Pesantren memiliki peran penting di tengah perkembangan modernisasi dan globalisasi, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai arsitek pemikiran generasi muda. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengintegrasikan pendidikan filsafat di pesantren. Pendidikan ini diharapkan dapat melahirkan santri yang tidak hanya religius, tetapi juga kritis dan inovatif.
Filsafat memiliki peran penting dalam mendorong santri untuk menggali makna lebih dalam dari ajaran yang diterima, mengajarkan mereka untuk tidak sekadar menerima, tetapi juga bertanya, memahami, dan merenungkan. Dengan demikian, santri diharapkan memiliki pemahaman dan keyakinan yang mendalam serta mendasar terhadap pelajaran yang diterima.
Imam Al-Ghazali, seorang filsuf Muslim terkemuka, dalam karyanya Maqasid Al-Falasifah, menyatakan, "Rasionalitas tanpa spiritualitas adalah kekeringan jiwa, sementara spiritualitas tanpa rasionalitas adalah kebodohan." (Imam Al-Ghazali, Maqashid Al-Falasifah. Turos Pustaka).
Pernyataan ini menegaskan pentingnya integrasi antara akal dan iman dalam mencapai pemahaman yang utuh. Imam Al-Ghazali berusaha menunjukkan bahwa wahyu dan iman memiliki peran penting dalam pencarian kebenaran. Hubungan antara iman dan akal yang dipaparkan oleh Al-Ghazali dapat menjadi pedoman bagi para santri untuk berpikir lebih kritis, sekaligus memahami bahwa keduanya saling melengkapi, bukan bertentangan. Sehingga pola berfikir santri lebih terbuka terhadap semua ilmu pengetahuan baik ilmu keagamaan maupun ilmu umum, karena keduanya saling berkaitan dan saling melengkapi.
Filsafat juga mempunyai peranan penting dalam memandu moral. Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari menekankan pentingnya etika dalam kehidupan sehari-hari, mengaitkan ajaran agama dengan praktik moral yang baik (Amin, Nurbaedi. "Pendidikan Karakter Menurut KH Hasyim Asy'ari". Jurnal uinsyahada.ac.id. vol.4 No.1 2018).
Begitu pula dengan Muhammad Natsir yang merupakan tokoh agama sekaligus pemikir filsafat beliau menggabungkan ajaran filsafat dengan praktik etika dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan nilai-nilai moral sebagai landasan dalam berinteraksi sosial (Yulita, Putri. "Kontribusi pemikiran Muhhammad Natsir dalam Lembaga pendidikan di Indonesia" Journal islamic Studies.Vol. 1 No. 3 2023).
Berdasarkan pemikiran kedua tokoh tersebut dapat dipahami bahwa dengan mendalami etika, santri diajarkan untuk mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka. Ajaran filsafat membekali para santri dengan prinsip-prinsip moral yang dapat dijadikan landasan dalam berperilaku serta membuat keputusan.
Di era informasi yang semakin berkembang, kemampuan berpikir kritis menjadi keharusan bagi santri. Dengan adanya pendidikan filsafat, santri diajak untuk menganalisis argumen, menilai bukti, dan merumuskan pendapat yang kuat. Hal ini sesuai dengan pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang dalam bukunya Prisma menyatakan "Pendidikan di pesantren harus mampu membentuk individu yang tidak hanya paham agama, tetapi juga kritis terhadap kondisi sosial dan politik di sekitarnya." (KH Abdurrahman Wahid. 2010. Prisma Pemikiran Gus Dur. LKIS Yogyakarta).
Pernyataan ini memperkuat pentingnya pemikiran kritis dalam pendidikan Islam, yang tidak hanya mencakup aspek keagamaan, tetapi juga memperhatikan kondisi sosial dan politik. Perkembangan zaman yang melahirkan pemikiran yang semakin plural harus di sikapi dengan memiliki perilaku toleran dan terbuka.
Maka dengan memahami perspektif yang berbeda, santri dapat mewujudkan lingkungan yang harmonis dan damai. Santri juga harus berupaya menjadi solusi dalam membangun masyarakat yang inklusif dan saling menghormati.
Oleh karena itu, pendidikan filsafat di pesantren bukan sekadar pelengkap, tetapi kebutuhan. Pesantren diharapkan mampu melahirkan santri yang kritis, beretika, dan memiliki sikap terbuka. Dengan demikian, pesantren dapat menjadi arsitek bagi generasi muda yang cerdas dalam berpikir, berperilaku baik, serta memiliki inovasi dan solusi untuk tantangan zaman. Filsafat bukan sekadar ilmu, tetapi seni dalam membentuk karakter dan pemikiran generasi muda, menjadikan mereka siap membangun masa depan yang cerdas dan beradab.
Husna Mahmudah (Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)
Baca Juga
Begini Filosofi dari Kata Santri
Terpopuler
1
Amalan yang Dilakukan pada Malam Nisfu Sya’ban
2
Doa Mustajab di Malam Nisfu Sya’ban yang Dibaca Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
3
Muslimat NU Rayakan Nisfu Syaban di Kongres Ke-18 dengan Pemberian Ijazah Amalan
4
Pengukuhan Ranting Fatayat NU Juwiring Klaten, Awal Berkhidmah dan Mendakwahkan Islam Ahlusunah wal Jama’ah
5
Khutbah Jumat: Mengelola Karunia Allah pada Bidang Pertanian untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan
6
MWCNU Jatinegara Tegal Resmikan Klinik Pratama dan Peringati Harlah ke-102 NU
Terkini
Lihat Semua