Dinamika

IPMAFA Kaji Dampak Kebijakan Lima Hari Sekolah di Pati

Sabtu, 31 Mei 2025 | 12:30 WIB

IPMAFA Kaji Dampak Kebijakan Lima Hari Sekolah di Pati

FGD membahas lima hari sekolah bertempat di Aula Lantai 2 IPMAFA, Jumat (30/5/2025),

Pati, NU Online Jateng 

Fakultas Tarbiyah Institut Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA) Pati menggelar Focus Group Discussion (FGD) guna mengkaji wacana kebijakan lima hari sekolah yang direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Pati. Kegiatan ini berlangsung di Aula Lantai 2 IPMAFA, Jumat (30/5/2025), dengan mengusung tema "Lima Hari Sekolah: Revolusi Pendidikan atau Bencana Generasi?" 

 

Dekan Fakultas Tarbiyah IPMAFA, M Sofyan Alnashr, menyampaikan bahwa FGD ini menjadi ruang kajian kritis terhadap dampak dari kebijakan yang mulai ramai diperbincangkan tersebut. 

 

Sebagai institusi pendidikan berbasis pesantren, IPMAFA merasa memiliki tanggung jawab moral dalam memastikan kebijakan pendidikan tidak hanya mengejar aspek kognitif, tetapi juga membentuk karakter dan akhlak mulia generasi muda.

 

“Kami mengundang berbagai pihak, baik dari lembaga pendidikan, pemerintahan, maupun organisasi masyarakat, untuk menganalisis secara komprehensif dampak positif dan negatif kebijakan ini. Harapannya, lahir rumusan yang bijak dan berpihak pada masa depan anak bangsa,” ujar Sofyan.

 

FGD ini turut dihadiri Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (ASPENDIF), KH Ahmad Fadlullah Turmuzi. Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya riset lapangan yang mendalam sebelum suatu kebijakan besar seperti lima hari sekolah diberlakukan. Menurutnya, pendidikan sejatinya adalah proses yang menyeluruh, tidak hanya berorientasi pada capaian akademik.

 

“Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Maka harus dipastikan, apakah kebijakan ini lahir dari kajian ilmiah atau sekadar keputusan sepihak? Ini yang harus dikaji secara serius,” tegasnya.

 

Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Jawa Tengah, Muh Zen, menilai bahwa kebijakan lima hari sekolah sebaiknya bersifat opsional, tidak dipaksakan secara seragam. Ia juga mengingatkan bahwa banyak aspek yang harus dikaji sebelum kebijakan ini diterapkan secara luas.

 

“Banyak alasan yang menjadi dasar penolakan, mulai dari sisi psikologis anak, kondisi ekonomi keluarga, kesiapan sarana prasarana, hingga potensi melemahnya pendidikan karakter yang selama ini diperkuat melalui Madrasah Diniyah dan TPQ,” ujarnya.

 

Rektor IPMAFA Pati yang juga Ketua PWNU Jawa Tengah, KH Abdul Ghaffar Rozin, dalam kesempatan yang sama menyoroti aspek legal dan kultural dari kebijakan lima hari sekolah. 

 

Ia mengingatkan bahwa Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 sudah dikoreksi dengan Perpres Nomor 87 Tahun 2017, yang menegaskan pentingnya mempertimbangkan kearifan lokal dan melibatkan tokoh agama serta masyarakat.

 

“Kami menekankan pentingnya mempertimbangkan empat aspek sebelum menerapkan kebijakan ini, yaitu isi kebijakan, komitmen para pihak, kapasitas pelaksana, dan kesesuaian dengan kultur masyarakat,” tegas Gus Rozin.

 

Sebagaimana diketahui, Bupati Pati, Sudewo, sebelumnya mengungkapkan wacana pemberlakuan lima hari sekolah bagi jenjang TK, SD, dan SMP. Dalam acara halal bihalal keluarga besar Tim Penggerak PKK di Pendapa Kabupaten Pati, Rabu (30/4/2025), ia menyebut bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan produktivitas pelajar.

 

“Dengan sekolah sampai sore, kemudian dilanjut mengaji dan belajar malam, anak-anak terbiasa mengaktifkan otak dan bisa memaksimalkan potensinya. Libur Sabtu-Ahad menjadi waktu untuk refreshing dan kebersamaan keluarga,” jelasnya.

 

Adapun peserta FGD berasal dari berbagai unsur, seperti Dinas Pendidikan Kabupaten Pati, Kementerian Agama Kabupaten Pati, PCNU Pati, LP Ma’arif NU, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), serta para akademisi dari STAI Pati dan STAI Syekh Jangkung.

 

Kontributor: Angga Saputra