Keislaman

Maulid Nabi Virtual: Apakah dianjurkan Berdiri saat “Mahalul Qiyam”

Jumat, 20 September 2024 | 10:00 WIB

Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw secara daring kini menjadi fenomena yang semakin lazim di tengah masyarakat. Kemajuan teknologi memberikan alternatif bagi umat Islam untuk dapat mengikuti majlis sholawat dan peringatan Maulid Nabi melalui siaran langsung dari berbagai platform media sosial seperti YouTube, Facebook dan Instagram.


Kecintaan masyarakat muslim terhadap habaib dan ulama menjadi modal utama untuk terus mengikuti semua kegiatan para idolanya tersebut melalui platform digital. Misalnya Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf memiliki fans atau muhibbin yang dikenal Syekhermania. Selain itu ada juga Habib Zainal Abidin yang mampu menggerakkan Zahir Mania. Hal ini mendorong masyarakat muslim terutama para fans tersebut untuk tetap terhubung secara virtual meski mereka tidak dapat hadir secara langsung di majlis. 


Dengan demikian, keterikatan emosional dengan majlis yang mengadakan acara Maulid Nabi menjadi daya tarik untuk mengikuti siaran langsung melalui platform digitalnya.


Lalu muncul pertanyaan baru di kalangan masyarakat, bagaimana hukum berdiri ketika tiba mahalul qiyam dalam pembacaan Maulid Nabi secara daring.? Kebiasaan berdiri saat menyambut kelahiran Rasulullah saw telah menjadi simbol penghormatan dan kecintaan dalam peringatan Maulid Nabi. Namun, apakah hal ini juga berlaku dalam konteks virtual?


Al-Arif Sayyid Ja’far al-Barzanji melalui kitab al-Barzanji-nya, menegaskan bahwa berdiri ketika memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw dinilai baik oleh para imam yang memiliki riwayat dan pemikiran yang bagus.
 

هذا وقد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رواية ورواية

Artinya: Pahamilah hal ini, para imam yang memiliki riwayat dan perenungan yang baik telah menganggap baik berdiri ketika menyebut kelahiran Nabi yang mulia (Majmu’ah al-Maulid, hlm. 45).


Kelahiran Nabi Muhammad saw lebih mulia dibandingkan kelahiran nabi-nabi dan rasul-rasul lainnya. Para imam yang menukil dari pendapat para ulama dan orang-orang saleh terdahulu menganggap berdiri saat menyebut kelahiran Nabi adalah tindakan yang baik. Sebab, didalamnya menunjukkan ungkapan kegembiraan, kebahagiaan, dan penghormatan kepada Nabi (lihat: Madarij ash-Shu’ud, hlm. 14).


Asy-Syibramalisi mengatakan, berdiri sudah menjadi kebiasaan para pecinta Nabi sebagai bentuk penghormatan ketika mendengar penyebutan kelahiran beliau. Namun, tindakan berdiri ini adalah bid’ah yang tidak berdasar (lihat: Madarij ash-Shu’ud, hlm. 15).


Sebagaimana keterangan Asy-Syibramalisi tersebut, Syaikh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi juga menerangkan bahwa berdiri sudah menjadi kebiasaan umat muslim sebagai bentuk penghormatan ketika mendengar pembacaan Maulid Nabi. Namun, Syaikh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi menekankan bahwa qiyam ini bernilai baik karena mengagungkan Nabi Muhammad saw. Banyak ulama yang menjadi panutan umat juga melakukan hal tersebut.


(فائدة) جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم، وقد فعل ذلك كثير من علماء الأمة الذين يقتدى بهم.
 

Artinya: (Di sini ada faidah) Sudah menjadi kebiasaan bahwa ketika orang mendengar penyebutan kelahiran Nabi Saw., mereka berdiri sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Berdiri ini dianggap baik karena mengandung penghormatan kepada Nabi Muhammad saw. Banyak ulama yang menjadi panutan juga melakukan hal tersebut (lihat: I’anah ath-Thalibin, hlm. 363).


Dari pendapat para ulama di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berdiri ketika pembacaan Maulid Nabi adalah hal yang baik, karena merupakan cerminan kegembiraan dan kebahagiaan yang sekaligus penghormatan dan pengagungan kita kepada Nabi. Namun, apakah hal ini juga berlaku dalam konteks virtual?


Gus Chabib Towus memberikan penjelasan melalui video berjudul Ikut Sholawatan Online Apa Wajib Berdiri “Mahalul Qiyam”? yang diunggah dalam channel Youtube NU Online. Menurutnya, niat yang tulus dalam hati saat berdiri adalah aspek terpenting, baik orang tersebut mengikuti pembacaan maulid di dalam majlis maupun melalui media seperti tayangan siaran langsung di platform Youtube. Tidak berdiri saat mengikuti secara luring atau berdiri ketika mengikuti secara daring tidak menjadi masalah selama niat mengagungkan Nabi Muhammad saw tetap dijaga dalam hatinya. Bahkan, tidak hanya pada pembacaan maulid, berdiri ketika pembacaan sholawat nariyah secara individual selama menunjukkan sikap penghormatan kepada Nabi Muhammad saw tetap diganjar. 


Maka, dapat disimpulkan dari keseluruhan tulisan ini bahwa berdiri dianjurkan ketika mengikuti pembacaan Maulid Nabi sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan kepadanya. Namun, hal yang tak kalah penting adalah niat di hati kita masing-masing. Selama berdiri itu diniatkan untuk pengagungan kepada Nabi, maka hal yang berlaku dalam konteks nyata juga berlaku dalam konteks virtual.

 

Penulis: Abdullah Muhammad Alfatih, Alumni Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam Mantenan, Udanawu, Blitar, dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang.