Opini

Pesantren dan Tuduhan Feodalisme

Selasa, 18 Februari 2025 | 15:00 WIB

Pesantren dan Tuduhan Feodalisme

Ilustrasi : Roan Santri di Pondok

Oleh: M Mughni Labib

Dalam beberapa waktu terakhir, muncul diskusi di media sosial yang menuduh pesantren sebagai institusi yang mempertahankan sistem feodalisme. Tuduhan ini umumnya didasarkan pada praktik pengabdian santri kepada kiai, seperti membuat kopi, bertani, atau membantu pembangunan pondok tanpa imbalan. Untuk memahami tuduhan ini, perlu analisis mendalam tentang apa itu feodalisme dan bagaimana struktur pesantren bekerja.


Apa Itu Feodalisme?


Feodalisme adalah sistem sosial di mana segelintir orang memiliki kekuasaan mutlak atas kelompok lainnya. Dalam feodalisme klasik, ada hierarki yang ketat, keterpaksaan, dan tidak adanya mobilitas sosial bagi kelompok bawah.


Di sisi lain, pesantren memiliki sistem yang berbeda. Kiai menjadi pusat, tetapi bukan sebagai "raja kecil" melainkan sebagai guru spiritual yang dihormati karena keilmuannya. Hubungan antara kyai dan santri berlandaskan penghormatan dan spiritualitas, bukan kekuasaan atau ekonomi.


Perbedaan Mendasar Pesantren dan Feodalisme

 
  • Kesukarelaan vs Keterpaksaan

Dalam feodalisme, rakyat melayani karena paksaan ekonomi atau sosial. Di pesantren, santri dengan sukarela membantu kiai sebagai wujud pengabdian, bukan paksaan.

 
  • Hak dan Mobilitas Sosial

Feodalisme tidak memberikan peluang bagi rakyat jelata untuk naik status. Sebaliknya, di pesantren, banyak santri abdi dalem yang kelak menjadi kiai besar atau tokoh masyarakat, menunjukkan adanya mobilitas sosial.

 
  • Landasan Nilai

Feodalisme berorientasi pada kepentingan ekonomi dan kekuasaan. Tradisi di pesantren berakar pada nilai keagamaan dan spiritualitas. Santri mengabdi kepada kyai bukan karena tekanan, melainkan keyakinan bahwa hal tersebut membawa keberkahan.

 
  • Mengabdi kepada Guru sebagai Nilai Spiritual

Tradisi ini sejalan dengan konsep penghormatan terhadap guru dalam Islam. Sebagaimana ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib:


عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا فَقَدْ صَيَّرَنِي عَبْدًا

"Barang siapa yang mengajarku satu huruf saja, maka aku menjadi budaknya."


Ungkapan ini mencerminkan penghormatan yang mendalam terhadap guru dan ilmu pengetahuan. Dalam konteks pesantren, pengabdian adalah bagian dari proses pembelajaran dan spiritualitas, bukan eksploitasi.


Tuduhan bahwa pesantren adalah institusi feodal tidak memahami esensi dari sistem pesantren itu sendiri. Struktur pesantren yang berpusat pada kiai berbeda secara fundamental dari hierarki feodalisme. Kiai dihormati bukan karena kekuasaan, melainkan karena keilmuan.


Tradisi pengabdian santri kepada kiai merupakan bentuk penghormatan dan kesukarelaan, bukan paksaan. Lebih dari itu, pesantren telah terbukti melahirkan banyak tokoh besar yang berkontribusi dalam masyarakat, menunjukkan adanya peluang dan mobilitas sosial yang jauh berbeda dari karakter feodalisme.


Referensi:

Hidayat, S. (2012). "Feodalisme dan Transformasi Sosial dalam Sejarah." Jurnal Sejarah dan Budaya.
Madjid, N. (1997). Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Paramadina.
Kitab Bustanul Arifin karya Imam Nawawi.