• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 20 Mei 2024

Taushiyah

Tiga Amal Tidak Terputus karena Kematian

Tiga Amal Tidak Terputus karena Kematian
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Oleh: H Mahlail Syakur Sf, Dosen FAI Unwahas, Ketua LTNNU awa Tengah 


Banyak aktivitas (amal) manusia yang bernilai ibadah seperti berbaik hati kepada sesama, menghormati tamu dan tetangga, menyantuni anak yatim, memberikan makan pada orang lain saat berbuka, menjawab salam, menengok orang sakit dan mendo’akannya, berdo’a menjelang tidur dan saat bangun tidur, berbakti kepada kedua orangtua, menolong orang lain, dan lainnya. 


Apalagi semua bentuk ibadah formal (mahdlah) seperti shalat, puasa, zakat, dan haji maupun ibadah tambahan (nafilah) yang bukan formal (ghair mahdlah) seperti shalat tarawih dan shalat malam lainnya, shalat dluha, membaca al-Qur`an, bertasbih, bershalawat, dan berdzikir (tahlil), dan lainnya jelas merupakan amal yang diberikan pahala jika didasarkan pada niat yang benar dan lillahi taala. 


Pahala bagi semua amal sebagaimana tersebut hanya berlaku bagi para pelakunya ketika masih hidup diberikan sekali sebagai investasi akhirat dan akan terputus manakala pelakunya meninggal dunia. Sementara pahala dari manapun sumbernya sangat dibutuhkan bagi setiap orang meskipun telah meninggal.  


Amalan (amal) apakah yang masih tetap diterima oleh seseorang ketika telah meninggal dunia? Ada tiga amalan (amal) yang masih dapat diterima oleh seseorang walaupun ia telah mendahului kita. Berikut ini adalah hadits yang menjelaskan tiga aktivitas (‘amal) manusia yang tidak terputus pahalanya: 
 

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ  – رواه مسلم والترمذيّ وأبو داود والنسائيّ وابن حبّان عن أبي هريرة  


Ketika seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau mendoakannya. Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi, Imam Abu Dawud, Imam an-Nasa`i, dan Imam Ibnu Hibban bersumber dari Sayyidina Abu Hurairah ra. 


Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, semua amal manusia pasti terputus manakala ia meninggal dunia. Sedangkan tiga hal yang disebutkan dalam hadits tersebut akan tetap mengalir pahalanya karena pelakunya adalah penyebab terjadinya ketiga hal itu. 


Ketiga hal yang dimaksud adalah amalan (aktivitas) yang telah dikerjakan oleh si mayit ketika masih hidup tetapi manfaatnya masih dirasakan oleh orang-orang yang hidup setelahnya, sehingga ia pun patut menerima pahala kebaikan atas amalnya itu. Hadits tersebut berisi informasi bahwa semua aktivitas, perjuangan, dan berbagai amalan (amal) akan terhenti bersamaan dengan terhentinya nyawa kecuali tiga amalan (aktivitas) yang pernah dilakukan (dimiliki), yaitu: 
 

1. Sedekah Jariyah (shadaqah jariyah); yaitu sesuatu yang diberikan dalam bentuk apapun yang memberi manfaat yang panjang tiada putus bagi orang lain. Contohnya adalah wakaf tanah, biaya (infaq) pembangunan masjid, wakaf buku untuk perpustakaan, pembangunan lembaga pendidikan, menggali sumur untuk umum, mencetak buku yang bermanfa’at bagi orang banyak, dan lain-lain.
 

Sedekah jariyah merupakan kegiatan berbagi untuk memberikan banyak manfa’at bagi orang lain, sehingga pahalanya pun akan senantiasa mengalir kepada orang yang melakukannya meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia. Tentu saja, inti dari sekedah ini adalah niat yang tulus serta ikhlas, bukan karena mengharap pujian (riya) dari pihak lain dan bukan untuk kebanggaan dari pandangan manusia belaka. 
 

2. llmu yang bermanfaat; seperti mengajarkan ilmu atau keterampilan kepada orang lain (siswa), menulis buku atau artikel dalam jurnal, dan lain sebagainya. 


Ilmu yang bermanfaat ini adalah ilmu yang berguna bagi orang lain dalam hal kebaikan. Selama ilmu yang diajarkan tersebut masih digunakan dan dimanfaatkan oleh orang lain setelahnya maka selama itu pula pahalanya tiada henti mengalir kepadanya meski telah meninggal dunia. 


Ilmu yang bermanfa’at bisa berupa usaha menunjukkan seseorang ke jalan yang baik seperti beribadah, menuntut ilmu, mencintai al-Qur`an, mencintai Rasul, dan sebagainya. Dalam konteks ini sabda Nabi riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Sayyiduna Abu Hurairah ra: 
 

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا – رواه مسلم


(Sesungguhnya Rasul Allah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”). Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim 
 

3. Anak shaleh yang mau mendoakannya  Anak yang shaleh adalah anak yang dididik dengan sangat baik oleh orangtuanya sehingga anak tersebut menjadi anak yang taat kepada Allâh SWT mampu dan mau mendoakan kedua orangtuanya, taat dan bermanfaat bagi orang tuanya, agama, nusa, dan bangsa. 


Hadits Ini sekaligus mengajarkan kepada manusia betapa pentingnya mendidik anak secara islami, menanamkan aqidah sejak dini kepada anak, dan membimbing anak menjadi generasi Qur`ani. Karena di balik kebanggaan memiliki anak yang patuh, bertaqwa, dan shaleh/shalehah, ada amal ibadah dan kebaikan dari anak shaleh yang akan senantiasa mengalir kepada kedua orangtuanya. 


Do’a anak shaleh yang ikhlas, tulus, dan selalu dipanjatkan untuk kedua orangtuanya merupakan suatu kebanggaan luar biasa bagi orangtua. Namun demikian keshalihan orangtua merupakan sarana pendidikan bagi terciptanya keshalihan anaknya. 


Do’a seorang anak kepada orangtua itu sangat penting, bukan berarti doa dari selain anak tidak diterima, akan tetapi sama kedudukannya ketika seorang jamaah berdoa untuk seseorang yang lebih tua atau orang lain siapapun. Oleh karena itu, bagi saudaraku yang tidak mempunyai anak hendaklah tidak perlu berkecil hati, tetaplah bersemangat dan berbuat baik kepada sesama agar orang lain mau mendo’akan dirimu dengan sebaik-baiknya. 


Oleh karena itu, marilah kita memanfaatkan kesempatan untuk beramal mulia terutama di bulan suci Ramadhan ini, baik dengan sedeqah jariyah (waqaf), menyampaikan ilmu, maupun mendidik anak agar menjadi anak yang shalih dan mau medo’akan kedua orangtuanya. Wallahu a’lam bis shawab


Taushiyah Terbaru