• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 18 Mei 2024

Opini

Berjabat Tangan Simbol Persaudaraan yang Erat

Berjabat Tangan Simbol Persaudaraan yang Erat
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Di Negara Indonesia banyak memiliki aneka ragam suku, ras, etnis, agama, dan Bahasa daerah. Dari berbagai keanekaragaman itulah maka kemudian kita sebagai manusia sosial (social man) atau memanusiakan manusia (humanize human). Maka, timbul rasa saling menghargai satu dengan yang lainnya atau dalam kata lain disebut dengan toleransi. Menghargai antara perbedaan yang satu dengan yang lainnya bukan berarti tidak ada alasan untuk saling mengenal. Sudah lama kita tahu bahwa di negara kita tercinta Indonesia, Budaya berjabat tangan sudah sangat melekat sebagai budaya warisan nenek moyang yang terus turun temurun saat kita berjumpa dengan saudara, teman, ataupun orang yang baru kita kenal. 

 

Budaya berjabat tangan umumnya orang-orang melakukan karena ingin mengenal satu dengan yang lainnya dan sebagai upaya bentuk rasa simpati terhadap seseorang yang mungkin baru dia kenal. Menariknya budaya saling berjabat tangan itu sudah dahulu nenek moyang kita melakukannya berdasarkan sumber sejarah yang saya dapatkan bahwa berdasarkan penemuan arkeologi, berjabat tangan sudah mulai dilakukan sejak zaman Yunani kuno pada abad ke-5. Berjabat tangan yang kita ketahui diyakini berasal dari orang-orang di masa lalu yang biasa menggunakan pedang untuk berperang. Selain itu berjabat tangan juga merupakan sebuah bentuk rasa penghormatan kepada pimpinan atau orang yang dianggap lebih sepuh atau senior dari kita.

 

Berbicara tentang soal persaudaraan yang erat dalam konteks agama Islam, budaya saling mengenal tertuang dalam surat Al-Hujurat ayat 13. Allah berfirman, 

 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ - ١٣

 

Artinya: "Wahai manusia ! Sungguh. Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha mengetahui, Maha teliti." (QS Al-Hujurat:13).

 

Ayat di atas menerangkan bahwa pentingnya rasa persatuan dan persaudaraan yang kuat untuk bisa meraih predikat bahwa orang-orang yang bertaqwa adalah yang saling mengenal. Dan dalam Tafsir Kemenag ayat ini dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. 

 

Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya. 

 

Diriwayatkan oleh Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu Umar bahwa ia berkata: Rasulullah SAW melakukan tawaf di atas untanya yang telinganya tidak sempurna (terputus sebagian) pada hari Fath Makkah (Pembebasan Mekah). Lalu beliau menyentuh tiang Ka'bah dengan tongkat yang bengkok ujungnya. Beliau tidak mendapatkan tempat untuk menderumkan untanya di masjid sehingga unta itu dibawa keluar menuju lembah lalu menderumkannya di sana. Kemudian Rasulullah memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan pada kalian keburukan perilaku Jahiliah. Wahai manusia, sesungguhnya manusia itu ada dua macam: orang yang berbuat kebajikan, bertakwa, dan mulia di sisi Tuhannya. Dan orang yang durhaka, celaka, dan hina di sisi Tuhannya. Kemudian Rasulullah membaca ayat: ya ayyuhan-nas inna khalaqnakum min dhakarin wa untsa¦ Beliau membaca sampai akhir ayat, lalu berkata, "Inilah yang aku katakan, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. (Riwayat Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu 'Umar). 

 

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Mengetahui tentang apa yang tersembunyi dalam jiwa dan pikiran manusia. Pada akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia Maha Mengetahui tentang segala yang tersembunyi di dalam hati manusia dan mengetahui segala perbuatan mereka.

 

Namun seiring berjalannya waktu saat seperti sekarang, berjabat tangan mungkin sedikit dibatasi dan bahkan berjabat tangan seolah-olah akan mengakibatkan menularkannya virus Covid-19 akibat sedang merebaknya wabah pandemi virus  Covid-19 yang masih melanda negara di berbagai belahan dunia. Padahal ketika kita berjabat tangan simbol persaudaraan antara kita dengan orang yang kita jabat tangannya. Membangun persaudaraan yang erat dapat pula kita laksanakan dengan cara saling berjabat tangan dengan lainnya, Agar terciptanya suasana yang harmonis dan damai. Ketika dua suasana tersebut sudah bisa dibangun maka akan menghasilkan persatuan dan persaudaraan yang kian semakin erat. 

 

Harapannya kita sebagai manusia biasa yang pastinya tidak bisa terlepaskan dari kesalahan dan kekhilafan. Maka momentum berjabat tangan bisa kita terapkan untuk menumbuhkan rasa saling toleransi dan saling menebar kebaikan kepada sesama manusia dan juga bernilai sebagai pahala dan menghindarkan diri dari sikap saling bermusuh-musuhan. 


 

A’isy Hanif Firdaus, mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang


Opini Terbaru