NU Pekalongan Sebut Khittah 1926 Landasan Berfikir Nahdliyin dalam Berpolitik
Jumat, 14 April 2023 | 15:00 WIB
Pekalongan, NU Online Jateng
Ngaji tematik Ramadhan 1444 Hijriyah yang dihelat Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pekalongan mengambil tema 'Politik NU dari Masa ke Masa' menghadirkan dua narasumber yaitu Rais PCNU Kota Pekalongan KH Romadhon Abd Jalil dan aitivis NU Batang Saiful Huda Shodiq.
Dalam pandangan Rais PCNU Kota Pekalongan bahwa Khittah NU 1926 ini merupakan landasan berfikir warga NU dalam berpolitik. Berjalannya waktu dalam dinamika kebangsaan, pasca reformasi atas desakan warga bahwa memohon agar NU mendirikan partai politik.
"Akhirnya 3 Juni 1998 berdasar rapat harian syuriyah dan Tanfidziyah memutuskan untuk membuat partai politik dan 23 Juli 1998 dideklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa di Jakarta.
Disampaikan, dinamisasi NU dan politik tidak berhenti di sini, mengingat keputusan Muktamar 1984 Situbondo Jawa Timur tentang Khittah NU menjadi fakta sejarah. "Hanya saja bagaimana menginterpretasikannya sesuai dengan situasi dan keadaan," ungkap Kiai Romadhon.
Dikatakan, jika ditarik dari berdirinya NU memang tidak bisa dilepaskan dari politik, sejak sebelum berdiri hingga merdeka para kiai paling getol dalam politik kebangsaan, banyak sekali para kiai yang menjadi komandan TKR menjadi garda terdepan memimpin pertempuran.
"Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari memimpin MIAI hingga pasca merdeka kepemimpinan presiden Soekarno, NU tergabung di Masyumi namun karena (kaum sarungan) direndahkan dan tidak diakomodir kepentingannya," terangnya.
Hal itu lanjutnya, memaksa NU menjadi partai politik pada keputusan Muktamar ke-20 di Surabaya pada tahun 1954. Hingga pada pemilu pertama tahun 1955 Partai NU menjadi 3 besar di bawah PNI dan Masyumi.
"Ini menandakan kekuatan NU tidak bisa dianggap remeh. Selama berjalan menjadi partai politik, NU selalu menggunakan pendekatan politik kebangsaan membela dari siapapun yang akan memberontak dan selalu menjadi garda terdepan keutuhan NKRI. Berjalannya waktu pada tahun 1984 Muktamar Situbondo, saat kepemimpinan orde baru presiden Soeharto dengan kebijakan single majority akhirnya diputuskan NU keluar dari partai politik dan kembali ke khittah NU 1926," jelasnya.
Menurut Saiful Huda, kepemimpinan PBNU KH Cholil Yahya Staquf yang menyinggung bahwa ingin menempatkan NU terbebas dari satu partai politik bahwa hal tersebut merupakan hubungan rasionalisasi.
"Ketika NU ini berada pada jalur civil society sesuai dengan 9 pedoman politik NU, maka NU sudah selayaknya memiliki tugas untuk mensejahterakan warganya, mengingat warga NU ini adalah mayoritas penduduk Indonesia maka sejahteranya warga NU, maka sejahtera pula masyarakat Indonesia," ucapnya.
Yang dilakukan oleh struktural NU (PBNU) lanjutnya, melakukan MoU dengan kementerian-kementerian guna kebijakannya bisa diturunkan sampai tingkat cabang. Rasionalisasi hubungan ini akan ada titik temu yaitu kesejahteraan dan keadilan masyarakat.
"Bagaimana partai politik punya tugas untuk merawat pemilihnya (komstituennya) agar mereka juga terentaskan dari kemiskinan dan problematika masyarakat Indonesia. Titik temu itulah yang harus dipahami yang saya sebut sebagai rasionalisasi hubungan NU dan partai politik," pungkasnya.
Pengirim: Abdul Adhim
Terpopuler
1
Bentrok FPI dengan PWI-LS, Ini Tanggapan Rais Syuriyah PCNU Pemalang
2
Sejumlah Tokoh PBNU dan PWNU Dinobatkan sebagai Tokoh Pamomong Jawa Tengah 2025
3
Mbah Maimoen Zubair Dianugerahi Penghargaan Adiluhung, Gus Yasin: Beliau Teladan Persatuan Bangsa
4
PC GP Ansor Pekalongan Inisiasi Pusat Belajar Pembibitan Tanaman untuk Warga NU
5
Unsiq Wonosobo Lepas 660 Mahasiswa KPM: Diminta Ikut Atasi Kemiskinan, RTLH, dan Stunting
6
STAINU Purworejo Bedah Buku Modul Pencegahan Stunting Melalui PAUD, Tekankan Kolaborasi Lintas Sektor
Terkini
Lihat Semua