• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 19 April 2024

Opini

HARI SANTRI 2021

Momen Hari Santri, Ini yang Perlu Dievaluasi oleh Kalangan Pesantren

Momen Hari Santri, Ini yang Perlu Dievaluasi oleh Kalangan Pesantren
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Hari Santri sudah diperingati lebih dari 5 tahun setelah ditetapkan oleh presiden melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2015. Santri dan pesantren kini lebih diminati oleh masyarakat umum, selain karena adanya Hari Santri juga karena massifnya gerakan Ayo Mondok! dan pengenalan-pengenalan pesantren melalui sosial media.

 

Santri-santri baru kini berasal dari berbagai latar belakang orang tua, seperti pengusaha, PNS, petani, pejabat dan lain sebagainya yang belum pernah kenal dengan pesantren, berbeda dengan santri-santri zaman dahulu yang mondok karena orang tuanya atau kerabat dekatnya pernah mondok. Agar tidak mengecewakan wali santri, perlu adanya hal-hal yang lebih diperhatikan kembali oleh pesantren beberapa diantaranya yaitu:

 

Stop Normalisasi Ghasab

 

Sudah jamak diketahui, sering sekali mendengar tamu atau orang tua yang sedang nyambangi putra-putrinya di pondok mengalami kehilangan sandal yang tentunya sandal tersebut dipakai santri tanpa meminta izin terlebih dahulu. Seperti teman, orang tua, dan saudara saya yang pernah datang ke pondok pernah kehilangan sandalnya karena dipakai santri tidak izin terlebih dahulu.

 

Ini baru masalah sandal, belum lagi barang-barang milik sesama santri seperti sarung, baju koko, bolpoin, dan peci. Bahkan barang sekali pakai seperti shampo, pasta gigi, sabun cair, dan sabun cuci juga sering tiba-tiba habis walaupun sudah diletakkan di tempat khusus. Yang padahal santri sudah mengetahui akibat dan dalil larangan perbuatan tersebut. Hal ini akan membuat citra buruk pesantren pada orang-orang yang belum pernah mengenal pesantren.

 

Hidup di pondok merupakan proses pembentukan karakter untuk kehidupannya kelak, jika hal-hal tersebut terus dianggap normal dan biasa maka ketika santri menjadi pejabat pemerintah atau kader-kader pemimpin bisa jadi menganggap korupsi menjadi hal biasa bahkan ngakali hukum untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang bukan haknya. Santri harus menjadi pelopor kader anti korupsi dimulai dari memperbaiki kebiasaannya ketika masih mondok.

 

Bukan hanya bermanfaat ketika menjadi pejabat pemerintah saja, menjadi kiai atau ustadz di daerahnya masing-masing pun jadi lebih hati-hati dalam mengelola uang infak masyarakat karena sudah terbiasa disiplin dan hati-hati di pesantren.

 

Menentukan Batas Maksimal Jumlah Santri

 

Dalam menentukan jumlah maksimal santri, pesantren perlu mulai mempertimbangkan hal-hal berikut demi kenyamanan santri dan wali santri. Seperti luas kamar, jumlah kamar, jumlah kamar mandi, dan ketersediaan air bersih. Bahkan jumlah pengurus dan jumlah santri harus proporsional. Berapa perbandingan yang proporsional antara jumlah pengurus dan santri, jumlah kamar mandi dan total santri, luas kamar dan jumlah maksimal penghuni kamar? Ini tergantung masing-masing pesantren atau jika bisa, hal tersebut di atur oleh Rabithah Ma'ahid Al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) atau bahkan diatur oleh Kementerian Agama. Tentunya penyelenggara pesantren tentu lebih mengetahui tentang hal ini.

 

Luas kamar dan jumlah penghuni yang proporsional dapat membuat santri lebih nyenyak dalam istirahat, istirahat cukup akan membuat lebih semangat dalam mencari ilmu. perbandingan jumlah kamar mandi dan santri yang sesuai dapat membuat santri tidak terlalu mengantri lama, ketersediaan air bersih juga sangat penting jangan sampai santri terlihat kucel karena hanya bisa mandi satu kali, peristiwa ini masih terjadi di sebagian kecil pesantren-pesantren. Yang lebih penting lagi adalah perbandingan jumlah santri dan pengurus atau santri dan musyrif (wali kamar/pendamping) yang seimbang agar semua santri dapat bimbingan dan pendampingan yang maksimal, menghasilkan kader-kader santri yang lebih berkualitas dalam hal ilmu dan akhlak. Mengingat latar belakang kebanyakan wali santri sekarang yang belum pernah mengenal pesantren jangan sampai wali santri kecewa terhadap pesantren setelah anaknya sudah dititipkan di sana.

 

Kerjasama dengan Petani untuk Ketersediaan Stok Beras Pesantren

 

Hal yang ketiga ini memang tidak ada kaitannya dengan latar belakang wali santri, hanya berkaitan dengan hal ekonomi. Petani di Indonesia mayoritas merupakan warga Nahdlatul Ulama, harga gabah sering tidak menentu, jumlah hasil panen tidak sebanding dengan pengeluaran untuk proses menanam hingga panen. Apabila stok beras pesantren langsung membeli dari petani maka akan sangat membantu para petani di sekitar pesantren. Pesantren bisa membeli harga beras lebih murah dari pasar, petani dapat untung lebih bayak dari pada menjual gabah. Apabila banyak pesantren bisa melaksakan hal ini maka kemandirian ekonomi warga NU dapat lebih terjamin.

 

Demikian hal-hal yang mungkin perlu untuk dievaluasi oleh penyelenggara pesantren maupun kalangan lainnya untuk kemajuan pesantren dan kualitas lulusan pesantren, serta untuk kemandirian ekonomi warga nahdlatul ulama. Selamat Hari Santri, jayalah Indonesia, yayalah pesantren.

 

 

Ali Mufti, mahasiswa magister Pendidikan Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tenaga Pendidik Madrasah Diniyah Nurul Haq Windunegara, Wangon, Cilacap


Opini Terbaru