Regional

Dosen Fakultas Hukum Unissula Soroti Tuntutan Pemakzulan Bupati Pati

Kamis, 14 Agustus 2025 | 11:36 WIB

Dosen Fakultas Hukum Unissula Soroti Tuntutan Pemakzulan Bupati Pati

Dosen Hukum Tata Negara FH Unissula Semarang, Dr. Nanang Sri Darmadi, SH, MH.

Semarang, NU Online Jateng 

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Nanang Sri Darmadi, menegaskan bahwa wacana pemakzulan Bupati Pati Sudewo yang mengemuka dalam aksi massa di Alun-alun Pati, Rabu (13/8/2025), harus melalui mekanisme hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Menurutnya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur secara rinci prosedur pemberhentian kepala daerah. Aksi massa, kata Nanang, sah-sah saja sebagai bentuk penyampaian aspirasi, namun tidak bisa langsung menjadi dasar pemakzulan.

 

"Kalau masyarakat langsung memakzulkan kepala daerah itu tidak ada mekanismenya. Aspirasi harus disalurkan kepada pihak yang punya kewenangan, seperti DPRD misalnya," ujarnya di kampus Unissula. 

 

Nanang menjelaskan DPRD dapat mengajukan usulan pemberhentian kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Gubernur.

 

Sebelum diajukan, usulan tersebut harus disertai bukti kuat dan diuji kebenarannya oleh Mahkamah Agung (MA) maksimal dalam waktu 30 hari. 

 

"Putusan MA menjadi dasar hukum bagi Menteri Dalam Negeri untuk memproses pemberhentian," ujar Nanang.

 

Selain DPRD, dia menyebut gubernur juga memiliki kewenangan mengusulkan pemberhentian bupati atau wali kota yang diajukan ke Mendagri.

 

"Secara normatif, pelanggaran sumpah dan janji jabatan bisa menjadi dasar pemberhentian kepala daerah. Namun, harus ada legitimasi putusan pengadilan agar prosesnya tidak semata-mata bernuansa politik," katanya. 

 

Menurutnya, pemberhentian kepala daerah dapat terjadi karena tiga alasan utama, yaitu meninggal dunia, pengunduran diri atau diberhentikan. Dalam hal ini, Mendagri juga dapat mengambil inisiatif. Untuk pemberhentian, dasar hukumnya beragam, antara lain berakhirnya masa jabatan, tidak melaksanakan tugas selama enam bulan berturut-turut atau melanggar sumpah/janji jabatan dan kewajiban sebagai kepala daerah. 

 

"DPRD bisa mengambil inisiatif atas masukan masyarakat, terutama jika keresahan sudah meluas," ujarnya. 

 

Untuk diketahui, aksi massa ini dimotori oleh Aliansi Masyarakat Pati Bersatu yang menuntut Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya. Tuntutan ini mencuat setelah Bupati Sadewo mengeluarkan kebijakan menaikkan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. 

 

Tak hanya itu, pemicu lainnya adalah Bupati Sadewo menantang seberapa banyak masyarakat Pati yang berdemo pada 13 Agustus 2025 tak akan mengubah keputusannya.

 

Dalam hal ini, DPRD Kabupaten Pati telah mengeluarkan keputusan membentuk panitia khusus (Pansus) Hak Angket untuk pemakzulan Bupati Pati Sudewo. Kendati begitu, Sudewo menyatakan tak akan mundur dari jabatannya.