NU Online

Tantangan Guru Saat Jurusan SMA Resmi Dihapus

Sabtu, 20 Juli 2024 | 18:00 WIB

Tantangan Guru Saat Jurusan SMA Resmi Dihapus

Pakar Pendidikan Unnes, Edi Subkhan. (Foto: instagram/@edi_subkhan)

Jakarta, NU Online

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atau Kemendikbudristek menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Penghapusan ini diterapkan mulai tahun ajaran 2024/2025.


Pengamat pendidikan Edi Subkhan Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyambut baik kebijakan ini karena dapat menghapus stigma kastanisasi jurusan IPA, IPS dan Bahasa di SMA.


"Dulu yang pintar-pintar biasanya diminta masuk IPA, yang grade (nilai)-nya di bawah masuk IPS, dan yang kurang pintar di Bahasa. Ini stigma negatif yang men-downgrade bidang keilmuan dan identitas siswa sendiri, ada stigma siswa IPS nggak lebih cerdas dibanding siswa IPA, demikian juga siswa jurusan Bahasa," kata Edi kepada NU Online, Sabtu (20/7/2024).


Edi menambahkan, penghapusan jurusan untuk mengoptimalkan siswa memperoleh pilihan belajar sesuai bakat dan minatnya, serta pilihan studi lanjutan.


Edi menambahkan, penghapusan jurusan dapat mengoptimalkan siswa dalam memperoleh pilihan belajar sesuai bakat dan minatnya, serta pilihan studi lanjutan. Peniadaan jurusan juga potensial memberi bekal yang lebih proper untuk siswa masuk program studi di perguruan tinggi yang lebih variatif.


"Misalnya ketika memilih matematika penjurusan IPA, prodi sosiologi masuk fisipol penjurusan IPS jelas kontribusinya. Tetapi kalau mau masuk broadcasting, komunikasi, seni musik, seni rupa, olahraga, psikologi, dan prodi yang sifatnya lebih kekinian dan multidisiplin, bekalnya tentu sifatnya tidak baku IPA, IPS, dan Bahasa, tapi perlu kombinasi beberapa mata pelajaran," ujarnya.


Tantangan bagi guru

Edi menyoroti tantangan dari kebijakan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA yaitu apakah guru bisa mengarahkan siswa agar tidak salah pilih jurusan.


"Masalahnya, jika guru tidak bisa mengarahkan, atau siswa SMA asal pilih, justru bisa makin tidak jelas masa depannya, karena tidak jelas akan memberi dasar atau bekal untuk pilihan studi lanjut apa, atau pilihan karir apa," kata dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Unnes itu.


Menurut Edi, guru harus dapat membuat pemetaan keinginan studi lanjut siswa, pilihan mata pelajaran, dan karir siswa berdasarkan pilihan mata pelajaran tersebut.


"Sekolah dan guru harus paham betul tujuan kebijakan tersebut, sehingga akan dapat mengantisipasi dengan membuat pemetaan keinginan studi lanjut siswa dan pilihan mata pelajarannya, juga pilihan karir siswa dengan pilihan mata pelajarannya," kata Edi.


Selengkapnya klik di sini.