Kematian adalah sesuatu yang haq dan akan dialami oleh seluruh makhluk-Nya. Sesiapa yang menshalati dan mengantarkan pemakamannya hingga selesai, ia akan memeroleh keutamaannya. Sebagaimana hadis Nabi yang diceritakan dari Abu Hurairah ra.:
من شهد الجنازة حتى يصلى عليها فله قيراط ومن شهدها حتى تدفن فله قيراطان
Artinya: Barang siapa menghadiri jenazah hingga dishalatkan, maka baginya satu qirath, dan barang siapa menghadirinya hingga selesai pemakaman, maka baginya dua qirath (HR. Bukhari-Muslim) (Lihat: Riyadh ash-Shalihin, 220).
Lalu dikatakan, “Apa itu dua qirath?” Pertanyaan ini diajukan untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan dua qirath, karena keduanya disebutkan secara umum tanpa penjelasan rinci dalam riwayat ini. Tidak disebutkan siapa yang bertanya dan kepada siapa pertanyaan itu diajukan. Namun, dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, “Lalu dikatakan: Apa itu dua qirath, wahai Rasulullah?” Dan dalam hadis Tsauban disebutkan, “Rasulullah ditanya tentang qirath.” Abu ‘Awanah dalam sebuah riwayat menjelaskan bahwa yang bertanya adalah Abu Hurairah (Lihat: Dalil al-Falihin, VI, 408).
Dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah saw menjawab, dua qirath ialah ukuran dua gunung yang sama besar. Dalam riwayat Imam Bukhari, satu qirath seperti Gunung Uhud. Dalam riwayat Imam An-Nasa’i dari jalur Asy-Sya‘bi, satu qirath lebih besar dari Gunung Uhud. Dalam riwayat Imam Muslim juga disebutkan, “Yang terkecil di antara keduanya seperti Gunung Uhud,” dan dalam hadis Wa’ilah yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi disebutkan bahwa menghadiri jenazah hingga selesai dimakamkan maka ditetapkan baginya dua qirath pahala, di mana bobot paling ringan dari keduanya di timbangan pada Hari Kiamat lebih berat daripada Gunung Uhud.” Ibn al-Munir menjelaskan maksud perumpamaan ini dengan mengatakan:
Baca Juga
Inilah Tata Cara Mengiringi Jenazah
أراد بهذا تعظيم الثواب فمثله بالجبلين العظيمين
Perumpamaan ini dimaksudkan untuk menunjukkan betapa besar pahala tersebut, sehingga diibaratkan dengan dua gunung yang sama besarnya (Lihat: Dalil al-Falihin, VI, 409).
Penyebutan qirath ditujukan agar mempermudah pemahaman, karena manusia mengenal qirath dan melakukan perbuatan berdasarkan ukurannya. Maka, dijelaskan dengan sesuatu yang mereka kenal dan diberikan perumpamaan dengan apa yang mereka pahami.
Pada bab yang sama, Imam Thabrani juga meriwayatkan sebuah hadis yang dikutip oleh Syaikh Ibn ‘Allan dalam kitab Dalil -al-Falihin sebagai berikut:
في حديث للطبراني: من تبع جنازة حتى يقضي دفنها كتب له ثلاث قراريط. فعليه الأول للحضور معها من المنزل قبل الصلاة. والثاني للصلاة، والثالث للتشييع.
Artinya: “Barang siapa mengikuti jenazah hingga pemakamannya selesai, maka dicatat baginya tiga qirath.” (Berdasarkan hadis ini,) qirath pertama adalah untuk kehadirannya bersama jenazah dari rumah sebelum shalat, qirath kedua untuk shalat jenazah, dan qirath ketiga untuk mengiringi jenazah hingga pemakaman.
Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat, satu qirath menshalati jenazah ini terkait dengan kehadiran seseorang bersama jenazah dari rumahnya. Artinya, kehadiran sejak awal—bukan hanya saat shalat jenazah—merupakan syarat untuk mendapatkan qirath. Berbeda dengan Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Fathul Bari-nya. Beliau menyebutkan pendapat yang berbeda bahwa seseorang dapat memeroleh qirath meskipun ia hanya menghadiri shalat jenazah tanpa mengikuti prosesi sejak rumah jenazah.
Artinya, qirath tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang menghadiri seluruh rangkaian acara, tetapi bisa diperoleh bagi siapa saja yang melaksanakan shalat jenazah, karena shalat itu sendiri adalah tujuan utama. Bahkan, menurut Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, qirath dari shalat dapat berlipat ganda sesuai dengan jumlah jenazah, meskipun ia menshalatkan semuanya secara bersamaan. Lebih lanjut, satu qirath dari shalat saja berbeda dengan satu qirath bagi mereka yang mengikuti jenazah dari rumah hingga pemakamannya.
Meskipun ukuran qirath bervariasi, disebutkan secara khusus bahwa yang mendapatkan dua qirath adalah amalan shalat dan pemakaman, karena keduanya merupakan tujuan utama, berbeda dengan hal-hal lain yang terkait dengan jenazah, yang dianggap sebagai sarana.
Namun, hal ini bertentangan dengan hadis muttafaq alaih di atas, yang menyebutkan bahwa seseorang yang menghadiri jenazah hingga ia dishalatkan dan dimakamkan, hanya mendapatkan dua qirath. Maka dijelaskan, dua qirath yang disebutkan dalam hadis ini berlaku bagi orang yang menyaksikan prosesi tersebut.
ويجاب عنه بأن القيراطين المذكورين لمن شهد والذي ذكره ابن عقيل لمن باشر الأعمال التي يحتاج إليها الميت فافترقا
Dan dijawab bahwa dua qirath yang disebutkan itu diperuntukkan bagi orang yang menyaksikan (yang hadir, baik dalam shalat maupun hingga selesai pemakaman), sedang apa yang disebutkan oleh Ibn Aqil berlaku bagi orang yang langsung mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang diperlukan untuk jenazah (memandikan, mengkafani, menggali kubur), sehingga berbeda (dengan pahala orang yang hanya menyaksikan).
Demikian, para ulama, termasuk Syaikh Ibn ‘Allan, mengatakan bahwa penyebutan qirath pada dua amalan (shalat dan pemakaman) tidak berarti keduanya memiliki nilai pahala yang sama. Karena yang berlaku dalam syariat adalah memberikan bobot yang lebih besar pada amal kebaikan sesuai dengan tingkat kesulitan atau manfaatnya (Lihat: Dalil al-Falihin, VI, 408).
Wallahu a’lam.
Terpopuler
1
Promosi Doktor H M Faojin: Strategi Implementasi Kebijakan PAI di Sekolah Non-Muslim untuk Moderasi Pendidikan Agama di Indonesia
2
Menghidupkan Warisan Ulama Nusantara, Ma’had Aly Amtsilati Gelar Seminar Manuskrip dan Pelatihan Tahqiq Bersama Nahdhatut Turats
3
PAC GP Ansor Margasari Adakan Rapat Kerja Perdana Masa Khidmat 2024-2027
4
Khasiat Doa Akhir Bulan Rajab dan Puasa Menurut KH Achmad Chalwani
5
Program Makan Bergizi Gratis Mulai Berjalan di Pati Meskipun Sempat Terlambat
6
Peringatan Harlah Ke-102 NU, PCNU Banjarnegara Tekankan Kebersamaan demi Harmoni Masyarakat
Terkini
Lihat Semua