Opini

Kemandirian Perempuan dan Tantangan Pernikahan di Era Modern

Senin, 14 Oktober 2024 | 12:00 WIB

Kemandirian Perempuan dan Tantangan Pernikahan di Era Modern

Ilustrasi Perempuan. (Foto:Freepik)

Salah satu faktor sosial yang memengaruhi tingginya tingkat kemiskinan pada perempuan adalah pernikahan dini. Dengan memilih menikah di usia muda, perempuan sering kali kehilangan akses ke pendidikan formal maupun informal yang memadai untuk mendapatkan peluang ekonomi yang lebih baik.


Menurut Fakih, budaya memainkan peran penting dalam membentuk pembagian peran berdasarkan jenis kelamin, yang dikenal dengan istilah gender. Pembagian peran ini muncul sebagai hasil dari perlakuan sosial yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Perempuan yang dikaitkan dengan peran domestik sering dianggap tidak memerlukan pendidikan tinggi, sehingga pernikahan dini kerap dianggap sebagai solusi. Hal ini bertujuan agar kebutuhan perempuan dapat dipenuhi oleh pasangan setelah menikah. (Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press)


Namun, dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan signifikan dalam peran gender. Kemandirian perempuan kini menjadi sorotan utama dalam berbagai diskusi sosial, dan fenomena ini berdampak langsung pada dinamika pernikahan. Penurunan tingkat pernikahan di kalangan generasi muda sering kali dikaitkan dengan meningkatnya kemandirian perempuan. Tulisan ini akan mengulas hubungan antara kemandirian perempuan, perubahan peran gender, dan penurunan tingkat pernikahan.


Akses perempuan terhadap pendidikan tinggi di Indonesia terus meningkat. Data menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa perempuan di Indonesia lebih banyak daripada mahasiswa laki-laki, dengan sekitar 3,25 juta perempuan dibandingkan 3,09 juta laki-laki pada Maret 2024 (Kompas.id, 2024). Peningkatan akses pendidikan ini berdampak positif terhadap kemandirian perempuan, yang mengacu pada kemampuan mereka untuk membuat keputusan hidup secara mandiri, terutama terkait pendidikan, karier, dan keuangan. Kesempatan yang lebih luas dalam dunia kerja memungkinkan perempuan mencapai posisi yang setara dengan laki-laki. Ketika perempuan memiliki kontrol lebih besar atas kehidupan mereka, ekspektasi terhadap pasangan pun berubah.


Seiring dengan meningkatnya kemandirian, banyak perempuan memilih menunggu hingga menemukan pasangan yang sejalan dalam hal tujuan hidup dan stabilitas ekonomi. Mereka lebih cenderung mencari hubungan yang didasarkan pada kesetaraan, daripada menikah karena tekanan sosial atau harapan tradisional. Jika pasangan laki-laki belum mencapai kemapanan, perempuan mandiri sering kali memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang pernikahan.


Peran domestik dan publik seorang wanita tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga. Namun, tidak semua suami memberikan izin kepada istrinya untuk berperan di ranah publik, meskipun peran domestiknya telah terselesaikan. Bahkan, ada suami yang sadar bahwa istrinya lebih dibutuhkan di luar rumah, namun tetap melarangnya berkecimpung di sana.


Tanggung jawab seorang suami tidak berarti ia memiliki otoritas mutlak untuk mendiskriminasi peran istrinya. Hal ini sesuai dengan penafsiran ayat 34 Surat An-Nisa’ yang menjelaskan bahwa kata qawwamuna tidak dimaksudkan sebagai gelar kehormatan bagi suami sebagai pemimpin keluarga, melainkan beban kewajiban untuk memimpin, membimbing, dan mendidik istri menuju kebaikan.


Imam Al-Baghawi dalam kitab Ma’allim Al-Tanzil menjelaskan bahwa “Seorang laki-laki memiliki hak untuk mendidik perempuan. Al-Qawwam dan al-Qayyim memiliki arti yang sama, namun al-Qawwam mengandung makna yang lebih mendalam, yakni orang yang bertanggung jawab atas kemaslahatan, mengatur, dan mendidik perempuan.”


Dengan demikian, sudah jelas bahwa suami tidak berhak memaksakan kehendaknya secara sewenang-wenang terhadap istri. Sebaliknya, ia harus mempertimbangkan apa yang lebih maslahat bagi istrinya. Begitu pula istri, wajib menaati suami selama perintahnya tidak menyimpang dari syariat. Pada intinya, kedua belah pihak harus mampu menekan ego masing-masing agar tercipta keharmonisan dalam rumah tangga.


Namun, penting digarisbawahi bahwa kemandirian perempuan bukanlah ajang untuk bersaing dengan laki-laki, melainkan langkah awal menuju bangsa yang lebih berdaya. Peringatan International Women's Day 2024 yang mengusung tema "Investing in Women Accelerates Progress" (UN Women, 2024) menunjukkan bahwa dengan memberikan dukungan dan peluang kepada perempuan, kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan sosial, dapat terjadi lebih cepat. Oleh karena itu, munculnya independent woman merupakan langkah awal dalam mempercepat kemajuan bangsa, yang tidak hanya menguntungkan kaum perempuan, tetapi juga seluruh masyarakat.


Penulis: Husna Mahmudah (Aktivis Perempuan)