Dinamika

Puluhan Petani Pundenrejo Datangi Polresta Pati, Tuntut Penegakan Hukum atas Perusakan Rumah

Selasa, 3 Juni 2025 | 16:00 WIB

Puluhan Petani Pundenrejo Datangi Polresta Pati, Tuntut Penegakan Hukum atas Perusakan Rumah

Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun), geruduk Mapolresta Pati pada Senin (2/6/2025).

Pati, NU Online Jateng 

Puluhan warga Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun), mendatangi Mapolresta Pati pada Senin (2/6/2025). Kedatangan mereka merupakan bentuk desakan kepada aparat kepolisian agar segera menuntaskan kasus dugaan perusakan rumah petani oleh sekelompok orang tidak dikenal.

 

Peristiwa perusakan itu terjadi pada Rabu (7/5/2025), dan diduga kuat berkaitan dengan konflik lahan antara warga petani dengan PT Laju Perdana Indah (LPI), perusahaan pengelola Pabrik Gula Pakis Baru.

 

“Kami menuntut keadilan. Empat rumah petani dirobohkan oleh orang-orang yang kami yakini sebagai suruhan perusahaan. Kami minta polisi menangkap pelaku dan memproses mereka sesuai hukum yang berlaku,” tegas Sarmin, perwakilan Germapun.

 

Sarmin menyatakan, intimidasi terhadap petani kian meresahkan. Ia khawatir, jika tidak segera ada tindakan hukum, peristiwa serupa akan terus berulang. “Premanisme tidak boleh dibiarkan merajalela. Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan,” imbuhnya.

 

Kuasa hukum petani Pundenrejo, Kristoni, menguatkan bahwa lahan yang disengketakan sudah tidak lagi menjadi hak PT LPI. Ia merujuk surat dari Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, yakni surat No. 89/500.22.LR.03.01/III/2025, yang menyatakan bahwa permohonan hak pakai PT LPI telah dikembalikan dan dibatalkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pati.

 

“PT LPI secara legal sudah tidak memiliki hak atas tanah perjuangan petani. Maka tindakan perusakan yang mereka lakukan jelas merupakan pelanggaran hukum,” ujar Kristoni.

 

Sementara itu, PT LPI melalui perwakilannya, Pramono Sidiq, mengakui bahwa perobohan rumah petani dilakukan oleh karyawannya. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai upaya untuk membersihkan lahan guna ditanami tebu, sesuai rencana perusahaan.

 

“Tanah itu kami beli secara sah pada 2001 dari PT BAPPIPUNDIP. Kami sudah memberikan sosialisasi kepada para penghuni. Sebagian telah meninggalkan lahan secara mandiri,” jelas Pramono.

 

Ia menambahkan, dari 12 rumah yang berdiri di atas lahan tersebut, saat ini tersisa 8 rumah yang belum dibongkar. Menurutnya, sebagian warga menyewa lahan tersebut secara tahunan, dan bangunan yang berdiri bersifat semipermanen.

 

“Kami sudah melakukan pendekatan persuasif. Namun karena lahan itu akan segera digunakan, maka perlu dilakukan sterilisasi terlebih dahulu,” katanya.

 

Menanggapi situasi tersebut, Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, menyampaikan bahwa laporan dari kedua belah pihak telah diterima. PT LPI melaporkan petani atas dugaan perusakan tanaman tebu pada 2 Mei 2025, sedangkan Germapun melaporkan dugaan premanisme dan perusakan rumah pada 9 Mei 2025.

 

“Kami akan memproses laporan secara profesional sesuai prosedur hukum. Namun jalur damai melalui pendekatan restorative justice tetap terbuka,” terang Kapolresta saat ditemui di Pendapa Kabupaten Pati, Rabu (28/5/2025).

 

Pemerintah Kabupaten Pati juga telah mengupayakan mediasi antara pihak perusahaan dan petani. Bupati Pati, H. Sudewo, memfasilitasi pertemuan pada Rabu (28/5/2025), meski hingga kini belum menghasilkan kesepakatan.

 

Konflik agraria yang melibatkan warga Pundenrejo dan PT LPI menjadi sorotan publik, karena menyangkut aspek kemanusiaan, keadilan sosial, dan perlindungan terhadap hak-hak petani. Berbagai pihak pun diharapkan dapat menahan diri dan mengedepankan dialog demi terciptanya penyelesaian yang berkeadilan dan bermartabat.

 

Kontributor: Angga Saputra