• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Rabu, 15 Mei 2024

Opini

Menilik Efektivitas Perencanaan Pembangunan Nasional melalui RPJM

Menilik Efektivitas Perencanaan Pembangunan Nasional melalui RPJM
Foto: Ilustrasi (tribunnews.com)
Foto: Ilustrasi (tribunnews.com)

Jika pemerintah orde baru yang lalu menggunakan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan MPR sebagai dasar penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah (APBN/D). Maka sejak era reformasi, MPR tidak lagi menetapkan GBHN dan sebagai gantinya pemerintah bersama DPR menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Berdasarkan RPJP ini, pemerintah melalui Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota terpilih dalam pemilu menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk pemerintah pusat, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) bagi pemerintah Daerah.

 

Di sisi yang lain, konsep RPJM dan RPJMD tersebut berasal dari konsep visi dan misi para kandidat terpilih sewaktu kampanye pemilu. Dengan demikian, acapkali RPJM RPJMD tersebut tidak sinkron dengan RPJP yang ditetapkan pemerintah. Akibatnya terjadi tumpang tindih antara pusat dan daerah, seolah tidak ada koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah.

 

Dalam era disentralisasi dan otonomi daerah, bentuk perencanaan  lima tahunan RPJM tersebut memang nampak demokratis, karena mengakomodasi aspirasi atau kehendak kepala negara dan kepala daerah Indonesia. Namun RPJM tersebut yang disahkan dari visi misi sewaktu kampanye pemilu, tentu dibuat oleh tim kampanye yang terbatas dan dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan diduga kuat pasangan kandidat tersebut menugaskan kepada tim konsultannya untuk membuat naskah akademik visi dan misinya tersebut.

 

Bagi para pemilih yang terdidik, tentu akan teliti membaca dan mencermati visi dan misi pasangan kandidat dalam pemilu, namun bagi para pemilih secara umum tentu tidak memperhatikan visi dan misi tersebut, lebih-lebih dalam suasana politik yang transaksional pragmatis, tentu jauh 'panggang dari api' bahwa visi misi tersebut akan mendapatkan tanggapan dari para pemilih.

 

Karena itu bisa jadi, RPJM yang disusun dari visi misi pasangan kandidat yang terpilih tidak serta merta mencerminkan kehendak rakyat, namun hanya merupakan cerminan kehendak dari oligar-oligar yang mensponsori pasangan kandidat tersebut. Dari sini tidak aneh jika kebijakan publik yang dilakukan kepala negara atau kepala daerah tidak sepenuhnya memihak kepada rakyat banyak secara utuh.

 

Kemudian, dalam rangka pelaksanaan RPJM/RPJMD dilakukan perencanaan tahunan menjadi Rencana Kerja Pembangunan (RKP) bagi pemerintah pusat dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) sebagai acuan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dalam penyusunan APBN/APBD.

 

Guna menyerap aspirasi masyarakat, diselenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) dilakukan sesuai tingkat pemerintahan mulai dari desa sampai propinsi. Namun draft Musrenbang sudah dibuat oleh pemerintah, sehingga masyarakat tidak cukup waktu untuk melakukan kajian terlebih dulu, sehingga bisa dibayangkan jika Musrenbang hanya melegitimasi draft perencanaan yang dilakukan pemerintah. 

 

Bagaimanakah solusinya agar perencanaan pembangunan benar-benar berangkat dari kebutuhan rakyat banyak? Idealnya pemerintah harus melakukan riset tentang kebutuhan rakyat, sehingga bisa disusun perencanaan pembangunan yang valid, bukan sekadar memenuhi kebutuhan oligarkhi politik.

 

Setelah riset, pemerintah hendaknya melakukan uji publik secara luas melalui media secara terbuka, untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, sehingga masyarakat bukan objek pembangunan semata, namun juga sebagai subjek. Wallahu a'lam.

 

 

H Mohamad Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, mantan Ketua Koordinator Cabang (Korcab) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jateng


Opini Terbaru