Keislaman

Hukum Merayakan Maulid Nabi Perspektif Ulama 4 Madzhab

Selasa, 10 September 2024 | 18:00 WIB

Hukum Merayakan Maulid Nabi Perspektif Ulama 4 Madzhab

Ilustrasi (Freepik/NU Online)

Semarang, NU Online Jateng

Maulid Nabi merupakan sebuah tradisi perayaan untuk menyambut bulan kelahiran Nabi Muhammad saw. Tradisi ini biasanya dirayakan oleh umat Islam di berbagai belahan dunia selama bulan maulid, atau khususnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal dalam kalender Hijriyah.


Dalam perayaan Maulid, umat muslim biasanya melakukan berbagai kegiatan keagamaan, di antaranya adalah membaca shalawat dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad saw. Kitab maulid yang populer adalah Maulid Ad-Diba’, Maulid Simtudduror dan Maulid Al-Barzanji. Kitab-kitab tersebut memuat kisah-kisah kehidupan Nabi Muhammad saw yang dibaca secara bergilir.


Tujuan dari perayaan ini adalah untuk mengenang, mempelajari, dan meneladani akhlak serta perjuangan Nabi Muhammad saw dalam menyebarkan Islam. Namun perayaan maulid tersebut kerap kali memicu perdebatan mengenai hukumnya. 


Bagi kelompok yang tidak mengindahkan perayaan maulid memiliki alasan bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah memberikan contoh demikian. Sementara, kelompok yang pro dengan perayaan akan beralasan bahwa setiap sesuatu yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat maka tidak ada masalah untuk dilaksanakan.


Mubasyirum Bih dalam tulisanya di NU Online yang berjudul Penjelasan Para Ulama Tentang Maulid Nabi Muhammad pernah membahas hal demikian dengan membandingkan pendapat dari empat madzab. Menurutnya, Imam Syafi’i dalam hal ini memiliki pendapat yang lebih terbuka. 


Dalam satu kesempatan, melalui Imam As-Suyuthi dari kalangan Syafi'iyah mengatakan bahwa perayaan maulid termasuk bid'ah yang baik. Artinya, bagi yang melaksanakan akan mendapatkan pahala sebab di dalamnya terdapat sisi yang mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw dan menampakkan kegembiraan dengan waktu dilahirkannya Rasulullah saw.


Di dalam keterangan yang lain, Imam As-Suyuthi juga mengatakan perayaan maulid nabi hukumnya sunnah, sebab memperlihatkan rasa Syukur atas kelahiran Nabi Muhammad saw dan merayakan dengan penuh kegembiraan.


Sementara dari kalangan Hanafiyyah melalui Syaikh Ibnu ‘Abidin mengatakan bahwa melaksanakan perayaan Maulid Nabi adalah bid’ah yang terpuji. Artinya, tidak ada masalah juga untuk merayakannya.


Imam Malik sebenarnya juga memiliki pandangan yang sejalan. Hal ini sesuai dengan pendapatnya bahwa setiap rumah yang di dalamnya ada yang membaca maulid Nabi Muhammad saw, maka malaikat akan mengelilingi penghuni tempat tersebut dan akan memberikan Rahmat dan keridhaannya.


Terakhir, Mubasyirum Bih menjelaskan bahwa Imam Hanbali pun memiliki pendapat yang sama, yaitu diperbolehkan merayakan maulid nabi. Sebab, menurut Imam Hanbali perayaan kelahiran nabi bisa menjadi bentuk perayaan tandingan untuk perayaan-perayaan lain yang membahayakan.


Dengan pendapat empat madzhab tersebut sudah bisa diambil kesimpulan bahwa hukum merayakan maulid nabi adalah bid'ah hasanah atau bid'ah yang baik. Meskipun Nabi Muhammad saw tidak pernah memberikan contoh terkait maulid, namun di dalamnya terdapat sisi positif yang tidak melanggar syariat.