Opini

Gus Baha, Mutiara dari Pesantren untuk Umat

Rabu, 15 September 2021 | 11:00 WIB

Gus Baha, Mutiara dari Pesantren untuk Umat

KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha) (nu online)

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sudah eksis sebelum Indonesia merdeka. Kontribusi  bagi bangsa, negara, dan agama sudah tidak diragukan lagi. Dari pesantrenlah ulama-ulama yang alim allamah lahir, karena pesantren di samping mempelajari ilmu-ilmu keislaman seperti Al-Qur’an, tafsir, hadits, fiqih, dan tasawuf, pesantren juga sangat memperhatikan adab atau etika sebagai kontrol atas keilmuan yang dimiliki seseorang. 

 

Era serba instan ini sudah banyak orang pintar 'alim' namun tidak mengamalkan 'allamah'. Hanya pandai bicara namun tidak melakukan, banyak pendakwah dadakan muncul ke permukaan hanya demi popularitas, bermodalkan sedikit ilmu tanpa mengindahkan etika. Sehingga yang muncul di masyarakat bukan sebagai pencerah namun pemecah belah umat.

 

Di tengah kebutuhan umat yang sangat haus akan sosok panutan, ada secercah harapan yang bisa umat harapkan, yakni sosok KH Bahaudin Nursalim atau lebih didkenal dengan sebutan  Gus Baha. Ulama muda kharismatik jebolan pesantren ini merupakan ulama yang sangat diperhitungkan kealimannya, bukan hanya Indonesia namun dunia. Gus Baha merupakan ulama kelahiran Rembang Jawa Tengah. Ia merupakan keturunan dari ulama ahli Al-Qur'an yakni KH Nur Salim. 

 

Dari nasab ayahnya Gus Baha merupakan generasi keempat dari ulama-ulama ahli Al-Qur’an, sedangkan dari jalur ibunya Gus Baha merupakan bagian dari keluarga Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaeban atau Mbah Sambu. Ayahnya merupakan murid dari ulama asal Kudus KH Arwani dan KH Abdullah Salam dari Kajen Pati Jawa Tengah. Kemudian KH Nur Salim mendirikan sebuah gerakan semaan Al-Qur’an bersama dengan KH Hamim Jazuli atau Gus Miek Kediri. Semaan tersebut diberi nama Gerakan Jamaah Anti Koler (Jantiko) berubah menjadi Majelis Nawaitu Topo Broto (Mantab) kemudian berubah nama lagi dengan sebutan Majelis Dzikrul Ghofilin yang eksis sampai sekarang.

 

Berbicara sosok Gus Baha, semua orang sepakat dan mengakui kealimannya,  walaupun murni produk didikan pesantren (pesantren ayahnya dan pesantren Al-Anwar Rembang asuhan KH Maemun Zubair), namun keilmuannya sangat mumpuni dan sangat layak disebut sebagai Ulama. Kenapa layak karena dari segi nasab keluarga dan nasab keilmuan sangat memenuhi. Hal ini penting karena era sekarang banyak orang yang tidak pernah mengenyam didikan pesantren, nasab keilmuan tidak jelas, dan keilmuan belum diakui namun merasa tahu dan berani tampil dan menguasi panggung dakwah sampai berani berfatwa. 

 

Maka dari sinilah sosok Gus Baha dibutuhkan. Sebagaimana yang sering Gus Baha katakan bahwa diera penuh fitnah ini orang alim harus berani tampil, Gus Baha mengutip sabda Rasulullah “ketika sudah banyak bid'ah di antara ummatku, maka seorang alim harus menampakkan kealimannya”. Gus baha menjelaskan, dalam kontek 'mengaku alim' ini bukan sombong namun keharusan. Di tengah maraknya orang bodoh tampil di publik dan berani berfatwa. Maka inilah saatnya lulusan pesantren harus menunjukan jati diri sebagai ahli fiqih, ahli taswuf, dan seterusnya. Sehingga umat tidak bingung ketika akan meminta fatwa dan nasehat agama. 

 

Sekali lagi bahwa Gus Baha merupakan mutiara terpendam dari pesantren yang muncul di tengah umat yang butuh nasehat dan bimbingan. Beliau masuk kategori ulama dan layak mengaku dan menyandang gelar alim, karena kebutuhan dan otoritas keilmuan sudah diakui oleh ulama lainnya. dari segi sanad keluarga dan sanad keilmuan Gus Baha sangat mumpuni. Beliau lahir dari keluarga ulama ahli Al-Qur'an dan mengenyam pendidikan di pesantren yang diasuh oleh ulama besar dan kharismatik yakni KH Maemun Zubair. Kemudian dari segi kualitas kealimaannya yang diakui ulama lainnya, seperti Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi Ia mengatakan 'Perlu Gus Baha–Gus Baha baru yang muncul kepermukaan yang sebenarnya banyak dari  pesantren yang pemikirannya cemerlang, kita harus dorong mereka untuk terjun aktif di tengah ummat. Nilai-nilai pesantren perlu direvitalisasi termasuk konsep tawadhu. 

 

Saking tawadhunya santri, akhirnya panggung dakwah diserahkan kepada yang tidak faham atau setengah faham, dan akhirnya jadilah sebuah dagelan. Kita lihat contoh baik dari kehadiran viralnya Gus Baha setelah tampil ke publik, banyak ummat yang tercerahkan sebagaimana dilansir muslimmoderat.net. 

 

Pengakuan selanjutnya dilontarkan oleh ulama tafsir kenamaan Indonesia M Quraish Shihab, Ia mengatakan "Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Qur'an hingga detail-detail fikih yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur'an seperti Pak Baha" pangkas beliau. Sekarang sudah saatnya, para alumni pesantren untuk berani tampi kepermukaan sebagai pemecah problematika umat, hal ini mendorong untuk kembali memunculkan mutiara terpendam dipesantren. Wallahu A'lam Bisshawab

 

A Qomarudin, dosen Institut Islam Bakti Negara (IBN) Tegal, Jateng