Keislaman

Mendidik dengan Teguran dan Hukuman: Antara Ketegasan dan Kasih Sayang dalam Islam

Senin, 21 Juli 2025 | 18:30 WIB

Mendidik dengan Teguran dan Hukuman: Antara Ketegasan dan Kasih Sayang dalam Islam

Ilustrasi anak sedang belajar sambil bermain. (Foto: NU Online/Alhafiz Kurniawan).

Pendidikan dalam Islam bukan hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga pembentukan akhlak. Ketika seorang murid melakukan kesalahan, guru memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk meluruskannya. Salah satu metode pendidikan klasik adalah dengan teguran langsung, bahkan dalam beberapa kasus tertentu dengan syarat dan batasannya menggunakan hukuman fisik ringan seperti jeweran. Namun, benarkah metode ini dibenarkan dalam syariat? Apa batasannya?


Rasulullah ﷺ adalah guru terbaik. Dalam banyak riwayat, beliau menegur para sahabat dan muridnya dengan cara yang lembut namun mendidik.


Misalnya, ketika seorang sahabat kencing di dalam masjid, para sahabat yang lain ingin langsung memarahinya, namun Rasulullah ﷺ bersabda:


دَعُوهُ، وَهَرِيقُوا عَلَى بَوۡلِهِ سَجۡلًا مِنۡ مَاءٍ، أَوۡ ذَنُوبًا مِنۡ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثۡتُمۡ مُيَسِّرِينَ، وَلَمۡ تُبۡعَثُوا مُعَسِّرِينَ


Artinya: "Biarkan dia, dan siram kencingnya dengan satu ember air. Kalian diutus untuk memudahkan, bukan menyulitkan."
(HR. Bukhari no. 220)


Nabi ﷺ justru menenangkan para sahabat dan memberi solusi dengan cara yang lembut. Ini menjadi pelajaran bahwa teguran yang baik adalah yang mengubah perilaku, bukan yang melukai hati.


Namun, dalam beberapa kasus, teguran bisa berbentuk hukuman ringan. Dalam hadis disebutkan:


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ 


Artinya: "Rasulullah SAW bersabda, Perintah anak-anakmu melaksanakan shalat apabila sudah berumur tujuh tahun dan apabila telah berumur sepuluh tahun pukullah mereka (pukulan ringan) karena meninggalkan shalat dan pisahkanlah tempat tidur mereka". (HR Abu Dawud no. 417)


Sebagian ulama mengatakan: bahwa jeweran seorang guru bisa menjadi asbab murid untuk lebih cerdas dalam memahami pelajaran. 


وَقَدْ قِيْلَ: إِنَّ المُعَلِّمَ إِذَا فَتَلَ أُذُنَ المُعَلِّمِ كَانَ أذْكَى لِفَهْمِهِ 


Artinya: "Dikatakan oleh sebagian Ulama’ : Sesungguhnya seorang guru, jika menjewer telinga muridnya, bisa membuat murid menjadi lebih cerdas dalam memahami pelajaran". (Hasiyah At Turmusi, jilid 3 hal 737)


At Turmusi melanjutkan, bahwa dalam sebuah riwayat Ar Rabi’ bercerita: Suatu hari Imam Syafi’i naik kendaraan dan Aku duduk di sisi pelana dekatnya. Tiba tiba beliau menjewer telingaku. Awalnya aku merasa tidak enak, kenapa beliau melakukan itu. Hingga aku menemukan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Nabi ﷺ pernah melakukan itu. Barulah aku paham… Imam Syafi’i tidak melakukan suatu hal kecuali ada landasannya. 


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam, proses pendidikan tidak hanya mengedepankan penyampaian ilmu, tetapi juga pembinaan akhlak dan kedisiplinan. Teguran, bahkan dalam bentuk hukuman fisik ringan seperti jeweran, dapat dibenarkan dalam syariat selama dilakukan dengan niat yang tulus untuk mendidik, bukan menyakiti. 


Keteladanan Rasulullah ﷺ, pandangan para ulama, serta praktik para salaf menunjukkan bahwa ketegasan yang disertai kasih sayang adalah pilar penting dalam mendidik generasi. Maka, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembentuk karakter yang dengan kelembutan dan ketegasannya mampu menuntun murid menuju jalan kebaikan. 


Penulis : Fahmi Burhanuddin (Alumni Ponpes An-Nawawi Berjan & STAI Imam Syafi’i Cianjur)