• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Opini

Maqashidus Syari'ah, Pengertian, dan Unsur-unsur di Dalamnya

Maqashidus Syari'ah, Pengertian, dan Unsur-unsur di Dalamnya
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, agama yang memberikan kasih sayang kepada seluruh alam, bukan hanya kepada manusia akan tetapi juga memberikan kebaikan dan kasih sayang kepada semua makhluk baik makhluk hidup maupun makhluk mati yang sering disebut benda. 

 

Seluruh syariat yang diajarkan, walaupun hal yang terkadang dianggap sepele, seperti doa sehari-hari, menjawab adzan dan lain sebagainya, semua memiliki tujuan yang sangat baik. Hal itu dinamakan Maqashidus Syari'ah.

 

Secara bahasa, maqashid adalah jama taksir dari isim mufrad maqshud yang artinya tujuan. Setiap aktivitas pasti di dalamnya mengandung tujuan. Begitu juga dengan syariah. Maqashid syariah bila diartikan secara bahasa adalah beberapa tujuan syariah. Tujuan utama dari maqashid syariah adalah merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-ibâd) baik urusan dunia maupun urusan akhirat mereka.
 

Para ulama menyepakatinya karena pada dasarnya semua ketentuan dalam syari'ah adalah bertujuan demi terciptanya maslahah atau kemanfaatan, kebaikan, dan kedamaian umat manusia dalam segala urusannya, baik urusan di dunia maupun urusan akhirat.

 

Menurut Imam Asy-Syatibi maqashid syariah memiliki 5 hal inti yaitu :
1) Hifdzu Ad-Diin (حـفـظ الـديـن) atau Menjaga Agama
2) Hifdzu An-Nafs ( حـفـظ النــفـس) atau Menjaga Jiwa
3) Hifdzu Aql ( حـفـظ العــقل ) atau Menjaga Akal
4) Hifdzu An Nasl ( حـفـظ النـسـل ) atau Menjaga Keturunan
5) Hifdzu Al Maal ( حـفـظ المــال ) atau Menjaga Harta

 

Menjaga Agama  


Syariah Islam menjaga kebebasan berkeyakinan dan beribadah, tidak ada pemaksaan kehendak dan tidak ada tekanan dalam beragama. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 256 

 

لا اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ

 

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat” 

 

Menjaga agama dalam maqashid syari'ah juga merupakan upaya untuk menjaga amalan ibadah seperti shalat, zikir, dan sebagainya serta bersikap melawan ketika agama Islam dihina dan dipermalukan. Begitu pula amalan ibadah juga berperan untuk menjaga keutuhan dan kemuliaan agama itu sendiri. Nabi Muhammad SAW bersabda :

 

الصـَّـلاةُ عِـمَــادُ الـدِّيْنِ فَـمَنْ أقَامَـهَا فَـقَـدْ أقَامَ الـدِّيْنَ وَمَـنْ تَرَكَــهَا فَـقَـدْ هَـدَمَ الـدِّيْنَ

 

“Shalat adalah tiang agama. Barang siapa mendirikan shalat, maka ia menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia merobohkan agama“
    


Menjaga Jiwa   


Berdasarkan peringkat kepentingannya, menjaga jiwa dapat dibedakan menjadi tiga perangkat, yaitu:

  1. Dharuriyyat, misalnya memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Yang jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan mengakibatkan terancamnya jiwa manusia dari kelemahan, bahkan pada tingkat kematian.
  2. Hajiyat, seperti dibolehkannya berburu dan menikmati makanan lezat. Yang mana jika kebutuhan ini tidak terpenuhi sebenarnya tidak akan terjadi apapun, bahkan jika ada indikasi memaksakan, akan mempersulit hidupnya.
  3. Tahsiniyat, seperti ditetapkannya tata cara makan dan minum. Hal demikian itu hanya bersifat kesopanan, dan sama sekali tidak akan mengancam jiwa manusia ataupun mempersulitnya.

 

Al-Qur’an juga menjelaskan agar umat manusia dapat memelihara jiwanya. QS Al-Furqan: ayat 68:

 

ُِّ وَالَّذِيْنَ لاَ يَدْعُوْنَ مَعَ اللهِ اِلاٰهًا اٰخَرَ وَلاَ يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَ يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا

 

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia akan mendapat dosa” 

 

Selain itu, menjaga jiwa juga erat kaitannya untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya tanpa terkecuali. Hal ini tercantum dalam QS Al-Maidah ayat 32 :

 

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَا اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗ

 

”Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya“

 

Menjaga Akal   


Akal adalah sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Inilah salah satu yang menyebabkan manusia menjadi makhluk dengan penciptaan terbaik dibandingkan yang lainnya. Akal akan membantu manusia untuk menentukan mana yang baik dan buruk. 

 

Penghargaan Islam terhadap peran akal terdapat pada orang yang berilmu, yang mempergunakan akal-nya untuk memikirkan ayat-ayat Allah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Ali-Imran ayat 190-191 

 

   اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لأيَاتٍ لأُولِى الألْبَابِۙ    الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمَوَاٰتِ وَالأرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هذَا بَاطِلاۚ سُبْحاٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka)

 

Menjaga Keturunan   


Kemaslahatan utama yang dilindungi syariat melalui poin ini adalah keberlangsungan suatu generasi manusia, untuk mencegahnya dari kepunahan, dengan upaya-upaya yang mengacu pada kebaikan di dunia dan akhirat.

 

Salah satu poin penting dalam sebuah pernikahan adalah lahirnya generasi penerus yang diharapkan dapat berkontribusi lebih baik. Keturunan menjadi penting, salah satu yang mencelakai penjagaan keturunan adalah dengan melakukan zina. 

 

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman secara tegas mengenai zina yaitu pada QS An-Nur ayat 2

 

اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖوَّلا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الأٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ

 

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”

 

Menjaga Harta  

 

Pembahasan perkara harta lebih ke arah interaksi dalam muamalah. Menjaga harta adalah dengan memastikan bahwa harta yang kamu miliki tidak bersumber dari yang haram. Serta memastikan bahwa harta tersebut didapatkan dengan jalan yang diridhai Allah bukan dengan cara bathil sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 

 

وَلا تَأْكُلُوْا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَا اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

 

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”
 

Dari semua paparan di atas, tampak bahwa maqashid al-syari'ah merupakan aspek penting dalam pengembangan hukum Islam. Ini sekaligus sebagai jawaban bahwa hukum Islam itu dapat dan bahkan sangat mungkin beradaptasi dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. 

 

Adaptasi yang dilakukan tetap berpijak pada landasan-landasan yang kuat dan kokoh serta masih berada pada ruang lingkup syari'ah yang bersifat universal. Ini juga sebagai salah satu bukti bahwa Islam itu selalu sesuai untuk setiap zaman dan pada setiap tempat. 

 

 

Mashun Adib, mahasiswa Institut Islam Nahdlatul Ulama (Inisnu) Temanggung


Opini Terbaru