhkan perhatian khusus dari NU. Hal ini telah dilakukan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah melalui program Sistem Informasi Strategis Nahdlatul Ulama (SISNU) adalah program pendataan dan pemetaan warga yang dapat menatakan program kerja dengan skala prioritas, di samping mampu mendata jumlah warga NU dalam bentuk data bukan survai. Sehingga kerja yang di lakukan pengurus lewat lembaga lembaga di bawahnya dapat terukur dan terkontrol dengan secara baik dan valid lewat data tersebut.

 

Nahdliyin di pedesaan yang kesehariannya berada di sawah dapat diarahkan dan diberi pendampingan untuk menanam tanaman yang berkualiatas dan menjadi komoditi ekspor, maka kesejahteraan akan terpenuhi dari wujud pembelaan terhadap warga. Petani dan buruh tani dapat tertangani langsung oleh Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdltul Ulama (LPPNU) dengan data SISNU. 

 

 

baca juga:

 

 

Begitu pula para buruh pabrik yang tenaganya keseharian diperuntukan pada perusahaan yang kadang diperlakukan tidak manusiawi bahkan pemilik perusahaan kadang mengabaikan peraturan sehingga waktu ibadah dan istirahat terkurangi demi menaikan hasil produksi dan melalui data SISNU semua dapat terukur dan terkendali sehingga pengurus mendorong pada Sarbumusi untuk bergerak cepat menangani. Sekadar perbandingan pergerakan Pengurus NU Jawa Tengah, sebagai tolok ukur menggerakkan dan mengadvokasi langsung terhadap warga bukan lagi wacana. Dan beberapa lembaga lembaga semua dapat bergerak mewujudkan Kemandirian NU menyongsong satu abad.

 

Yang Mampu Menejerial dan Menggerakkan

 

Adalah seseorang yang mengarahkan dan bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasi, mengarahkan, dan mengontrol para bawahan yang bertanggungjawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasikan untuk mencapai tujuan semua harus di konsultasikan dan atas restu syuriyah. 

 

Oleh karena itu, Muktamar ke-34 tahun 2021 yang bakal dihelat di Propinsi Lampung memiliki nilai strategis untuk 5 tahun ke depan sekalgus menuju 1 Abad NU, dibutuhkan Ketua Umum PBNU yang memiliki kapasitas sebagai berikut:

 

  1. Siklus pengambilan kebijakan adalah tugas pemimpin/ketua yang telah diambil keputusan lewat muktamar dengan diwujudkan lewat AD/ART dan juga Pedoman Organisasi (PO), pengurus hanya memberi arahan dan  membuat rencana, pengarahan organisasi, pengendalian, penilaian, dan pelaporan.
  2. Pemimpin atau ketua harus mampu memotivasi mengarahkan dan mendorang bergeraknya lembaga lembaga yang terbentuk.
  3. Pemimpin/ketua harus dapat menciptakan kondisi yang dapat membantu lembaga untuk mampu melakukan tanggungjawabnya dengan sungguh sungguh.
  4. Pemimpin/ketua harus berusaha agar lembaga bersedia mampu dan bertanggung jawab melaksanakan program.
  5. Pemimpin/ketua harus membina lembaga-lembaga agar dapat bekhidmah secara efektif dan efisien.
  6. Pemimpin/ketua harus membenahi fungsi-fungsi fundamental (Fundamental adalah mendasar, membahas hal yang sangat substansi, bersifat sangat prinsip) di bawah pengawasan dan pengendali syuriyah. 
  7. Pemimpin/ketua dalam hal ini dibutuhkan seseorang yang piawai dalam komunikasi terhadap pihak luar baik dalam atau luar negeri sebagai pengemban amanat muktamar dan para kiai-kiai sepuh.

 

Penutup

 

Muktamar ke-34 yang akan diselenggarakan di Lampung adalah menyongsong satu abad NU untuk menggerakkan kemandirian NU. Demi tercapainya itu semua siapapun calon Ketua Umum harus tunduk dan taat terhadap supremasi syuriyah dan AD/ART juga PO yang telah di godok lewat muktamar. 

 

Sangat ironi organisasi terbesar dengan warga terbanyak dan tersedianya sumber daya manusia akan terjebak dengan pragmatisme politik praktis yang pada akhirnya hilangnya ruh kemandirian dan semangat bangkit para muassis dan NU akan menjadi bahan bulliying para nitezen dan orang yang tidak suka dengan keberadaan NU. Kesantunan menunjukkan kedewasaan berpikir, kearifan menunjukkan kecedarsan, ketawadzuan menunjukkan keluasan ilmu, sehingga wujudnya Islam moderat Islam yang rahmah.

 

Ketua Umum Tanfidziyah NU adalah pelaksana jadi tidak harus dibutuhkan seorang yang super tapi mampu mengemban amanat muktamar dan tunduk terhadap dawuh para kiai yang tergabung  dalam syuriyah. Karena NU adalah pesantren besar dan syuriyah adalah pengasuhnya dan tanfidziyyah lurah pondoknya sebagai pelaksana dawuh para kiai. Wallahul a'lam bis shawab

 

 

H Munib Abd Muchith, alumni Pesantren Hidayatul Mubtadi'in Lirboyo, Kediri tahun 1992, Wakil Katib PWNU Jateng


Opini Terbaru