Keislaman

Mengapa Disebut Bulan Shafar? Ini Penjelasan Ulama Klasik

Senin, 28 Juli 2025 | 10:00 WIB

Mengapa Disebut Bulan Shafar? Ini Penjelasan Ulama Klasik

Ilustrasi Safar (Foto: NU Online)

Awal bulan Safar 1447 H telah dimulai Sabtu (26/7/2025). Hal ini sebagaimana diumumkan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) melalui surat tertulis yang dikeluarkan pada Jumat (25/7/2025) atas dasar rukyah. 


"Awal bulan Shafar 1447 H bertepatan dengan Sabtu Wage 26 Juli 2025 M (mulai malam Sabtu) atas dasar rukyah," sebagaimana tertulis dalam Pengumuman Nomor 83/PB.08/A.II.01.13/13/07/2025 yang dikeluarkan pada Jumat (25/7/2025).


Penamaan bulan Shafar sebagai bulan kedua dalam kalender Hijriah didasarkan pada peristiwa tertentu. Dalam bahasa Arab, Shafar berarti "kosong" atau "tidak ada". Menurut Imam Abul Fida Ismail bin Umar ad-Dimisyqi, atau lebih dikenal sebagai Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H), penamaan itu disebabkan oleh kebosanan dan kesendirian di perkampungan Arab pada bulan tersebut.


Mengutip artikel dari NU Online yang berjudul sejarah penamaan shafar karena kekosongan perkampungan arab, yang dikutip oleh NU Online Jateng pada Senin (28/07/2025). Dalam artikel tersebut, Ustadz Sunnatullah mengatakan, "Di balik penamaan bulan Safar tidak lepas dari keadaan orang Arab tempo dulu pada bulan ini. Safar memiliki arti "sepi" atau "sunyi" sesuai keadaan masyarakat Arab yang selalu sepi pada bulan Safar."


Menurut Ustadz Sunnatullah, mengutip dari Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim, sepi yang dimaksud dalam kata Shafar sebagai penamaan adalah karena di daerah Arab, di rumah-rumah orang Arab senyap atau sepi. Ini disebabkan oleh fakta bahwa banyak orang meninggalkan rumah mereka untuk berperang dan bepergian.


Sementara itu, mengutip dari Ibnu Manzhur (wafat 771 H), bahwa ada tiga alasan mengapa Shafar disebut sebagai bulan setelah Muharram dalam hitungan tahun Qamariah, sebagaimana tercantum dalam kitab Lisanul ‘Arab Muhammad al-Anshari.


Alasan pertama sama dengan penjelasan Imam Ibnu Katsir di atas, yaitu tidak adanya perkampungan Arab. 


Kedua, orang Arab melakukan kebiasaan memanen semua tanaman mereka dan menyingkirkan tanah dari tanaman mereka selama bulan Shafar. 


Ketiga, orang Arab memerangi setiap kabilah yang datang ke mereka pada bulan Shafar, sehingga kabilah-kabilah tersebut harus pergi tanpa bekal (kosong), karena mereka takut akan serangan orang Arab.